“Saya pikir AI mungkin adalah satu-satunya item terbesar dalam waktu dekat yang kemungkinan besar akan memengaruhi umat manusia”. – Elon Musk.
Dinamika jurnalistik sebagai bagian dari komunikasi massa mengalami perkembangan yang cukup kompleks yang seringkali menarik perhatian publik. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang diawali dengan laporan harian yang dicetak di surat kabar.
Dari media cetak hingga media elektronik, kemajuan elektronik telah menghadirkan media berupa radio. Tidak cukup dengan radio selalu ada terobosan baru dalam media audio visual yaitu televisi. Media informasi tidak puas hanya dengan televisi, lahirlah internet sebagai jaringan gratis dan tidak terbatas. Bahkan sekarang di era Revolusi Industri 5.0 zaman kolaborasi manusia dengan teknologi dalam produksi sehingga muncul sebuah terobosan baru yang lebih cepat, yaitu AI.
Jurnalisme diidentifikasi dengan proses atau kegiatan penyebaran berita di media massa, jika media online hadir sebagai media baru yang sekarang dikenal dengan jurnalisme media online. Di mana Setiap media memiliki cara penyajiannya masing-masing berita untuk dinikmati secara online. Namun di era media massa baru, kualitas jurnalisme menurun semakin berkembangnya jurnalisme online. Kecepatan atau akurasi dalam penyebaran berita menjadi suatu hal substansial sehingga kerap mengabaikan kelengkapan dan mengorbankan akurasi. Kapan, hanya di mana dapat diunduh media seperti informasi atau berita. Pengunggah berita tidak hanya jurnalis, siapapun dapat mengunduh berita.
Profesionalisme dan Keistimewaan wartawan lebih sedikit menyampaikan informasi terbaru berita, dikarenakan tidak hanya di kalangan jurnalis yang bekerja dari berbagai latar belakang media, tetapi antara individu atau warga negara negara yang memiliki utilitas, sehingga mereka dikenal keberadaan citizen journalism atau jurnalis pada perkembangan teknologi komunikasi selama proses pelaporan. Pengembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang ada sekarang ini sudah mencakup ke berbagai bidang yang akhirnya juga menduduki kawasan jurnalisme dan berbagai informasi yang tersedia secara daring.
Dalam era digital yang semakin maju, perbincangan tentang peran jurnalisme manusia dan kecerdasan buatan (AI) semakin hangat. Namun, apakah kita harus melihat ini sebagai pertarungan antara dua kekuatan atau sebagai peluang untuk mengembangkan wawasan baru tentang informasi dan narasi? Apakah jurnalisme tradisional dan AI benar-benar bersaing atau bisa bersinergi?
Sekarang untuk mencari seorang presenter berita tidak perlu menggunakan tenaga manusia, karena pembuatan Artificial Intelligence sudah cangggih sehingga dalam wujud manusia presenter berita melibatkan pengembangan teknologi yang kompleks. Beberapa orang melihat potensi positif dalam penggunaan AI sebagai presenter berita, AI dapat memberikan presentasi dengan akurasi yang tinggi dan mengurangi risiko kesalahan manusia.
Efesiensi AI dapat menghasilkan dan menyampaikan berita dengan cepat, mengurangi waktu dan biaya yang diperlukan untuk produksi berita. AI dapat dengan cepat menghasilkan informasi dalam berbagai bahasa, membantu menjangkau khalayak global dengan sedikit tenaga kerja. Namun, ada juga yang berfokus pada aspek negatif dari kemajuan AI, jika presenter berita menggunakan AI dapat menghilangkan pembawaan berita, ekspresi, humanitas pada suatu berita bahkan mengurangi lapangan perkejaan. AI mungkin kesulitan menyesuaikan diri dengan peristiwa yang sangat baru atau tidak terduga, yang memerlukan penyesuaian cepat dalam penyampaian berita.
Penggunaan presenter berita dengan AI dapat mengancam pekerjaan jurnalis apalagi jika AI diperbaiki dengan lebih baik untuk meniru ekspresi seorang presenter berita, hal tersebut dapat menghasilkan penyampaian berita yang lebih menarik dan terhubung secara emosional dengan audiens. Dengan menggabungkan teknologi pengenalan wajah dan suara yang canggih, AI dapat menciptakan ekspresi yang lebih natural dan mendukung komunikasi yang lebih efektif.
Kemajuan teknologi Artificial Intelligence telah memberikan dampak besar pada kegiatan jurnalistik untuk menghasilkan berita otomatis, menganalisis data besar untuk mendukung laporan, dan membantu dalam proses penyuntingan. AI juga dapat membantu dalam pengenalan wajah, transkripsi audio, serta penerjemahan bahasa, memungkinkan jurnalis untuk bekerja lebih efisien. Meski demikian, peran jurnalis dalam menganalisis, mengoreksi, dan memberikan konteks pada berita tetap sangat penting.
Membahas peran kritis jurnalisme dalam memverifikasi fakta, mendapatkan wawancara mendalam, dan menyampaikan sudut pandang manusia yang mungkin sulit diakses oleh AI. Kemampuan AI mulanya diragukan apakah mesin bisa menyamai kemampuan manusia, misalnya berpikir dan menginterpretasi data menjadi sebuah tulisan. Tes AI yang dilakukan oleh Alan Turing tahun 1950 (dalam Smith et all, 2006) “pada komputer tidak berjalan sempurna karena mesin tidak bisa merasakan emosi layaknya manusia”.