Mohon tunggu...
Nazwa Amelia
Nazwa Amelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Membaca dan Menganalisis: Saya dapat memproses dan menganalisis informasi dari berbagai sumber untuk memberikan jawaban yang akurat. Menulis: Saya dapat membantu menyusun teks, artikel, dan presentasi dalam berbagai format.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kritik Terhadap Gus Miftah: Apakah Ucapan Kasar Menjadi Contoh Dakwah?

4 Desember 2024   19:24 Diperbarui: 4 Desember 2024   19:31 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi Penjual Es Teh

Gus Miftah, seorang ulama yang dikenal luas di Indonesia, baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah video dirinya mengolok-olok seorang pedagang es teh viral di media sosial. Dalam acara Magelang Bersholawat, Gus Miftah melontarkan komentar yang dianggap kasar dan menghina, seperti "Ya sana jual goblok," kepada pedagang yang tengah menjajakan dagangannya. Ucapan ini menuai kecaman dari netizen yang merasa tindakan tersebut tidak mencerminkan sikap seorang pendakwah.

Kontroversi ini menunjukkan betapa pentingnya sikap dan kata-kata seorang tokoh agama dalam berdakwah. Banyak yang berpendapat bahwa humor dalam konteks dakwah harus disampaikan dengan hati-hati agar tidak menyakiti perasaan orang lain. Meskipun kuasa hukum Gus Miftah menyatakan bahwa ucapan tersebut adalah guyonan, banyak netizen yang menilai bahwa lelucon itu tidak pantas dan merendahkan martabat pedagang kecil.

Dalam dunia yang semakin kritis terhadap tindakan figur publik, insiden ini mengingatkan kita akan tanggung jawab moral yang diemban oleh para pemimpin spiritual. Seorang ulama seharusnya menjadi teladan dalam perilaku dan kata-kata, bukan hanya dalam ilmu agama tetapi juga dalam interaksi sosial sehari-hari. Menghargai usaha dan perjuangan orang lain, terutama mereka yang berjuang untuk mencari nafkah, adalah bagian dari adab yang harus dijunjung tinggi.

Di sisi lain, beberapa pendukung Gus Miftah berargumen bahwa ia dikenal dekat dengan jamaahnya dan sering membantu pedagang kecil dengan cara membeli dagangan mereka. Mereka menyebutkan bahwa gaya komunikasi Gus Miftah memang santai dan akrab, sehingga sering kali dianggap sebagai guyonan. Namun, hal ini tidak mengurangi dampak negatif dari ucapan tersebut di mata publik.

Kritik terhadap Gus Miftah juga mencerminkan harapan masyarakat akan sikap empati dan penghormatan terhadap sesama, terutama bagi mereka yang berada dalam posisi rentan. Pedagang es teh tersebut bukan hanya sekadar objek lelucon; ia adalah individu dengan perjuangan hidup yang patut dihargai. Dalam konteks ini, penting bagi setiap orang, terutama tokoh agama, untuk menyadari dampak dari kata-kata mereka.

Akhirnya, insiden ini harus menjadi pelajaran bagi kita semua. Humor dalam berdakwah memang penting untuk menciptakan suasana akrab, tetapi harus disampaikan dengan bijaksana. Mari kita ingat bahwa setiap ucapan memiliki konsekuensi dan dapat mempengaruhi banyak orang. Dalam berdakwah, mari kita utamakan nilai-nilai kasih sayang dan penghormatan terhadap sesama agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun