Oleh: [Heru Bramoro, ASN Kemenpora RI]
Pendahuluan
Sepakbola, olahraga yang digemari jutaan orang di seluruh dunia, seharusnya menjadi ajang unjuk kebolehan dan sportivitas. Namun, apa jadinya jika integritas dan fair play yang menjadi dasar dari olahraga ini dirusak oleh keputusan kontroversial wasit? Pertandingan antara kesebelasan Indonesia dan Bahrain baru-baru ini menjadi sorotan publik akibat tambahan waktu yang diberikan wasit, yang dianggap tidak masuk akal dan mencurigakan. Apakah ini berbeda dengan pertandingan Gala Desa yang sering kita saksikan di kampung-kampung?
Kronologi Pertandingan
Pertandingan antara Indonesia dan Bahrain berlangsung dengan tensi tinggi. Timnas Indonesia sempat unggul 2-1 hingga menit ke-90. Namun, wasit asal Oman, Ahmed Al Kaf, memberikan tambahan waktu enam menit. Ketika waktu tambahan tersebut hampir habis, wasit tidak juga meniup peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan. Hingga akhirnya, pada menit ke-90+9, Bahrain berhasil menyamakan kedudukan menjadi 2-2 melalui gol Mohamed Marhoon. Keputusan ini memicu protes keras dari kubu Indonesia, termasuk manajer tim yang akhirnya dikartu merah.
Kontroversi dan Dugaan Kecurangan
Keputusan wasit yang memberikan tambahan waktu lebih dari yang seharusnya tanpa adanya insiden yang signifikan menimbulkan kecurigaan. Banyak yang menduga adanya permainan di balik layar yang merusak integritas pertandingan. Apakah ini murni kesalahan wasit atau ada pihak lain yang bermain mata? Pertanyaan ini masih menjadi misteri yang belum terjawab.
Perbandingan dengan Pertandingan Gala Desa
Jika kita bandingkan dengan pertandingan Gala Desa, di mana semangat kebersamaan dan sportivitas masih kental terasa, kasus seperti ini jarang terjadi. Gala desa, meskipun sering diwarnai dengan kericuhan kecil, tetap menjunjung tinggi nilai-nilai fair play. Pertandingan di tingkat desa biasanya lebih transparan dan jujur, karena semua orang saling mengenal dan menjaga nama baik desa masing-masing. Lalu bagaimana dengan pertandingan Sepakbola di kelas dunia, yang dikenal dengan World Cup? Semestinya jauh lebih fair play dan jauh lebih bermartabat dan modern, sesuai peraturan baku persepakbolaan modern, seperti memakai 'VR', singkatan dari Virtual Reality. Teknologi ini memungkinkan pengguna untuk merasakan dan berinteraksi dengan lingkungan simulasi yang menyerupai dunia nyata atau imajinatif melalui penggunaan headset VR dan kontroler tangan. Dan lalu siapa yang dikatakan lebih modern, Gala Desa atau World Cup? Atau siapa yang lebih dikatakan 'kampungan'?
Reaksi Publik dan PSSI
Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, segera merespon dengan mengumumkan resmi dan berkirim surat langsung kepada FIFA, yang meminta investigasi mendalam terkait kejadian ini. Erick menegaskan bahwa FIFA harus memberikan sanksi berat, untuk segera dijatuhkan kepada siapa pun yang terbukti terlibat dalam pengaturan hasil pertandingan. "Memalukan, sungguh sangat memalukan. PSSI pun akan mengusut tuntas peristiwa ini, dan akan menjatuhkan sanksi terberat," tegas Erick.