Kenaikan harga kos di UNNES merupakan satu dari sekian banyak kompleksitas permasalahan mahasiswa di UNNES. Masalah di UNNES adalah mahalnya UKT, SPI, dan segala proses pembiayaan yang berkaitan dengan sistem birokrasi kampus. Belum lagi pengeluaran untuk masa orientasi MABA (mahasiswa baru), perlu mengocek kantong yang dalam untuk mengikuti serangkaian kegiatan mulai dari, ospek tingkat universitas, fakultas, jurusan hingga kegiatan di UKM yang tentunya jika diperhitungkan membebani MABA. Kebijakan kampus dalam mengakomodir permasalahan ini nampaknya belum terlihat dan itu yang menjadi kegagalanya!, justru kampus semakin memperparah kondisi financial keluarga mahasiswa, dengan kebijakan kampus terkait SK REKTOR UNNES 2023 tentang daya tampung penerimaan mahasiswa baru dengan daya tampung seluruh mahasiswa 11. 150. Penambahan jumlah mahasiswa yang tidak diimbangi oleh penambahan jumlah tempat tinggal tentunya akan mengakibatkan kelangkaan, ketika terjadi kelangkaan menyebabkan kenaikan harga kos di wilayah UNNES. Meskipun birokrat kampus bukan faktor utama kenaikan tersebut(faktor utama makelar), tapi akibat kegagalan biroktat mengeluarkan kebijakan tanpa menganalisis lingkungan sekitar(tempat tinggal) hal ini berakibat fatal terhadap kerberlangsungan mahasiswa UNNES kedepannya. Penambahan kouta 50% untuk jalur mandiri menjadi bukti  bahwa birokrat ingin meruap keuntungan sebanyak"nya dari mahasiswa, melalui SPI (Sumbangan Pengembangan Institusi), sumbangan yang diberikan mahasiswa kepada pihak birokrat justru mendegradasikan mahasiswa UNNES itu sendiri!. Karena mahasiwa harus mengeluarkan uang yang lebih banyak untuk bersaing agar dapat diterima di kampus yang katanya, konservatif ini. Tepat disitulah titik permasalahannya, kampus membuka peluang untuk mereka yang ber uang & mereka yang tidak mampu akan gugur dengan sendirinya, bukankah untuk itu SPI diadakan?. Kita tidak bisa menyamakan mahasiswa UNNES dengan mahasiswa perguruan tinggi lainnnya, karena sebagain besar mahasiswa UNNES rata- rata berangkat dari tingkat perekonomian menengah ke bawah, sehingga permasalahan kenaikan kos akan berdampak terhadap keuangan keluarga mereka, jika rata-rata pendapatan orang tua mahasiswa di UNNES 4 juta/bulan dan memiliki dua anak, tentu ini akan  berpengaruh terhadap masa depan anaknya, kenapa? mari kita asumsikan, jika mahasiswa di UNNES rata-rata UKTnya 3 juta/semester artinya 500K/bulan, uang kosnya 6 juta/tahun(bisa lebih) artinya 500K/bulan, uang jajan 1 juta/bulan(bisa lebih) (makan, buku, fotocoopy, dll). Baru beberapa aspek saja yang kita hitung orang tua mahasiswa harus mengocek uang sebanyak 2 juta/bulan untuk 1 anaknya, belum lagi kebutuhan hidup keluarganya, anak satunya, dana sosial dll. Ada kemungkinan mahasiswa UNNES akan bisa kuliah diawal, namun di pertengahan semester terancam cuti karena tak sanggup membayar UKT. Ketika mahasiswa ingin cuti pun tetap membayar 50K sebagai syarat adminitrasi(menurut penuturan salah satu anak yang sudah cuti). Kebijakan seperti apa ini!, mahasiswa tak mampu membayar UKT bukannya digratiskan malah diminta 50K, sungguh miris ingin berpendidikan di negeri sendiri, membuat masyarakat menangis!. Itulah realitas kondisi mahasiswa di UNNES, jika merujuk menggunakan data, agaknya orang tua mahasiswa yang berpendapatan 4 juta/bulan lebih dari satu, bisa ribuan hingga puluhan ribu jika menggabung empat angkatan yang masih aktif kuliah di UNNES. Kelangkaan kos yang menyebabkan kenaikan harga kos harus menjadi perhatian kampus, setidaknya jika tidak bisa membantu mengurangi harga kos, birokrat bisa membantu  mengurangi UKT untuk mahasiswa yang terkendala terkait biaya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H