Mohon tunggu...
Nazwa Amalia
Nazwa Amalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

saya adalah seorang mahasiswa yang aktif dalam menulis blog, hobi saya traveling dan keliling indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Dampak Pola Asuh Otoriter atau Strict Parents pada Anak

17 November 2023   09:03 Diperbarui: 17 November 2023   09:13 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Sebelum memasuki contoh kasus dalam pengasuhan strict parents mari kita mengetahui apa itu strict parents? Strict parents adalah pola asuh yang ketat atau kaku dari orang tua yang cenderung menerapakan bnyak peraturan,standart,dan tuntutan bagi anak anak mereka. Dan orang tua tersebut mengharapkan anak anaknya untuk mematuhinya tanpa penjelasan atau alasan yang jelas. Orang tua yang bersikap seperti itu egois sering tidak peka terhadap kebutuhan perasaan atau pandangan anak.

Memiliki anak yang baik merupakan keinginan bagi semua orang tua. Tidak hanya orang tua, perilaku anak yang baik juga menjadi harapan dan keinginan banyak orang. Perilaku anak yang baik tentunya dibentuk sejak masih kecil hingga anak bertumbuh menjadi dewasa, karena perilaku tersebut tentu tidak terbentuk dengan sendirinya. Perilaku tersebut terbentuk karena adanya peran didikan dan lingkungan sekitar yang mengelilinginya. Dan didikan menjadi salah satu hal yang paling berperan bagi perkembangan perilaku anak.

Seorang anak di salah satu Provinsi Jawa Tengah  dengan nama samaran Dina. Dina adalah anak yang sejak kecil di didik oleh ibunya dengan pola asuh otoriter, ia selalu dituntut dan harus mematuhi apa yang dikatakan ibunya jika tidak mau dina akan dihukum dengan cara kekerasan fisik. Sebagai anak kecil yang masih umur 6 tahun wajar saja jika dina dihukum ia akan menangis tetapi lain dengan si ibu, ibunya malah melarang keras anaknya untuk menangis dengan maksud  jika menangis tidak menyelesaikan masalah jadi semakin dina menangis ibunya semakin marah dan memukul dina padahal dina menangis hanya karena ingin ditanya,disayang dan dimengerti tetapi ibunya tidak paham dengan maksud anaknya.

Pada saat dina beranjak remaja, dina sudah mengetahui tentang apa potensinya,keinginanya, dan apa yang akan dituju tetapi ibuya memiliki keinginan bahwa anaknya harus mengambil sesuai keinginannya, lalu dina berpendapat dan menjelaskan tentang apa yang akan menjadi keinginanya tetapi ibunya menolak dan tidak membolehkan dengan alasan takut gagal dan tidak percaya akan hal yang dipilih dina. Akhirnya mau tidak mau dina pun terpaksa menuruti karna jika tidak menuruti dina akan diomeli dan setiap dina melakukan kesalahan hal tersebut akan dibahas terus menerus.

hal itu sangat memberatkan dina setiap harinya dina menjalankan sesuatu yang tidak sesuai keinginanya dengan contoh kecil pada saat SMA dina dipaksa mengambil jurusan IPA yang hal itu bukan keinginan dina tetapi jika tidak dipatuhi keinginan ibunya, ibunya akan merasa kecewa dan jika dina gagal dina tidak didukung dan malah di pojokan,disalahkan,ditakut takuti bahwa kegagalan tersebut karena dina tidak mau mematuhi apa yang dikatakan ibunya.

Hal lain juga terjadi, dina jarang diperbolehkan keluar rumah karena ketakutan ibunya dan ketidak percayaan ibunya terhadap dina,Padahal dina sendiri sudah meyakinkan dan menjelasakan tetapi ibunya tetap bertindak otoriter. Setiap dina ingin mencoba hal baru ibunya selalu tidak memperbolehkan dan tidak mendukung lagi lagi jika hal tersebut gagal dina dipojokkan dan ibunya berfikir bahwa dina gagal karena tidak mengikuti apa kata ibunya.

Dari contoh kasus tadi termasuk kedalam teori Erik Erikson tahapan perkembangan psikososial sekitar 3-6 tahun berada di tahap inisiatif versus rasa bersalah Pada usia ini, anak mulai mengembangkan keterampilan dan berusaha melakukannya sendiri. Sikap inisiatif (berani berbuat dan berani bertanggungjawab) akan tumbuh dan berkembang ketika orang tua senantiasa mendukung anak pada tujuan yang ingin anak capai. Namun, ketika orang tua memberikan banyak tuntutan atau aturan-aturan yang ketat tanpa memberikan kebebasan bagi anak untuk mengeksplorasi dunia sekitarnya, maka ia akan tumbuh dengan perasaan rendah diri dan rasa bersalah.

Orang tua sebagai lingkungan terdekat anak mempunyai peran yang penting dalam mendukung perkembangan anak. Pada kasus tersebut ibunya tidak memenuhi hal tersebut Efek samping dari didikan tersebut anak tersebut tumbuh menjadi anak yang tidak percaya diri akan hal apapun terutama pada saat memilih karena timbul perasaan takut,ragu,dan bimbang. Ia tumbuh menjadi anak yang labil banyak pertimbangan,tidak berani mencoba dan cenderung memiliki tingkat depresi yang tinggi. Tidak memiliki keterampilan sosial, takut untuk berpendapat,Anak tidak bisa membuat keputusan sendiri, Anak tidak mendapatkan kasih sayang seharusnya,Anak tidak merasa bahagia,Anak akan menganggap kekerasan adalah hal yang normal,Anak melampiaskan kemarahannya di luar rumah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun