Sebagai karyawan baru di sebuah perusahaan Karya, Andi merasa seperti kapten di tengah lautan yang luas. Ia dibekali dengan pengetahuan dari proses orientasi, dan sekarang ia diharapkan untuk berlayar ke tengah laut yang luas, menghadapi gelombang dan arus yang tak terduga. Meskipun dengan penuh semangat, Andi merasa terbebani oleh berbagai jenis keputusan yang harus ia buat.
"Andi, pilihlah strategi A atau B untuk proyek ini." "Andi, Â kita harus pilih vendor yang mana?" "Andi, apa kita harus berinvestasi pada teknologi ini atau itu?"
Tidak berhenti di situ, keputusan semakin kompleks seiring berjalannya waktu. Tiba-tiba, Andi merasa seperti menemukan peti Pandora dalam pengambilan keputusan, yang disebut bias kognitif. Mulai dari Decision Fatigue, Analysis Paralysis, Status Quo Bias, hingga Choice Overload.
Decision Fatigue adalah fenomena ketika seseorang terlalu banyak membuat keputusan, hingga pada akhirnya merasa kelelahan dan kemudian cenderung membuat keputusan yang buruk atau bahkan tidak membuat keputusan sama sekali. Andi merasa seolah-olah otaknya diperas habis oleh keputusan yang harus dibuat, hingga ia merasa ingin membiarkan semuanya berjalan dengan cara yang sudah ada sebelumnya.
Lalu ada Analysis Paralysis, di mana seseorang terjebak dalam lingkaran analisis yang tidak berujung hingga tidak mampu membuat keputusan sama sekali. Andi menemukan dirinya tenggelam dalam tumpukan data dan informasi, sampai-sampai ia merasa tak mampu untuk menentukan arah yang harus diambil.
Status Quo Bias juga mempengaruhi Andi. Ini adalah bias di mana seseorang cenderung memilih pilihan yang sudah ada daripada mencoba sesuatu yang baru. Karena merasa aman dan nyaman dengan keadaan saat ini, Andi terkadang merasa takut untuk mencoba hal baru dan membuat perubahan.
Terakhir, ada Choice Overload, yang terjadi ketika seseorang diberi terlalu banyak pilihan hingga merasa kewalahan dan akhirnya membuat keputusan yang buruk. Andi merasa seolah-olah ia berada di toko permen dengan ribuan jenis permen. Dengan banyak pilihan, ia merasa bingung dan akhirnya memilih permen acak yang mungkin tidak sesuai dengan selera.
Jadi, apa yang bisa dilakukan Andi untuk mengatasi bias-bias ini? Salah satu solusinya adalah dengan mengetahui dan mengenali bias-bias ini. Dengan pemahaman yang baik, ia dapat mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dampaknya. Misalnya, mengatur waktu dan tempat untuk membuat keputusan penting sehingga ia tidak merasa lelah, membatasi jumlah pilihan, dan berani mencoba hal baru.
Selain itu, Andi juga perlu belajar untuk menerima bahwa ia tidak bisa membuat keputusan sempurna setiap saat. Keputusan terbaik yang dapat ia buat adalah keputusan yang didasarkan pada informasi dan pengetahuan yang ia miliki saat itu.
Jadi, meski menghadapi bias kognitif dapat terasa seperti membuka peti Pandora, bukan berarti kita tidak bisa mengatasinya. Seperti kapten di lautan, kita perlu belajar mengendalikan kapal kita dengan baik, mengenal arah angin dan gelombang, dan berlayar dengan percaya diri.