Mohon tunggu...
Nazira Elok Safitri
Nazira Elok Safitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - An Undergraduate Student Bachelor of Public Health, Universitas Airlangga

Seorang mahasiswa yang memiliki ketertarikan pada bidang kepenulisan dan pengabdian masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Kesehatan Masyarakat di Indonesia

11 September 2024   23:00 Diperbarui: 11 September 2024   23:04 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesehatan Masyarakat mengalami sejarah yang panjang hingga akhirnya bisa berkembang di Indonesia. Kesehatan masyarakat sendiri mulanya tercipta karena banyak masalah yang timbul di masyarakat yang menjadikan kesadaran akan isu dan pengembangan kesehatan ini muncul. Edwan Chadwich yang merupakan bapak Kesehatan Masyarakat, pertama kali terjun di bidang ini karena melihat banyaknya kematian di kalangan masyarakat kota-kota besar di Inggris yang akhirnya menggerakkan adanya regulasi mengenai kesehatan masyarakat. Banyak faktor yang memengaruhi hadirnya Kesehatan Masyarakat di Indonesia, mulai dari masa kolonialisme, kemerdekaan, hingga era reformasi dan modernisasi.

Sejarah Kesehatan Masyarakat mulai dikenalkan di Indonesia pada abad ke-16 oleh pemerintahan Belanda dan semakin berkembang saat Indonesia harus menghadapi wabah cacar dan kolera yang menjadi penyakit yang mematikan kala itu. Pada masa tersebut, sistem Kesehatan yang ada masih sangat sederhana dan terbatas. Saat pemerintahan Belanda tiba di indonesia, semua prioritas kesehatan hanya berpusat pada pasukan dan pejabat koloninya. Seiring berjalannya waktu, wabah penyakit menular seperti kolera dan cacar air yang merajalela menjadikan pemerintah Belanda mulai menggalakkan program-program kesehatan masyarakat untuk penduduk Indonesia secara umum.

Tidak berhenti seputar masalah wabah saja, upaya edukasi terkait kesehatan masyarakat diberikan terutama untuk mengatasi masalah angka kematian pada bayi yang tinggi. Sekitar tahun 1807, saat pemerintahakan Gubernur Jenderal Daendels, dilakukan pelatihan dukun bayi untuk praktik persalinan. Upaya tersebut cukup membantu untuk menekan angka kematian bayi. Sayangnya, program tersebut tidak bertahan lama karena minimnya tenaga pelatih kebidanan dan mulai diselenggarakan kembali pada tahun 1930 yang upayanya dimulai dengan didatanya para dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan. Pelatihan sejenis ini juga diadopsi dan diberlakukan setelah masa kemerdekaan sekitar tahun 1952.

Selain masalah kesehatan bayi yang menjadi perhatian, tenaga kesehatan lainnya juga mulai dibutuhkan secara kuantitas karena semakin padatnya penduduk. Tahun 1851, di bawah pemerintahan Belanda, akhirnya dibangun sekolah dokter untuk pribumi yang terkenal disebut dengan nama STOVIA (School Tot Oplelding Van Indiche Arsten) (saat ini menjadi Universitas Indonesia) dan sekolah NIAS (Nederland Indische Arsten School) (saat ini menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga) pada tahun 1915. Kedua sekolah dokter tersebut menjadi pelopor pendidikan dokter di Indonesia hingga saat ini dan telah menghasilkan banyak tenaga kesehatan yang dalam pengembangannya juga berkontribusi turun ke masyarakat untuk mewujudkan kesehatan masyarakat di Indonesia.

Tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat memang penting untuk mewujudkan  Kesehatan Masyarakat di Indonesia, namun butuh kontribusi dari disiplin ilmu lain dalam realisasinya. Tahun 1888 pusat laboratorium mulai dibangun di Bandung sebagai tempat untuk mengembangkan segala hal yang dibutuhkan untuk menunjang kesehatan pada masyarakat seperti penelitian untuk pemberantasan penyakit malaria, cacar, lepra, juga untuk meneliti kebutuhan lain seperti gizi masyarakat dan sanitasi. Didirikannya laboratorium pusat ini menjadi pelopor didirikannya laboratorium lain di Indonesia.

Mewujudkan Kesehatan Masyarakat yang sesungguhnya dibutuhkan partisipasi Masyarakat yang dalam realisasinya menjadi subjek utama. Seiring berjalannya waktu, para pengamat menemukan bahwasannya ada hal yang menjadikan faktor besar dalam kesehatan masyarakat. Tahun 1925, Hydrich yang merupakan seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda menyimpulkan bahwa tingginya angka kematian dan kesakitan diakibatkan oleh sanitasi lingkungan yang buruk. Berangkat dari hasil analisisnya tersebut, pemerintahan belanda mulai membuat strategi berupa penyuluhan Kesehatan dengan mengembangkan daerah percontohan. Berangkat dari latar belakang sejarah yang kompleks serta waktu yang tidak sebentar membuat urgensi kesehatan masyarakat menjadi penting untuk dikembangkan di masyarakat.

Masyarakat merupakan subjek yang kompleks untuk diberikan pengarahan yang berkaitan dengan kebiasaan, oleh karenanya dibutuhkan kontribusi dari banyak peran dan profesi untuk bisa mencapainya serta kerja sama dengan masyarakat agar harapan itu terwujud.

DAFTAR PUSTAKA

Eliana, & Sumiati, S. (2016). Kesehatan Masyarakat. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Sianturi, E., Pardosi, M., & Surbakti, E. (2019). Kesehatan Masyarakat. Sidoarjo: Zifatama Jawara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun