Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari, pendidikan, pemerintahan, dan media massa di seluruh Indonesia. Namun, dalam konteks pendidikan di tingkat Sekolah Dasar (SD), penggunaan bahasa Indonesia sering kali dipengaruhi oleh bahasa daerah yang kuat di masyarakat sekitar. Pengaruh ini bisa menjadi kendala yang signifikan dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia, baik dalam hal pemahaman maupun keterampilan berbahasa.
 1. Pengaruh Bahasa Daerah yang Kuat
Sebagian besar siswa di Indonesia tumbuh dalam lingkungan yang mayoritas menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa sehari-hari. Di banyak wilayah, bahasa daerah seperti Jawa, Sunda, Batak, Bugis, Minangkabau, dan lainnya masih dominan digunakan dalam komunikasi keluarga dan masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan beberapa kendala dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di tingkat SD.
a. Penggunaan Kosakata yang Tidak Sesuai
Bahasa daerah sering kali memiliki struktur, kosakata, dan pelafalan yang berbeda dengan bahasa Indonesia. Siswa yang terbiasa menggunakan bahasa daerah mungkin kesulitan dalam membedakan kosakata yang tepat dalam bahasa Indonesia. Misalnya, dalam bahasa Jawa atau Sunda, ada kata-kata tertentu yang memiliki makna yang mirip dengan bahasa Indonesia, namun berbeda dalam penggunaannya.Â
Contoh :Â Kata "ulah" (Sunda) vs "jangan" (Indonesia)
Sunda: "Ulah" berarti jangan, tetapi lebih sering digunakan dalam bentuk peringatan atau larangan.
Contoh: "Ulah telat datang." (Jangan terlambat datang.)
Indonesia: "Jangan" juga berarti larangan, tetapi cenderung lebih umum digunakan dalam konteks apapun.
Contoh: "Jangan lupa membawa tas
b. Pengaruh Pelafalan yang Salah
Bahasa daerah cenderung memiliki pola pelafalan yang berbeda dengan bahasa Indonesia. Misalnya, dalam bahasa Jawa, suara vokal dan konsonan tertentu mungkin diucapkan dengan cara yang berbeda dari bahasa Indonesia. Hal ini dapat menyebabkan kesalahan dalam pengucapan kata-kata bahasa Indonesia oleh siswa, yang pada akhirnya mempengaruhi keterampilan berbicara dan mendengarkan mereka.
Contoh :Â Konsonan yang Berbeda Pengucapannya
Kata: "ngomong" (bahasa Jawa) vs. "ngomong" (bahasa Indonesia)
Bahasa Indonesia: Kata "ngomong" sering kali diucapkan dengan pemisahan suara "ng" menjadi "n" dan "g" yang terpisah, seperti "n-go-mong".
Bahasa Jawa: Dalam bahasa Jawa, konsonan "ng" harus diucapkan dalam satu kesatuan tanpa dipisah, seperti [ngoh-mohng].
c. Kebiasaan Berbahasa yang Kurang Terstruktur
Bahasa daerah, meskipun memiliki aturan gramatikalnya sendiri, sering kali tidak seformal bahasa Indonesia. Sebagai contoh, banyak bahasa daerah yang tidak memiliki sistem kalimat yang seketat atau serinci bahasa Indonesia. Ketika siswa terbiasa menggunakan bahasa daerah, mereka mungkin mengalami kesulitan dalam mengikuti aturan tata bahasa Indonesia yang lebih kompleks.
Contoh (bahasa Jawa):
Berkata: "Aku arep menyang pasar" (saya akan pergi ke pasar).
Kurang struktur: Penggunaan "arep" (akan) dan "nyang" (ke) sering kali disalahgunakan atau dicampur tanpa memerhatikan kaidah tata bahasa yang lebih baku.
Bahasa Indonesia yang benar: "Saya akan pergi ke pasar.
 2. Solusi untuk Mengatasi Pengaruh Bahasa Daerah dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia