Mohon tunggu...
Suhendar M. Said
Suhendar M. Said Mohon Tunggu... Administrasi - Bloger, Civil Servant, Penikmat Kopi Hitam dan Senja Hari

Blogging, Bike, Run, Civil Servant, Author @rumahpemilu.org, and @birokratmenulis.org

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilu 2024: Gen-Z dan Gaya Politik Kontemporer

28 September 2023   15:44 Diperbarui: 28 September 2023   16:01 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: RRI.co.id

             Dalam Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) Tingkat Nasional Pemilu Tahun 2024 yang telah dilaksanakan pada 2 Juli 2023 lalu oleh KPU RI, dimana KPU RI merilis Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 204.807.222 Pemilih dengan rincian 102.218.503 Pemilih Laki-Laki dan 102.588.719 Pemilih Perempuan. Dalam Daftar Pemilih Tetap berdasarkan generasi dan umur dimana Generasi Y (Millenial) dan Generasi Z (Gen-Z) mendominasi daftar pemilih tetap Pemilu 2024 dengan menguasai lebih dari separuh DPT dengan rincian Pemilih Gen-Z sebanyak 46.800.161 (22,85%) dan Millenial 66.822.389 (33,60%)  atau sekitar 56,45% Pemilih.

         Generasi Z (Gen-Z) yang disebut pilar dari generasi emas pada 2045. Sensus 2020 mencatat jumlah penduduk Indonesia didominasi Generasi Z atau penduduk yang lahir pada kurun 1997-2012 dengan jumlah 75,49 juta jiwa atau 27,49 persen dari 270,2 juta jiwa total penduduk Indonesia. Dalam hal politik, dulu Generasi Z dinilai memiliki kecenderungan enggan terlibat, bahkan malah bersikap apatis. Namun, hal itu berbeda dengan kondisi kekinian. Belakangan ini dapat dilihat anak-anak muda mampu memengaruhi opini publik lewat ruang digital, termasuk dalam dunia politik dan kebijakan.

        Perspektif dikalangan umum, Generasi Z (Gen Z) di Indonesia sering dianggap sebagai remaja yang lugu terhadap situasi dinamika politik. Padahal, Gen Z memiliki cara berpolitik yang sangat berbeda dari gaya politik yang dianut oleh kakek-nenek bahkan orang tua mereka sendiri. Untuk membangun kesadaran politik, Gen Z hanya perlu buka Instagram, nonton Youtube, menggali di Google dan menunggu broadcast atau di invite ke grup Whatsapp dari nomor yang tidak dikenal. Tidak seperti generasi sebelumnya, yang pernah merasakan bersusah payah membeli koran, mencari informasi di berita televisi, menunggu sosialisasi politik dari pemerintah atau partai politik. Nyatanya sekarang, teknologi informasi membuat politik semakin dekat dengan kehidupan sehari-hari para Gen Z.

        Gen Z terbiasa dengan diskursus politik kesetaraan, keadilan, kebebasan, keberagaman dan kosmopolitanisme. Hal tersebut mereka peroleh dari komedi, komik, film, lagu, meme, infografik dan produk kebudayaan popular lainnya, yang secara langsung maupun tidak langsung telah membentuk pemahaman mereka terhadap politik. Perhatian politik Gen Z tidak seperti pendahulu mereka yang senang bicara tentang perdebatan ideologi-ideologi besar dunia. Gen Z di Indonesia punya cara sendiri yang unik, cair dan kreatif dalam memodifikasi banyak hal, termasuk ideologi politik.

 sumber gambar: publika
 sumber gambar: publika

       Sebagaimana mereka tidak suka mempertentangkan antara kapitalisme dan sosialisme, atau islamisme dengan nasionalisme, atau yang lainnya. Karena bagi Gen Z, segala yang bertentangan dapat dikompromikan, dimoderasi, dikelola dan dibawa santai. Dapat dikatakan, rata-rata dari Gen Z semakin tidak mengasosiasikan diri mereka terhadap gagasan ideologi politik tertentu jika dibandingkan dengan generasi baby boomers, Generasi X, dan Generasi Milenial yang masih mencoba melestarikannya.

      Kekhawatiran generasi ini lebih kepada isu-isu yang aktual daripada yang faktual. Maka tidah aneh jika mereka lebih kritis terhadap gaya politisi ketimbang programnya, lebih peduli terhadap kebijakan yang viral dari pada yang esensial, lebih suka atraksi ketimbang sosialisasi. Dengan demikian, pamor partai politik dapat diprediksi semakin tergerus dari tahun ke tahun jika tidak mencoba beradaptasi dengan perilaku dan selera politik kontemporer Gen Z hari ini.

      Mulai dari maraknya fake news, menguatnya politik identitas, pencitraan politik, saling sindir antar relawan dan saling menjatuhkan antar politisi. Kesadaran politik Gen Z tumbuh dalam dikotomi politik yang ekstrim namun menariknya malah membuat generasi ini lebih santai dan berimbang melihat perseteruan tersebut.

     Gen Z menjadikan politik sebagai ajang senang-senang (Having Fun) daripada pertempuran. Misalnya, terlihat dari munculnya sosok Aji Pratama, juara pertama lomba kritik DPR RI yang dapat menyampaikan kritik dengan menghibur. Aji merupakan cerminan dari Gen Z yang bersedia berpolitik dengan santai dengan membuat Fahri Hamzah hingga Hasto Kristiyanto tertawa terpingkal-pingkal bersamaan.

     Dalam politik, Generasi Z telah memilih memperjuangkan masalah seperti hak asasi manusia, lingkungan, dan isu-isu yang berkaitan dengan kesetaraan gender. Mereka juga menggunakan media sosial dan platform daring lainnya dalam memperjuangkan pendapat mereka dan mempengaruhi opini publik yang berkembang.

     Atlet pencak silat Hanifan Yudani Kusuma telah melakukan pendidikan politik kepada publik dengan selebrasinya memeluk Jokowi dan Prabowo saat meraih medali emas di ajang Asian Games 2018. Momen itu membuat suasana politik menjadi sejuk seketika, dipelukan pemuda 19 tahun saat itu. Di media sosial, semua orang memuji Hanifan yang dianggap dapat mempersatukan Indonesia, karena semua orang sudah cukup jenuh dengan persaingan politik dalam Pemilihan Presiden kala lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun