Ibu dan anak merupakan salah satu indikator keberhasilan sistem kesehatan suatu negara. Pada butir ke-4 dan ke-5 Millenium Development Goals (MDG’s) menurunkan angka kematian bayi dan ibu merupakan kesepakatan bersama. Dalam indikator ini, Indonesia adalah salah satu negara yang masih merangkak dalam meraih angka yang lebih baik.Maka dari itu, banyak hal yang harus dilakukan oleh kalangan praktisi kesehatan untuk meningkatkan kualitas dan angka kedua indikator ini. Langkah-langkah pencegahan terhadap penyakit terhadap kondisi harus dilakukan sejak dini, khususnya pada ibu hamil.
Perawatan antenatal sangat penting untuk menjaga ibu melahirkan secara normal dan tanpa komplikasi. Komunikasi yang baik antara praktisi kesehatan dan ibu sangatlah esensial. Dalam berkomunikasi, sang dokter harus bisa memberikan kejadian evidence-based dan berdasarkan kebutuhan yang diperlukan.
Disisi lain, infeksi merupakan salah satu sebab yang dikhawatirkan dapat berbahaya untuku kondisi ibu hamil. Menurut National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) revisi 2010, skrining yang diperlukan ibu hamil untuk pencegahan infeksi adalah seperti:
1.Asimptomatik bakteriuria
Ibu harus ditawarkan untuk secara rutin cek asimptomatik bakteriuria dari urin tengah pada awal kehamilan. Identifikasi dan pengobatan dini dapat mengurangi resiko pyelonefritis.
2.Bakterial vaginosis asimptomatik
Ibu hamil tidak disarankan untuk rutin mengecek bacterial vaginosis karena bukti telah menunjukkan bahwa identifikasi dan pengobatan terhadap bacterial vaginosis tidak menurunkan risiko bayi lahir premature.
3.Clamydia trachomatis
Pada saat pemeriksaan, praktisi kesehatan harus mengetahui berapa usia sang ibu untuk mengindikasi pemeriksaan infeksi klamidia. Wanita yang berusia dibawah 25 tahun memeriliki prevalensi yang tinggi untuk mendapatkan infeksi klamidia. Skiring ini juga tidak ditawarkan sebagai skrining rutin ketika hamil.
4.Cytomegalovirus
Sitomegalovirus tidak termasuk skrining rutin dan tidak disarankan.
Untuk pengecekan infeksi lainnya, guideline masih sama dengan yang lama.
Selain infeksi, penting bagi praktisi kesehatan untuk skiring preeklamsia karena prevalensi yang tinggi. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada skiring preeklamsia:
1.Mengukur tekanan darah dan urinalisis protein pada konsultasi antenatal untuk mengetahui preeklamsia.
2.Mengetahui faktor risiko yang dimiliki sang ibu untuk mendapatkan preeklamsia seperti:
Berusia 40 tahun, nulipariti, jarak kehamilan lebih dari 10 tahun, riwayat keluarga dengan preeklamsia, IMT 30kg/m2 atau lebih, riwayat penyakit vaskuler, penyakit renal, dan kehamilan banyak
3.Keberadaan hipertensi dan/atau proteinuria yang signifikan harus mendapatkan perhatian lebih
4.Pengukuran tekanan darah harus diukur dengan standar dibawah:
Melonggarkan pakaian yang ketat, pastikan tangan dalam kondisi rileks, turunkan tekanan darah 2 mmHg per detik per detak, ukur tekanan diastole pada ketika suara hilang (fase V)
5.Hipertensi didiagnosis pada kondisi tekanan diastole 110 mmHg atau pada dua pembacaan tekanan menunjukkan angka 90 mmHg dalam rentang waktu 4 jam dan/ atau adanya proteinuria signifikan (1+) dan mendapatkan perhatian khusus.
6.Ketika tekanan sistolik diatas 160 mmHg pada dua kali pembacaan dalam rentang waktu 4 jam. Selain itu, pengobatan juga harus diperhatikan untuk ibu dengan tekanan darah seperti ini.
7.Semua ibu hamil harus diedukasi untuk waspada jika ada gejala preeklamsi, seperti sakit kepala berlebihan, gangguan pengelihatan, sakit hebat dibawah tulang rusuk, muntah mendadak, pembengkakan pada muka, tangan dan kaki.
Nabila
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H