Mohon tunggu...
Nazwa Amara
Nazwa Amara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di ITB Ahmad Dahlan Jakarta

Saya lahir di Jakarta pada tahun 2004. Memiliki hobi berolahraga dan berkesenian.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

PPN Naik, Bagaimana Nasib Pengusaha?

23 Januari 2025   16:25 Diperbarui: 23 Januari 2025   16:23 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Entrepreneur. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcomp

Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pajak yang dipungut oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Pemerintah yang berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengusaha Kena Pajak merupakan pengusaha yang melakukan penyerahan (transaksi jual beli) Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam negeri yang dilakukan oleh pengusaha, impor Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam negeri yang dilakukan oleh pengusaha, pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar negeri di dalam negeri, pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar negeri di dalam negeri, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. Di samping pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dikenai juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah terhadap penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam negeri dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya, sertaa impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009, Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% atau dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi 200% yang hanya dikenakan sekali pada saat penyerahan Barang Mewah tersebut. Perhitungan PPN yang terutang dilakukan dengan mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).

Pajak Pertambahan Nilai = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak

Ketentuan tarif pada undang-undang tersebut kemudian diperbarui melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Dalam pasal 7 UU tersebut dijelaskan kembali tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu sebesar 11% yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022, serta sebesar l2% yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.

Mengutip dari detik.com, Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartanto mengatakan bahwa strategi yang sebenarnya sedang direncanakan bukan menaikkan PPN tetapi meningkatkan penghasilan yang bersumber dari pajak. Menurutnya, dengan diterapkannya sistem pajak yang canggih dan lebih baik, maka pendapatan dari pajak juga akan semakin optimal. Dikutip dari Kompas.com, Airlangga juga menjelaskan bahwa kebutuhan pendanaan semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir terlebih pasca terjadinya pandemi Covid-19. Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa kenaikan tarif PPN ini juga ditujukan untuk mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri untuk menutupi defisit anggaran. Dengan penerimaan pajak yang meningkat, ia berharap, penggunaan utang luar negeri bisa berkurang dan beban pembayaran utang juga menurun.


Ada beberapa dampak yang akan ditimbulkan jika kenaikan tarif PPN diterapkan, terutama dalam dunia akuntansi di perusahaan. Perusahaan dengan status Pengusaha Kena Pajak (PKP) harus mengatur ulang pencatatan mereka untuk mengikuti perubahan tarif PPN ini agar tidak terjadi kesalahan pencatatan (Pamungkas, 2023). Perubahan tarif ini membuat perusahaan harus melakukan pembaharuan pada sistem E-Fakturnya agar transaksi yang dilakukan dan E-Faktur yang diterbitkan per tanggal 1 Januari 2025 nanti sudah diperbarui sesuai dengan aturan yang berlaku.

Ada beberapa dampak yang akan ditimbulkan jika kenaikan tarif PPN diterapkan, terutama dalam dunia akuntansi di perusahaan. Perusahaan dengan status Pengusaha Kena Pajak (PKP) harus mengatur ulang pencatatan mereka untuk mengikuti perubahan tarif PPN ini agar tidak terjadi kesalahan pencatatan (Pamungkas, 2023). Perubahan tarif ini membuat perusahaan harus melakukan pembaharuan pada sistem E-Fakturnya agar transaksi yang dilakukan dan E-Faktur yang diterbitkan per tanggal 1 Januari 2025 nanti sudah diperbarui sesuai dengan aturan yang berlaku.

Beberapa Pengusaha Kena Pajak mengalami kenaikan pada harga jualnya yang disebabkan oleh kenaikan tarif pada PPN sebesar 11% (Kirana & Wododo, 2023), hal tersebut juga mungkin terjadi pada kenaikan PPN 12% kali ini. Kenaikan tarif PPN tersebut menyebabkan penurunan penjualan perusahaan karena tarif PPN yang meningkat menyebabkan harga jual yang ditentukan oleh perusahaan juga meningkat sehingga daya beli konsumen menurun. Selain itu, pembelian perusahaan juga bisa mengalami penurunan karena harga bahan baku untuk stok semakin mahal akibat meningkatnya tarif PPN ini. Perusahaan tentu akan mengurangi pembelian agar tidak mengalami kerugian karena kenaikan harga bahan baku dan penurunan daya beli masyarakat.

Kenaikan tarif PPN menyebabkan penurunan laba bersih setelah pajak pada perusahaan. Penelitian Mangngalla (2024) menjelaskan karena harga produk naik akibat peningkatan PPN, perusahaan kemudian perlu meningkatkan upaya pemasaran atau memberikan diskon, yang pada akhirnya dapat meningkatkan beban penjualan. Kenaikan PPN juga telah mempengaruhi margin keuntungan kotor perusahaan. Kenaikan PPN dapat menyebabkan perusahaan menaikkan harga jual produk untuk mengimbangi pajak tambahan, yang dapat mengurangi daya beli konsumen dan menurunkan volume penjualan. Selain itu, jika perusahaan tidak sepenuhnya meneruskan kenaikan PPN kepada konsumen dan menyerap sebagian dari kenaikan biaya tersebut, margin keuntungan kotor dapat tertekan. Penurunan Gross Provit Margin ini menunjukkan bahwa dampak kenaikan PPN mungkin telah mengurangi efektivitas perusahaan dalam mengelola biaya dan mempertahankan profitabilitas. Perusahaan juga mengalami penurunan laba bersih akibat meningkatnya biaya yang tidak sepenuhnya dapat dipindahkan kepada konsumen melalui kenaikan harga jual, atau karena penurunan volume penjualan akibat harga yang lebih tinggi, sehingga mengurangi profitabilitas bersih perusahaan.


Kenaikan tarif PPN menjadi 12% sudah tidak bisa dihindari lagi. Perusahaan perlu segera menyesuaikan diri untuk menghadapi kenaikan PPN ini dengan memberlakukan beberapa kebijakan dan strategi. Perusahaan bisa melakukan audit secara menyeluruh terhadap efisiensi operasionalnya. Dilakukannya audit adalah untuk mengidentifikasi bagian-bagian yang bisa dioptimalkan dan menekan biaya-biaya tertentu sehingga produktivitas perusahaan bisa meningkat. Selain itu, perusahaan juga bisa mulai memilah vendor atau distributor yang bisa diajak bekerja sama untuk mendapatkan harga bahan baku yang lebih terjangkau. Perusahaan juga perlu mengelola pajak dengan efektif dan mengindentifikasi hal apa saja yang dapat mengurangi pajak dengan bantuan konsultan pajak agak pengelolaan lebih optimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun