Mohon tunggu...
rikza agustine
rikza agustine Mohon Tunggu... -

simple :)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Akil Mochtar Semakin Runtuhkan Wibawa Lembaga Negara

16 Oktober 2013   23:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:27 890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini Indonesia diguncang kembali dengan adanya kasus korupsi di lembaga MK (Mahkamah Konstitusi). Tertangkap tangannya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar terkait kasus suap sengketa Pilkada kian meruntuhkan wibawa lembaga Negara khususnya dalam bidang hukum. Bahkan, sebagai lembaga tinggi negara dalam bidang ketatanegaraan Indonesia, kredibilitas MK dipertanyakan.

Kasus suap yang melibatkan Akil Mochtar ini menjadi perhatian dari seluruh rakyat Indonesia. Lembaga tinggi Negara dan juga pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama Mahkamah Agung ini ternyata sama saja dengan lembaga Negara lain yang juga terjangkit korupsi. Hal ini sangat menyedihkan sekali ketika mengingat pernyataan Akil Mochtar beberapa waktu lalu bahwa Ia akan memerangi korupsi dan bahkan dia berani untuk memotong jarinya kalau Ia terbukti menerima uang hasil suap maupun korupsi.

Mahkamah Konstitusi yang dulunya sangat disegani oleh masyarakat dan dianggap sebagai tonggak terakhir dalam penegakan hukum kini telah luntur akibat kasus suap yang dilakukan oleh Akil Mochtar. Bahkan, dengan munculnya kasus MK ini masyarakat akan menganggap bahwa lembaga tinggi Negara di Indonesia ini semuanya telah bobrok dan hanya many oriented.

Sebenarnya, kejadian yang beruntun mengenai kasus korupsi dan suap bukanlah semata-mata karena kurangnya penegakan hukum di Indonesia. Budaya suap dan korupsi seakan sudah mengakar begitu dalam pada lembaga-lembaga Negara, yang akhirnya sekarang setelah adanya Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) kasus-kasus tersebut mulai terbongkar satu persatu termasuk kasus suap MK.

Dari serangkaian kasus tersebut yang perlu diperbaiki adalah sumber daya manusia yang ada dilembaga Negara. SDM yang dibutuhkan adalah yang ‘benar-benar bersih’, dengan kata lain tidak hanya mengaku bersih dari perkataan saja tapi juga dengan perbuatan. Percuma saja apabila seperti kasus Akil Mochtar yang menggalakkan pemberantasan korupsi dengan potong jari malah justru dirinya sendiri yang menjadi tersangka korupsi tersebut. Bahkan, kasus MK ini tidak hanya berdampak pada badan MK sendiri namun juga memberi citra negative masyarakat terhadap semua lembaga Negara di Indonesia dan juga partai politik yang terkait.

Jadi, apalagi yang tersisa dari negeri ini? Rasa apatis terhadap lembaga Negara Indonesia  sudah bermunculan dari benak masyarakat. Masihkah oknum-oknum lain yang terlibat dalam kasus korupsi maupun suap akan tetap melakukan aksinya? Mungkin saja, jika oknum-oknum tersebut masih saja many oriented. Atau mungkin mereka akan berhenti jika tersangka korupsi diberi hukuman mati seperti yang dinyatakan oleh Jimly Asidiqie. Mungkin saja.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun