Mengoptimalkan kesehatan mental di era digital merupakan perjalanan yang menarik dan menantang. Di dunia yang semakin padat dan serba cepat saat ini, kita perlu membatasi media digital. Seperti pisau bermata dua, teknologi membawa banyak manfaat, tetapi juga memberikan tekanan yang signifikan pada kesehatan mental kita.Â
Media digital juga dapat menjadi boomerang bagi kita, jika kita tidak pandai mengaturnya, kitalah yang akan diatur oleh media digital. Kita hidup pada zaman di mana smartphone, media sosial, dan internet mendominasi sebagian besar hidup kita. Meskipun teknologi ini memudahkan komunikasi, layanan informasi dan kehidupan kita sehari-hari, namun juga membawa beberapa masalah yang harus kita tangani. Salah satu tantangan besar adalah perasaan kesepian yang kerap muncul akibat penggunaan media sosial. Meskipun kita merasa terhubung dengan ribuan orang secara online, kita dapat merasa semakin terisolasi dalam kehidupan sehari-hari.Â
Perbandingan sosial yang tak terelakkan di media sosial dapat menimbulkan perasaan tidak puas terhadap diri sendiri dan menimbulkan tekanan psikologis yang parah. Ketika remaja pada usia banyak perubahan yang terjadi, baik secara psikis maupun fisik yang dialami sebagai masa transisi antara anak dan dewasa. Kedewasaan memaksa mereka untuk tampil sebagai karakter lain, yaitu diri mereka sendiri keinginan dan meninggalkan kenyamanan untuk usia anak-anak.
Kesehatan mental mengacu pada kesehatan internal secara keseluruhan perkembangan manusia baik secara fisik maupun psikis. Karena pada hakikatnya manusia selalu dihadapkan pada keadaan yang dimana ia harus memiliki alternatif pemecahan masalah yang sedang dihadapinya (Fakhriyani,2019). Kesehatan mental merupakan harmonisasi dalam kehidupan yang tercipta antara fungsi-fungsi jiwa, kemampuan mengatasi problematika yang sedang dihadapi, serta mampu merasakan arti kebahagiaan dan kemampuan dirinya secara positif (Daradjat, 1988).Â
Menurut Daradjat, "kesehatan mental menjadi penanda bahwa individu tersebut terhindar dari gejala-gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala penyakit jiwa (psychose)". Perbandingan sosial yang tak terelakkan di media sosial dapat menimbulkan perasaan tidak puas terhadap diri sendiri dan menimbulkan tekanan psikologis yang parah. Selain itu juga terdapat pengertian media sosial yaitu Media sosial menurut Paramitha dalam jurnal Andreani (2013:12) media sosial adalah media yang didesain untuk memudahkan interaksi sosial yang bersifat interaktif atau dua arah. Media sosial berbasis teknologi internet mengubah model distribusi informasi dari sebelumnya menjadi beberapa penonton menjadi banyak penonton.
Kesehatan mental menjadi perhatian penting di era digital yang serba cepat dan terhubung. Teknologi memberikan banyak manfaat, tetapi juga membawa tantangan baru yang dapat mempengaruhi kesehatan mental kita. Berikut adalah beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan. Kita seringkali terpapar oleh berita dan informasi berlebihan, yang dapat menyebabkan stres dan kecemasan. Mengelola waktu layar dan menetapkan batas untuk diri sendiri adalah kunci untuk menjaga kesehatan mental. Penggunaan gadget sebelum tidur dapat mengganggu pola tidur dan kualitas tidur kita. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan mental seperti kelelahan dan gangguan mood. Teknologi juga dapat meningkatkan tekanan di tempat kerja atau dalam mencapai target tertentu. Hal ini dapat menyebabkan stres dan kecemasan yang berlebihan. Ekspektasi untuk selalu responsif terhadap pesan atau email dapat menciptakan rasa kewajiban yang berlebihan, mempengaruhi keseimbangan kerja dan kehidupan, serta menyebabkan kelelahan dan stres.
Selain itu ada hal yang bisa menganggu kesehatan mental salah satunya Cyber Bullying pada kalangan remaja. Cyberbullying itu sendiri Menurut Smith (dalam Monica dkk: 2015) adalah kesalahan dari penggunaan teknologi informasi yang merugikan atau menyakiti dan melecehkan orang lain dengan sengaja secara berulang-ulang. Korban Cyberulliying tidak hanya dari kalangan artis, penyayi, selebgram saja namun, remaja dari kalangan biasa bisa terkena Cyberulliying.Â
Penting bagi kita melakukan pencegahan, pencegahan dari diri sendiri adalah suatu tindakan yang harus dan wajib kita lakukan untuk mencegah orang lain dengan bebas menghina di dalam media sosial kita dengan kata kata yang tidak pantas diucapkan. Hal ini melibatkan penggunaan teknologi dan media sosial untuk menyebarkan pesan atau konten yang merendahkan, menghina, atau menyakiti orang lain secara emosional. Cyberbullying bisa berupa komentar negatif, ancaman, penghinaan, atau penyebaran informasi palsu tentang seseorang dengan tujuan merugikan atau merendahkan mereka.Â
Dampak dari Cyberbullying bisa sangat merugikan bagi korban, termasuk masalah kesehatan mental, isolasi sosial, dan rendahnya harga diri. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk memahami dan menghadapi Cyberbullying dengan bijaksana, baik sebagai korban maupun saksi, serta mempromosikan etika digital yang sehat dan menghormati orang lain di dunia maya. Dengan cara ini tentu itu bisa dikurangi walaupun tergantung kita sendiri. Bentuk tindakan bullying di media social berdampak negatif pada karakter seseorang, karena jika seseorang dibully pasti tertekan, tersinggung, marah dan bahkan bunuh diri, karena akibatnya intimidasi dan Cyberbullying sangat serius, terutama dalam hal kesehatan mental, dapat menyebabkan bunuh diri kasus ekstrim. Meskipun orang tua sekolah dan situs jejaring sosial online bertekad untuk menyediakan lingkungan keamanan online, sedikit diketahui tentang menghentikan cyberbullying atau mengambil tindakan sebagai pencegahan.
Lalu bagaimana dengan peran orang tua mengenai kasus ini? Mendidik anak di era digital, merupakan suatu proses membimbing dalam membangun ikatan emosional dengan memberi ajaran, tuntunan, ahlak dan pengentahuan moral kepada anak dengan menggunakan media digital dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua diharapkan mampu melindungi dari ancaman digital, tetapi tidak menghalangi potensi dan manfaat yang ditawarkannya. Memang waktu berkualitas lebih efisien untuk menjalin kedekatan dengan anak, namun tetap membutuhkan waktu dialokasikan secara khusus. Anak-anak membutuhkan waktu baik kuantitas maupun kualitas.Â
Semakin sering orang tua bersenang-senang dengan anak-anak, semakin banyak waktu untuk membangun kepercayaan, saling belajar bahasa cinta antara orang tua dan anak memahami kepribadian anak. Waktu berkualitas dengan anak-anak dibuat dengan sederhana tapi teratur. Mulailah dengan selalu berbicara dengan anak-ana tentang kegiatan sehari-hari mereka, mengobrol seserinmungkin untuk memahami kepribadian anak.Â