Mohon tunggu...
rahmi
rahmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

music, book, blue

Selanjutnya

Tutup

Hukum

LGBT dalam perspektif hukum di Indonesia

13 Oktober 2024   20:10 Diperbarui: 13 Oktober 2024   20:35 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia merupakan negara dengan populasi LGBT terbesar ke-5 di dunia, hal ini didasarkan pada hasil survey CIA (Hasnah & Alang, 2019). Fenomena LGBT terus meningkat tiap tahunnya di Indonesia.

Isu LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) telah menjadi topik kontroversial di Indonesia, seringkali memicu perdebatan panas di media sosial, ruang publik, dan kalangan pemerintahan. Meskipun dunia internasional secara bertahap menunjukkan penerimaan terhadap kelompok LGBT, di Indonesia perdebatan mengenai topik ini tetap sulit karena dipengaruhi oleh faktor agama, budaya, politik, dan hak asasi manusia.

Di Indonesia, sejak tahun 1982 mulai dibentuk komunitas untuk mengakomodasi kepentingan kaum gay, dan pada tahun 1980-an hingga tahun 1990-an mulai bermunculan komunitas serupa bagi kaum lesbian, gay, dan transgender. Keberadaan kaum homoseksual di Indonesia masih menjadi kontroversi di negara yang mayoritas muslim serta menjunjung nilai moral yang tinggi. Homoseksual masih dianggap tabu dan menakutkan oleh sebagian besar kalangan masyarakat.

Faktor Penyebab Terjadinya Penyimpangan Orientasi Seksual

Penyimpangan orientasi seksual ini terjadi bukan tanpa sebab, ada berbagai macam alasan yang menyebabkan individu mendeklarasikan dirinya sebagai bagian dari LGBT. Menurut hasil kajian Counseling and Menthal Health Care of Transgender Adult and Loved One fenomena LGBT khusunya transgender muncul karena pengaruh lingkungan, budaya, fisik, psikososial, agama, dan kesehatan (Azmi, 2016). Faktor lingkungan menjadi salah satu alasan yang paling memengaruhi penyimpangan orientasi seksual. Selain faktor lingkungan ada pula faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan seseorang menjadi LGBT. Menurut Musyarofah (2019) faktor pemilihan orientasi seksual di individu lesbian dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor psikologis, faktor lingkungan, serta faktor ekonomi. Ketertarikan sesama jenis timbul sejak masa remaja. Adanya trauma pelecehan seksual, konsep diri perihal lelaki dan wanita yang kabur semasa kecil, serta pengalaman menjalin hubungan dengan lawan jenis yang kurang menyenangkan sebagai faktor pendorong subjek menjadi lesbian.

Status Hukum LGBT di Indonesia: Ketidakjelasan dan Kekosongan Hukum

Secara hukum, Indonesia tidak memiliki undang-undang nasional yang secara eksplisit mengkriminalisasi hubungan sesama jenis atau orientasi seksual non-heteroseksual. Namun, tidak adanya perlindungan hukum yang jelas juga menciptakan ruang ketidakpastian yang besar bagi komunitas LGBT. Di satu sisi, Indonesia tidak secara langsung melarang LGBT, tetapi di sisi lain, tidak ada undang-undang yang melindungi hak-hak mereka, terutama dari diskriminasi dan kekerasan.

Beberapa peraturan di tingkat lokal memperkeruh situasi. Di Aceh, misalnya, yang menerapkan hukum syariah berdasarkan Qanun Jinayat, hubungan sesama jenis dianggap sebagai pelanggaran serius dan dapat dihukum cambuk di depan umum. Meskipun Aceh merupakan satu-satunya provinsi yang secara resmi memiliki hukum syariah, beberapa daerah lain, seperti Sumatera Barat, juga memberlakukan peraturan daerah yang mempersempit ruang gerak komunitas LGBT dengan alasan menjaga moralitas publik.

Perlindungan Hukum Terhadap LGBT: Tantangan dan Kekosongan

Di tengah ketidakjelasan hukum yang ada, LGBT di Indonesia menghadapi berbagai tantangan, terutama terkait diskriminasi, kekerasan, dan hak asasi. Tidak adanya undang-undang anti-diskriminasi yang jelas membuat mereka sering menjadi sasaran pelecehan, baik secara verbal maupun fisik. Beberapa anggota komunitas LGBT bahkan harus menghadapi kekerasan berbasis gender, tanpa adanya perlindungan hukum yang kuat.

Pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sering kali digunakan untuk menargetkan komunitas LGBT, meski secara eksplisit tidak menyebutkan orientasi seksual. Misalnya, pasal terkait "kesusilaan" atau "kejahatan terhadap kesusilaan" kerap dipakai untuk menyerang atau mengkriminalisasi perilaku homoseksual, terutama ketika aktivitas tersebut dipublikasikan atau terungkap ke publik. Pasal-pasal ini bersifat umum dan dapat ditafsirkan secara luas, memberikan ruang bagi aparat penegak hukum untuk menindak komunitas LGBT dengan dalih menjaga norma kesusilaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun