Tarekat dapat diartikan sebagai sebuah metode atau jalan menuju hakikat dalam memahami, mengetahui, dan mengenal Allah SWT. Tarekat merupakah salah satu aspek yang tidak bisa dipisahkakn dengan tasawuf, Dr. Asep Achmad menyatakan dalam bukunya, tarekat berasal dari bahasa Arab Thariqah yang berarti "jalan kecil", atau juga diartikan sebagai "metode" atau "cara". Di pulau Jawa sendiri terdapat beberapa tarekat yang berkembang dan masih eksis sampai saat ini, salah satunya tarekat Syattariyah yang dibawa oleh Syekh Abdul Muhyi Pamijahan, seorang ulama bergelar Waliyullah dari tanah Parahyangan.Â
Siapakah Syekh Abdul Muhyi? Â
Syekh Abdul Muhyi Pamijahan merupakan salah satu ulama yang cukup berpengaruh terhadap penyebaran Islam di Tatar Sunda, beliau memiliki karomah yang luar biasa hingga makamnya selalu rampai dikunjungi peziarah dari berbagai daerah sampai saat ini. Nama Pamijahan sendiri dinisbatkan dari salah satu nama desa di Tasikmalaya tempat beliau dimakamkan, yaitu desa Pamijahan, kecamatan Bantarkalong. Ayahnya bernama Sembah Lebe Wartakusumah yang merupakan bangsawan Sunda keturunan Raja Galuh Pajajaran. Sementara ibunya bernama Raden Ajeng Tangan Ziah, keturunan bangsawan Mataram dan memiliki nasab sampai ke Syaikh Ainul Yaqin atau Sunan Giri. Syekh Abdul Muhyi juga masihi memiliki garis keturunan dengan Rosulullah SAW melalui orang tuanya. Tidak ada yang mengetahui dengan pasti mengenai kelahirannya, namun beberapa sumber mengatakakn bahwa beliau lahir di Mataram sekitar tahun 1650 Masehi. Sejak kecil Abdul Muhyi sudah mendapat didikan agama yang ketat dari kedua orang tuanya, lahir dan dibesarkan di lingkungan yang religius merupakan privilege untuk investasi masa depannya. Abdul Muhyi muda menghabiskan masa remanajanya dengan belajar ilmu agama di Ampel Denta, kemudian di usia 19 tahun beliau berangkat ke Aceh untuk berguru kepada Syekh Abdul Rauf al-Sinkili, seorang pelopor tarekat Syattariah di Nusantara. Disanalah Abdul Muhyi mulai mengenal tarekat Syattariyah yang diajarkan gurunya, Syekh Abdul rauf Al-Sinkili dan mendapat ijazah untuk menyebarkan tarekat Syattariyah.
Syekh Abdul Muhyi, Dakwah, dan SyattariyahÂ
Perjalanan dakwah Syekh Abdul Muhyi dimulai ketika beliau berada di Mekah untuk menunaikan Haji bersama gurunya, lalu beliau mendapat perintah dari gurunya, Syekh Abdul Rauf Al-Sinkili untuk menyebarkan dakwah Islam, namun sebelum memulai dakwahnya gurunya memberi misi untuk mencari sebuah gua dimana ketika disekitar gua itu ditanami padi maka biji padi yang dipanen tersebut harus sama dengan biji  padi yang ditanam, tidak kurang dan tidak lebih. Kemudian setelah menemukan gua tersebut, disitulah Syek Abdul Muhyi harus bisa mengislamkan daerah itu. Disebutkan Syekh Al-Sinkili memberi petunjuk bahwa gua tersebut berada di daerah Jawa Barat. Lalu pergilah Syekh Abdul Muhyi ke sebelah barat hingga sampai di daerah bernama Darmo Kuningan untuk mencrari gua sebagaimana disebutkan gurunya, namun beliau tidak menemukan apa yang dicarinya. Abuya Uci Turtusi menuturkan dalam salah satu ceramahnya, bahwa sebelum Syekh Abdul Muhyi menetap di Pamijahan beliau lebih dulu ke Pameungpeuk, Garut lalu pergi ke sebelah Wetan atau arah Timur. Dari sana perjalanannya diteruskan ke Lebaksiuh, dan disekitar sinilah beliau menemukan gua seperti yang diisyaratkan gurunya. Sesuai amanah dari gurunya, Syekh Abdul Muhyi kemudian menetap di daerah ini dan menyebarkan dakwah Islam dengan menggunakan pendekatan tarekat Syattariyah  yang telah diijazahkan gurunya. Selama perjalanan mencari gua, Syekh Abdul Muhyi juga sambil berdakwah disetiap tempat-tempat yang ia singgahi.
Tarekat Syattariyah di Pulau JawaÂ
Tarekat Syattariyah pertama kali muncul di India sekitar abad ke-15 yang dikembangkan oleh Abdullah Al-Syattar, kemudian menyebarkan ke berbagai wilayah melalui murid-muridnya, tak terkecuali Nusantara. Tarekat Syattariyah sampai di Nusantara dipelopori oleh Syekh Abdul Rauf Al-Sinkili, kemudian menyebar hingga ke Jawa dibawa oleh Syekh Abdul Muhyi. Berkembangnhya tarekat Syattariyah di pulau Jawa dimulai dari tatar Sunda, daerah Parahyangan, yang meluas hingga Jawa Tengah dan Jawa Timur. Syekh Abdul Muhyi membawa konsep "martabat kang pitutu" dalam praktek pengajarannya. Mengutip dari sebuah jurnal, Christomy (2001: 78) menyatakan bahwa tarekat Syattariyah mulanya berkembang di Pamiijahan lalu menyebar ke seluruh Jawa melalui jalur Syekh Abdul Muhyi yang setelah wafatnya digantikan oleh anak-anaknya dari pernikahan bersama istri pertamanya. Disebutkan bahwa anaknya yang bernahma Faqih Ibrahim atau dikenal juga sebagai Bagus Anom ini sangat dikenal di sepanjang pantai Utara Jawa sampai ke kerajaan Kertasari di Jawa Tengah. Dari situlah diduga keras bahwa tarekat Syattariyah masuk ke Jawa Tengan melalui Faqih Ibrahim ini. Sementara anaknya yang lain bernama Dalem Bojong, menjadi pemimpin tarekat Syattariyah di daerah Sukapura. Begitulah sejarah mengenai bagaimana tarekat Syattariyah masuk dan berkembang di pulau Jawa, dipelopori oleh Syekh Abdul Muhyi sebagai tokoh uatama dari tanah Parahyangan hingga menyebar ke seluruh pulau jawa melalui murid-muridnya.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H