Mohon tunggu...
Nazwah Nnida
Nazwah Nnida Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Telah menjalani hidup yang luar biasa selama 20 tahun. Dengan pribadi yang plegmatis. Hobby membaca, mendengarkan musik dan menulis. Sangat menyukai cerita-cerita filsafat kehidupan, misteri dan klasik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Moonchild

23 Juni 2022   13:32 Diperbarui: 23 Juni 2022   13:46 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Ah… aku sudah seperti pencuri yang kabur dari rumah sendiri” katanya tak menjawab pertanyaanku sambil merapikan pakaian yang memang sedikit berantakan.

"Ada apa? Kamu kabur dari rumah?" tanyaku berasumsi tanpa dasar

"Ada orang aneh Namu, diaa... ah sudah-sudah jangan dipikirin" katanya masih sedikit terengah-engah. Aku bingung haruskah aku mengajaknya juga pergi ke bukit. Orang yang baru kukenal ditaman sore tadi.

"Kalau begitu, ayo ikut aku" aku menarik tangannya dan kita berjalan melewati gang-gang sempit, jalan pintas agar lebih cepat sampai bukit. Ya aku memutuskan untuk mengajaknya, karena sepertinya ia jauh lebih membutuhkan pemandangan maam hari ini.

“Kita mau pergi kemana?” tanyanya. Sedikit aneh karena biasanya setiap anak perempuan akan menolak ajakan orang asing yang menarik tanganya tanpa tahu mau kemana. “Mira, pernahkah kamu pergi tapi tidak pernah bisa pergi sekalipun?” aku tahu mungkin pertanyaan itu terdengar aneh ditelinganya. Tapi itulah yang kupikirkan ketika ditanya ingin pergi kemana.

“Hmm.. aku pergi, tapi tetap disini” katanya, ia berhenti sejenak membenarkan tali sepatunya “kamu pasti tau maksudku” katanya lagi. Aku sedikit tertegun kemudian mengangguk “samaa” kataku. Cukup terkejut karena tidak biasanya orang-orang akan mengerti maksudku dalam sekali dengar.

Kita sudah dekat dengan bukit, aku mempercepat langkahku dan Mira mengikuti. Jalanan menuju bukit sedikit tidak rata dan menanjak, berkali-kali Mira tersandung batu. Aku bersyukur Mira bukan gadis yang mudah mengeluh lelah dan sakit. Ia banyak bangun dengan dirinya sendiri bahkan tanpa aku tahu dia jatuh. “apakah jatuh sudah biasa bagimu?” tanyaku, aku memutuskan untuk menunggu mira agar berjaln disampingku.

“Bukankah semua rasa sakit ini adalah takdirku? Kita sama-sama tahu bahwa hidup memang seperti ini, jadi jatuh tersandung batu dibukit bukan apa-apa” katanya.

“Ya, saat-saat seperti itu kau boleh menangis atau mengeluarkan semuanya, tapi jangan merobek dirimu sendiri” balasku, kemudian kita diam larut dalam pikiran masing-masing.

“Kau bilang ingin mati, tapi hidup lebih keras lagi. Kau bilang ingin melepaskan beban, tapi malah menambah beban. Kau tahu, tersenyum adalah rasa sakit yang tidak berakhir. Kau tahu, tak ada kebebasan ketika kau meneriakkan kebebasan” -moonchild-

Kami sudah sampai didataran tinggi, kemudian mengambil tempat duduk menghadap pada pemandangan malam yang indah. "Kau lihat, bulan itu bagus kan Mir, dia bersinar tepat pada waktunya" kataku sambil menunjukan bulan diatas pemandangan kota malam hari. Mira hanya diam, menikmati pemandangan didepannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun