Mohon tunggu...
Ndaru Hatmoko
Ndaru Hatmoko Mohon Tunggu... Human Resources - HR

Hobi indexing, liat orang beraktifitas di ruang publik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Labirin Kenyataan: Bagaimana Bias Kognitif Membelokkan Persepsi Kita

21 Juli 2023   10:30 Diperbarui: 21 Juli 2023   10:38 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta, kota berdenyut penuh dinamika. Sinar mentari pagi menyapa Andi, seorang pekerja kantoran, yang sedang memeriksa Google Maps. “30 menit menuju kantor,” perkiraan tersebut membuatnya tersenyum optimis. Andi tahu betul jalanan Jakarta yang macet, namun dia percaya dapat tiba tepat waktu. Inilah yang disebut Optimism Bias, kecenderungan kita untuk percaya bahwa kita akan mengalami lebih banyak hasil positif dibandingkan negatif.

Di kantor, Andi diberi tugas untuk membuat presentasi tentang proyek baru. Meski belum pernah menangani proyek serupa, dia merasa mampu menyelesaikannya dengan baik. Itulah Dunning-Kruger Effect, di mana seseorang merasa lebih kompeten daripada kenyataannya. Kekurangan pengetahuan kadang membuat kita tidak sadar akan apa yang tidak kita tahu.

Bias Kognitif, labirin yang memutarbalikkan kenyataan dan menghalangi kita melihat dunia sebagaimana adanya

Di ruang sebelah, ada Budi, seorang analis yang suka politik. Selama jam istirahat, Budi selalu mencari berita dan informasi yang sejalan dengan pandangannya, sering mengabaikan yang bertentangan. Itulah Confirmation Bias, bias kognitif yang mendorong kita untuk mencari, memfokuskan, dan mengingat informasi yang membenarkan pandangan kita.

Ketika hari mulai senja, Andi dan Budi pulang dari kantor dan menghadapi kemacetan lalu lintas akibat aturan ganjil-genap. Mereka melihat seorang pengemudi yang melanggar aturan dan segera menyalahkannya. Inilah Fundamental Attribution Error, kecenderungan kita untuk menyalahkan orang lain atas kesalahan mereka daripada mempertimbangkan faktor situasional.

Kembali ke rumah, Andi merenung tentang hari yang telah berlalu. Dia memberikan apresiasi diri atas presentasi yang dia buat, percaya bahwa itu berkat kerja kerasnya sendiri. Namun, ketika ditanya tentang keterlambatannya pulang, dia menyalahkan kebijakan ganjil-genap. Itulah Self-Serving Bias, kecenderungan kita untuk memberi kredit kepada diri kita sendiri ketika sesuatu berjalan baik dan menyalahkan faktor eksternal ketika sesuatu berjalan buruk.

Melalui cerita Andi dan Budi, kita bisa melihat betapa bias kognitif membentuk persepsi kita terhadap dunia. Mereka bagaikan labirin yang memutarbalikkan kenyataan dan bisa menghalangi kita untuk melihat sesuatu secara objektif.

Mengenali bias kita adalah langkah pertama untuk melihat dunia secara lebih objektif dan akurat

Dengan memahami dan mengenali bias ini, kita memiliki kesempatan untuk berusaha melihat dunia sebagaimana adanya, bukan hanya sebagaimana yang kita inginkan atau percaya. Kita bisa belajar untuk lebih mempertimbangkan perspektif orang lain, mencari dan mempertimbangkan informasi yang bertentangan dengan pandangan kita, dan berusaha memahami situasi orang lain sebelum menyalahkan mereka.

Dengan begitu, kita bisa membuat keputusan dan pilihan yang lebih baik, tidak hanya untuk diri kita sendiri, tetapi juga untuk orang lain dan masyarakat secara umum. Itulah pentingnya memahami dan mengakui bias kognitif kita, agar kita dapat bergerak melalui labirin kenyataan dengan cara yang lebih obyektif dan akurat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun