Mohon tunggu...
Nazriel Fardiansyah
Nazriel Fardiansyah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - SMP Daarutt tauhiid

saya penulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bukti Pemerintahan Orde Baru Anti kritik:Menghimpit Kebebasan Berpendapat

30 Januari 2025   10:47 Diperbarui: 30 Januari 2025   10:47 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada masa pemerintahan Orde Baru, Indonesia mengalami pembatasan kebebasan berpendapat yang signifikan. Pemerintah pada waktu itu menerapkan kebijakan yang menghalangi kritik dari masyarakat, media, maupun oposisi. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan stabilitas politik dan menjaga kontrol penuh terhadap negara, dengan cara mengekang suara-suara yang tidak sejalan dengan kekuasaan.

Pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto menganggap bahwa kritik adalah ancaman terhadap kestabilan nasional. Pembatasan terhadap kebebasan berekspresi dimulai dengan pengendalian media. Pemerintah mengontrol hampir seluruh media massa, baik cetak maupun elektronik, melalui regulasi ketat yang mewajibkan media untuk mengikuti garis pemerintah. Ini memaksa media untuk menyajikan informasi yang sudah dimodifikasi sesuai dengan kehendak pemerintah dan menghindari laporan yang bisa dianggap sebagai kritik.

Selain itu, pemerintah juga menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta undang-undang lainnya untuk menindak individu atau kelompok yang menyuarakan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Aktivis, jurnalis, dan bahkan warga negara biasa yang berani mengungkapkan pendapat yang bertentangan dengan pemerintah sering kali mendapatkan intimidasi, ancaman, bahkan penahanan. Penyalahgunaan hukum ini memperburuk iklim kebebasan berekspresi, menciptakan ketakutan di kalangan masyarakat untuk berbicara dengan bebas.

Puncaknya, kebijakan Orde Baru yang anti kritik ini menumbuhkan budaya takut dalam kehidupan politik Indonesia. Banyak orang memilih untuk tetap diam daripada berisiko menghadapi tindakan represif dari aparat negara. Situasi ini juga berdampak pada kualitas demokrasi, karena tidak ada mekanisme untuk mengoreksi kebijakan pemerintah yang tidak efektif atau merugikan masyarakat.

Namun, meski begitu, tidak semua pihak menerima pembungkaman ini dengan pasrah. Sebagian aktivis dan masyarakat sipil berjuang untuk mempertahankan hak berpendapat, meskipun di tengah ancaman yang nyata. Mereka memahami bahwa kritik adalah elemen penting untuk menjaga transparansi pemerintah dan mendorong perbaikan kebijakan yang lebih berpihak pada rakyat.

Pemerintahan Orde Baru menunjukkan bagaimana sebuah rezim bisa dengan efektif menghambat kebebasan berpendapat dan mengontrol narasi publik demi menjaga kekuasaannya. Pembelajaran dari masa tersebut sangat penting untuk diingat, agar kebebasan berekspresi yang merupakan hak dasar setiap individu tetap terjaga dalam sistem demokrasi yang lebih terbuka dan inklusif.

Namun, meskipun kekuatan dan pengaruh pemerintah Orde Baru sangat dominan, perlawanan terhadap pembungkaman ini mulai tumbuh seiring berjalannya waktu. Sejumlah organisasi masyarakat sipil, mahasiswa, serta jurnalis berani memperjuangkan hak-hak kebebasan berpendapat, meskipun harus menghadapi berbagai intimidasi dan ancaman. Aktivis dan media berperan besar dalam menggugah kesadaran publik tentang pentingnya kebebasan berpendapat dan mengkritik pemerintah sebagai bagian dari proses demokrasi yang sehat.

Selain itu, peristiwa Reformasi 1998 menjadi titik balik penting dalam sejarah kebebasan berpendapat di Indonesia. Protes massal yang menggulingkan rezim Orde Baru membawa perubahan besar dalam tatanan politik dan sosial Indonesia. Salah satu hasil utama dari peristiwa tersebut adalah reformasi di bidang kebebasan pers, yang membuka pintu bagi media untuk berfungsi lebih bebas dan kritis terhadap kebijakan pemerintah. Kebebasan berekspresi mulai dihormati kembali, dan media serta masyarakat diberikan ruang untuk mengkritik tanpa rasa takut.

Seiring berjalannya waktu, meskipun Indonesia telah memasuki era demokrasi pasca-Orde Baru, tantangan terhadap kebebasan berpendapat tetap ada. Terkadang, masih ada upaya dari pihak-pihak tertentu untuk membungkam suara kritis melalui berbagai cara, seperti intimidasi terhadap jurnalis, penyalahgunaan hukum, dan pemanfaatan undang-undang yang tidak adil. Meskipun demikian, pengalaman dari masa Orde Baru memberikan pelajaran berharga bahwa kebebasan berpendapat adalah hak yang tidak dapat dipisahkan dari prinsip dasar demokrasi.

Kini, penting bagi masyarakat Indonesia untuk terus menjaga dan memperjuangkan kebebasan berpendapat sebagai salah satu aspek fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemerintah yang baik dan demokratis harus dapat menerima kritik sebagai sarana untuk memperbaiki diri, bukan sebagai ancaman. Demokrasi yang kuat hanya dapat terwujud apabila ruang untuk berpendapat tetap terbuka bagi semua lapisan masyarakat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun