“Aku pengen lanjut studi di luar negeri”
Seolah tidak mendengar apa-apa, seisi rumah nampak mengacuhkan ucapan Si Sulung.
“Lanjut disini aja. Kuliah di luar negeri mahal, belum uang kampus, apalagi biaya hidup. Adekmu juga masih perlu biaya buat kuliah,” ujar ibu seraya menatap Nadia Omara di televisi.
Mendengar ucapan ibu lantas tidak membuat Si Sulung kehabisan ide, “tapi kalau aku dapat full beasiswa boleh ngga?”
“Nanti kalau Bapa kangen gimana?”
“Kan sekarang bisa telpon atau video call, pak.”
Percakapan itu berhenti seiring terdengarnya kumandang adzan. Bulan menampakkan bentuknya dan seisi rumah kembali ke kamar masing-masing untuk istirahat. Si Sulung duduk termenung di atas sajadah. Segala pemikiran nampak ramai bersuara di kepalanya. Begitu banyak hal yang dipertimbangkan tentang masa depannya 10 tahun mendatang.
Bulan ini bayar UKT sama beli alat. Belum lagi beli kacamata. Apa ga usah beli kacamata ya? Kata dokternya ga bisa di cover BPJS, pasti mahal.
Lelah dengan pikiran itu, kedua tangannya mulai menengadah ke atas. Dengan mata tertutup, hatinya mulai berbicara kepada Pemilik Alam Semesta. Walaupun kamar Si Sulung senyap, namun di suara hatinya begitu ramai memanjatkan harapan-harapan tampaknya sulit digapai. Tidak dirasa sebuah kehangatan mengalir di sisi kiri mata Si Sulung.
Si Bungsu datang ke kamar Si Sulung, “Kak, adek mau tidur disini”
“Kenapa?”