Pendidikan merupakan salah satu upaya penting yang direncanakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia supaya menjadi pribadi yang mandiri. Pendidikan menjadi salah satu upaya yang dilakukan untuk mendidik dan mengarahkan anak bangsa menjadi lebih berkualitas. Pendidikan di Indonesia diberikan secara merata bagi semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus. Upaya yang dilakukan pemerintah sebagai salah satu langkah untuk memeratakan dan meningkatkan kualitas pendidikan bagi semua anak adalah dengan mengadakan program pendidikan inklusif. Sekolah inklusif menerima siswa berkebutuhan khusus untuk belajar dalam latar kelas yang sama bersama siswa lain pada sekolah reguler. Upaya ini dilakukan agar siswa berkebutuhan khusus dapat belajar dan berinteraksi dengan siswa lain seusianya.
Terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pendidikan inklusif, salah satunya adalah sistem pengelolaan kelas. Ini karena pengelolaan kelas sangat berpengaruh pada proses pembelajaran yang diberikan untuk anak berkebutuhan khusus. Tujuan dibentuknya pengelolaan kelas adalah untuk mempermudah guru dalam mengatur dan melaksanakan pembelajaran di kelas secara efektif dan efisien. Pengelolaan kelas dalam latar pendidikan inklusif sudah diatur dalam Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Tahun 2011. Berdasarkan pedoman tersebut, dijelaskan bahwa pengelolaan pembelajaran pada pendidikan inklusif terdiri dari pelaksanaan dalam kelas reguler dengan pendampingan GPK (Guru Pendamping Khusus), kelas reguler penuh, dan kelas khusus (Hisbollah, Budiyanto & Mudjito, 2022).
Kelas merupakan tempat berlangsungnya proses pembelajaran bagi siswa. Oleh karena itu, kelas harus dapat menunjang kebutuhan siswa. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas akan membantu siswa agar dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pengelolaan kelas inklusif tergantung dari kemampuan guru dalam mempertimbangkan letak sarana dan prasarana dengan kebutuhan anak di sekolah (Yusra, Mariyana & Djohaeni, 2019). Pengelolaan kelas adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk menciptakan, memelihara, dan mengembangkan kondisi kelas sehingga terjadi proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Tujuannya adalah menyediakan, menciptakan, dan memelihara kondisi yang optimal di dalam kelas sehingga siswa dapat belajar dengan baik (Mintarsih, 2017).
Pengelolaan kelas yang harus dilakukan guru di sekolah inklusif salah satunya adalah penataan lingkungan fisik kelas. Penataan lingkungan fisik kelas merupakan segala usaha yang diarahkan guru untuk mewujudkan kondisi dan suasana belajar di dalam kelas agar menjadi kondusif, menyenangkan, dan dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai kemampuannya. Penataan lingkungan fisik kelas harus berorientasi pada bagaimana siswa dapat belajar dengan aktif dan membangun sendiri pengetahuannya (student centered). Penataan ruang fisik kelas ini sangat ditentukan oleh tipe aktivitas pembelajaran yang direncanakan oleh guru untuk dilaksanakan siswa. Dengan penataan lingkungan fisik yang baik maka guru akan menciptakan dan menegakkan sebuah lingkungan kelas pembelajaran yang positif dan produktif (Jannah, 2018).
Winaputra (Arriani et al., 2021) mengemukakan bahwa terdapat lima prinsip penataan lingkungan yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) Visibilitas, prinsip ini mengacu pada penempatan dan penataan barang-barang di dalam kelas agar tidak mengganggu pandangan siswa; (2) Aksesibilitas, dengan prinsip ini siswa mudah menjangkau alat dan sumber belajar; (3) Fleksibilitas, dengan prinsip ini barang-barang di dalam kelas harus mudah ditata, dipindahkan, dan disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran; (4) Kenyamanan, prinsip ini harus dapat dirasakan oleh seluruh warga kelas, baik siswa reguler maupun siswa berkebutuhan khusus melalui temperatur ruangan dan cahaya yang baik, suara yang tidak bising, dan kelas yang tidak padat; (5) Keindahan, prinsip ini terlihat dari penataan ruangan kelas yang menyenangkan dan kondusif saat proses pembelajaran.
Aspek penataan lingkungan fisik kelas berkaitan erat dengan segala benda mati yang ada di dalam kelas. Lingkungan fisik sebagai tempat berlangsungnya kegiatan belajar-mengajar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa. Lingkungan fisik ini meliputi hal-hal sebagai berikut. Pertama, pengaturan dan penyimpanan barang-barang. Barang-barang keperluan belajar seperti bahan ajar dan media pembelajaran sebaiknya disimpan pada tempat yang khusus agar mudah dijangkau ketika diperlukan oleh guru atau siswa. Pemeliharaan barang-barang tersebut memiliki peranan penting sehingga perlu adanya pemeriksaan yang berkala (Firanti, Mutiara & Rustini, 2022).
Kedua, sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana seperti ruang kelas yang memadai berukuran sesuai standar yang telah ditentukan Dinas Pendidikan, yaitu minimal berukuran 2m2 per siswa, kelas memiliki pintu dan pencahayaan yang memadai, kursi dan meja guru serta siswa yang memadai, lemari penyimpanan, papan panjang berukuran minimal 60cm120cm, papan tulis berukuran minimal 90cm200cm, media pendidikan, tempat sampah, wastafel, jam dinding, soket listrik, perlengkapan tulis untuk guru dan siswa, jadwal harian visual, wadah perlengkapan dan hasil kerja siswa berkebutuhan khusus yang sudah diberi label, media untuk program pengembangan kekhususan, dan sebagainya (Hisbollah, Budiyanto & Mudjito, 2022).
Ketiga, ventilasi dan pengaturan cahaya. Ventilasi dapat berpengaruh pada kesehatan siswa. Kelas yang ditempati sebaiknya memiliki jendela yang cukup besar sehingga memungkinkan cahaya dan panas matahari pagi yang menyehatkan untuk masuk dan memberikan penerangan yang baik agar dapat menulis dan membaca dengan jelas. Udara dari ventilasi juga dapat masuk secara baik di dalam kelas sehingga menyehatkan siswa dengan menghirup udara segar. Kedua hal ini dapat diatur sedemikian rupa agar ventilasi dan cahaya masuk dengan seimbang (Firanti, Mutiara & Rustini, 2022).
Keempat, suhu udara, akustik dan kepadatan kelas. Suhu udara dapat memengaruhi konsentrasi siswa sehingga sirkulasi udara melalui jendela dan ventilasi penting untuk diatur dengan baik. Akustik berkaitan dengan lingkungan belajar yang tenang karena ruang kelas yang bising akan menyebabkan siswa mudah lelah dan sulit untuk berkonsentrasi. Kepadatan kelas berkaitan dengan jumlah siswa dalam kelas, di mana jumlah siswa tidak boleh melebihi ukuran standar rumus hitung (luas total/jumlah siswa, tidak melebihi 2m2) (Hisbollah, Budiyanto & Mudjito, 2022).
Kelima, ruang sumber. Siswa berkebutuhan khusus selain belajar di kelas bersama-sama dengan siswa reguler, juga belajar di ruang sumber bersama GPK. Siswa berkebutuhan khusus tidak seluruh waktu belajar di ruang sumber namun ketika terjadwal dan sesuai kebutuhan saja. Dengan adanya ruang sumber ini, siswa berkebutuhan khusus mendapatkan pengembangan tambahan untuk meningkatkan kompetensi mereka. Selain itu, siswa berkebutuhan khusus juga dapat mengeksplor kemampuan mereka secara lebih maksimal karena sistem pembelajaran yang lebih intensif sesuai dengan kebutuhan mereka (Jannah, 2018).
Terakhir, pengaturan tempat duduk. Dalam pengaturan tempat duduk, guru harus memiliki pertimbangan yang baik pada aspek biologis dan psikologis siswa. Dalam aspek biologis, memperhatikan tinggi atau rendahnya postur tubuh siswa sebelum menempatkan di deretan depan atau belakang. Dalam aspek psikologis, mempertimbangkan kebutuhan khusus siswa, misalnya siswa yang hiperaktif atau suka melamun sehingga penataan lingkungan kelas dapat dikondisikan seefektif mungkin. Ada beberapa kemungkinan pengaturan tempat duduk siswa kelas inklusif, yaitu pola susunan berkelompok, pola lingkaran, pola setengah lingkaran, pola formasi tapal kuda, dan pola berderet (Jannah, 2018).