Mohon tunggu...
Nanda Hutabarat
Nanda Hutabarat Mohon Tunggu... -

♥ singing. \r\nAnd music one of my best parts, more than that God is everything.\r\nI will always sing for the Lord...\r\n\r\n♥ writiting.\r\nwrite all about God and about people who are very valuable in my life ^ ^

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Melati Tak Pernah Sendiri

9 September 2010   15:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:19 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya Melati. Bukan, saya bukan sekuntum bunga. Saya seorang gadis berumur 18th. Seperti nama saya, hidup saya tidak jauh2 dari kata bunga. Saya penjual bunga dipinggir jalan. Dengan mengendarai sepeda mini saya bisa mengelilingi kota ini untuk menjual bunga milik ibu saya. Ibu saya telah tiada ketika saya beranjak berumur 16th. Sedangkan ayah, saya tidak pernah bertemu dengannya. Saya dibesarkan ibu, seorang wanita cantik yang luar biasa. Kata ibu, ayah meninggalkan kami ketika saya baru berumur 3bulan dengan alasan tidak sanggup membiayai kehidupan keluarga. Tak apalah, saya tak pernah marah kepada ayah. Semenjak ibu pergi, saya terpaksa berhenti sekolah padahal saat itu saya sudah kelas 2SMA. Sedih rasanya tapi keadaan mengharuskan saya berhenti sekolah. Ibu meninggalkan usaha bunga miliknya dan sepeda mini ini untuk saya. Dengan kedua hal ini saya bisa meneruskan hidup saya. Kalau ada gadis penjual atau pengantar bunga berambut panjang sedang mengendarai sepeda mini sambil bernyanyi-nyanyi. Itu saya, melati Saya memang senang bernyanyi. Ibu pernah bilang suara saya bagus dan selalu meminta saya bernyanyi, dan lagu favorite-nya adalah lagu2 rohani… “ku tau Tuhan pasti buka jalan… ku tau Tuhan pasti buka jalan… Asal ku hidup suci tidak turut dunia ku tau Tuhan pasti buka jalan…” ya begitulah kira2 lirik lagu yang selalu aku nyanyikan untuk ibu. Ah ibu… Saya jadi rindu

(
(
Ibu pernah meminta saya ikut aktif melayani di gereja tempat kami beribadah tapi saya masih keberatan, saya sedikit malu dengan keadaan saya yang hanya seorang penjual bunga. Dan semenjak ibu tiada, saya benar2 jarang ke gereja. Saya tidak kecewa sama Tuhan. Saya hanya tidak siap ketika melihat teman2 gereja bergandengan tangan dengan kedua orang tua mereka dan saya hanya sendirian
(
(
Waktu terus berlalu, hampir 3th kepergian ibu… Saya masih berjualan bunga. Hingga waktu itu tiba… Saya mengantar bunga ke rumah seorang wanita. Wanita ini ramah, wajahnya memancarkan kasih. Melihat dia saya jadi teringat ibu saya. Dia mengajak saya masuk kerumahnya, obrolan hangat pun terjadi di antara kami. Nama ibu ini Grace. Nama yang bagus, seperti orangnya. Ibu Grace mengajak saya ke gereja, saya masih keberatan. Saya hanya bilang “Iya bu, lain kali saja…” dia hanya tersenyum sambil berkata “Kenapa harus lain kali kalau kamu bisa saat ini?” Saya hanya diam. Tak lama kemudian dia berkata “Katamu ibu mu selalu mengajak mu ke gereja… tapi kamu selalu keberatan karna malu kamu hanya seorang penjual bunga… Iya? Apa kamu mau Tuhan mengambil semua apa yang menjadi kepunyaanmu saat ini, agar kamu bisa datang bertemu dengan-Nya dengan begitu kamu tidak perlu malu lagi karna selanjutnya kamu tidak akan bisa berjualan lagi?!!” Ibu Grace diam lagi, sedikit menghela nafas dan berkata ” Tuhan tak pernah melihat pekerjaanmu saat kamu datang bertemu dengan-Nya. Tuhan mengasihimu. Saya kaget, kata2 ibu ini benar2 menampar saya. Saya pulang dan perkataan ibu Grace benar2 membuat saya tidak bisa tenang. Rasanya ingin menangis… Hari minggu tiba dan ini hari ketiga setelah pertemuan saya dengan ibu Grace. “Kegereja… ngga… gereja… ngga… gereja… ng… geraja!!!” Ucap saya semangat. Saya harus kegereja. Pikir saya. Bukan karena perkataan Ibu Grace tapi karena saya juga sudah sangat rindu bertemu dengan Tuhan. Di gereja. Apa yang saya takutkan dulu benar2 terjadi. Saya melihat anak2 digandeng kedua orang tuanya dan saat itu saya sendirian. Saya sedih…
(
(
Hanya bisa berdoa “Tuhan, kalau boleh saya juga ingin sekali di gandeng orang tua saya…” Tuhan memang ngga mengirim orang tua saya untuk menggandeng saya saat itu karena tangan-Nya sendiri yang menggandeng saya. Mulai saat itu saya tau, saya tak pernah sendiri. Trimakasih Tuhan!!!
)
)
(Mazmur 27 : 10)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun