Mohon tunggu...
Nazil Using
Nazil Using Mohon Tunggu... -

percayalah akan tetap kurengkuh kesaksian di sepertiga malam _SaniZah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tulisan NazilOsing

16 Juni 2012   17:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:54 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pengaruh Pendidikan InklusifTerhadap keefektifan Proses Pembelajaran SMP N 11 Yogyakarta

I.LATAR BELAKANG MASALAH

Sesuaiamanah UUD 1945 Pasal 31 pendidikan adalahhak semua warga Negara Indonesia. Kemendiknas sebagai institusi yang bertanggung jawab meregulasi pendidikan mengeluarkan kebijakan permendiknas no 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif sebagai solusi atas terjadinya diskriminasi bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus agar mampu mengenyam pendidikan yang layak. Pendidikan inklusif berupaya menjadikan pendidikan lebih terbuka bagi semua tanpa mendiskriminasikan peserta didik, terkait perbedaan etnis, bahasa, suku, budaya, status sosial, gender dan agama.

Namun realiatas yang ada menyatakan bahwa masih terjadi diskriminasi meskipun konsep pendidikan inklusif sudah dicanangkan oleh pemerintah. Terbukti sekitar 37.000 anak berkebutuhan khusus (ABK) yang berdomisili di daerah Jawa Tengah baru ada 10.300 ABK mendapatkan pendidikan yang layak, sementara 26.500 belum mengenyam pendidikan yang layak di sekolah inklusif maupun sekolah luar biasa (SLB). Belum lagi minimnya kepedulian terhadap ABK danperlakuan tidak adil dalam pendidikan, pekerjaan, akses pelayanan publik dan pergaulan khalayak umum[1]. Fakta tersebut mencerminkan pendidikan inklusif belum diimplimentasikan secara maksimal.

Pembahasan pendidikan inklusif dapat ditemukan di media masa berupa artikel, undang-undang PERMENDIKNAS no 70 tahun 2009, buku-buku tentang pendidikan, khususnya pendidikan inklusif dan jurnal. Misalnya buku Pendidikan Multikultural, konsep dan aplikasi (Ngainun Naim dan Akhmad Sauki), Madzhab Pendidikan Kritis (Dr.M.Agus Nuryatno), Menggugat Pendidikan Indonesia (Moh Yamim), Jurnal Pemikiran (Jurusan KI Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta).

Dalam bab 3 buku pendidikan multikultural dibahas tentang pendidikan inklusif perspektif pluralisme namun tidak ditemukan pembahasan mengenai solusi dan relevansipendidikan inklusif dalam lembaga pendidikan yang peserta didiknya berkebutuhan khusus dan normal. Hal yang mendasari munculnya pendidikan inklusif dilatarbelakangibanyaknya anak-anak yang terekslusi dari pendidikan, tujuan pendidikan inklusif pada dasarnya adalah proses akomodatif pada semua peserta didik, termasuk kelompok yang terekslusi dapat belajar dan berpartisipasi secara efektif dan kolektif.[2] Pada dasarnya pendidikan inklusif memberikan kesamaan kesempatan belajar atas kebutuhan peserta didik. Dalam prosesnya sendiri pendidikan inklusif dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan kelas dan sekolah yang memiliki peranan cukup besar dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif. Namun pendidikan inklusif belum mampu mengakomodasi anak berkebutuhan khusus (ABK)[3].

Peran seorang pendidik dalam pendidikan adalah mengarahkan mereka sesuai dengan potensi dan bakat yang dimilikinya. Menurut Poule Freire salah satu ciri mendasar yang dimiliki seorang pendidik yang membebaskan yaitu pembangunan pendidikan yang dinamis dan konstruktif menuju pendidikan yang membebaskan[4]. Upaya Freire dalam pendidikan yang membebaskan dapat diterapkan dalam proses pembelajaran untuk membangun karakter siswa yang memilki kemajemukan potensi. Menggunakan stategi pembelajaran aktif learning akan tercipta toleransi dan percaya diri dengan kemampuan yang dimilki siswa, maka pendidikan inklusif semestinya mampu menjawab persoalan pendidikan terutama anak berkebutuhan khusus.

Dari pemaparan diatas terdapat problem implementasi pelaksanaan pendidikan inklusif, serta pembahasan yang masih belum sesuai harapan bersama dalam pengentasan diskriminasi dan upaya akomodatif terhadap berbagai kalangan. Untuk merealisasikannya dibutuhkan sistem, konsep, kerangka strategi, model pembelajaran yang baik sesuai tujuan pendidikan inklusif. Dari problem pendidikan inklusif yang masih belum dapat menjawab persoalan adanya diskriminasi pendidikan, mendorong saya untuk melihat beberapa kebutuhan agar pendidikan inklusif diterapkan secara maksimal yang termuat dalam rumusan masalah sebagai berikut.

II.RUMUSAN MASALAH


  1. Seperti apakah pengaruh pendidikan inklusif terhadap keefektifan prosesbelajar mengajar di sekolah?
  2. Seberapa tinggi kemampuan anak berkebutuhan khusus ketika berada dalam sekolah inklusif dibandingkan sekolah luar biasa?
  3. Dalam hal apa anak berkebutuhan khusus berbeda dengan anak normal ketika mereka sama-sama disekolah inklusif?

III.TELAAH PUSTAKA

Berdasarkan penelusuran yang saya lakukan terhadap buku-buku penelitian terdahulu dan jurnal-jurnal tentang pendidikan inklusif, maka saya dapatkan pembahasan yang berkaitan dengan topik research yang sedang saya lakukan. Refrensi tersebut diantaranya:

Menurut M Agus Nuryatno[5], pendidikan inklusif pada dasarnya adalah proses untuk membuat semua peserta didik (termasuk di dalamnya kelompok yang tereksklusi), dapat belajar dan berpartisipasi secara efektif dalam sekolah tanpa ada yang diskriminasi. Di Indonesia kaum disable telah terdiskriminasi dalam berbagai hal. Akses mereka di ruang pablik, termasuk dalam pendidikan, sangat terbatas. Dasar dari pendidikan inklusif bukanlah asimilasi[6], tetapi apresiasi atas perbedaan. Pendidikan inklusif menurut Jamila K.A. Muhammed[7] membagi dua program dalam pendidikan inklusif. Yaitu pendidikan Inklusif penuh dan pendidikan inklusif separuh.

Pendidikan inklusif penuh artinya mencakup proses pembelajaran secara bersama dalam satu kelas, sedangkan pendidikan inklusif separuh hanya terletak pada kebutuhan peserta didik tertentu saja. Artinya program pendidikan inklusif penuh dan separuh tentunya memiliki kurikulum serta pendidik tidak ada yang mengkhususkan untuk peserta didik berkebutuhan khusus, ini yang kemudian membedakan dengan yang dimaksudkan oleh M. Agus Nuryatno bahwa pendidikan inklusif bukanlah peleburan antara disable dengan anak normal berada dalam satu ruang belajar bersama, namun berhak mendapatkan apresia sebagaiman anak normal. Hemat saya bahwa gagasan M.Agus Nuryatno sesuai dengan keadaan disable bahwa pendidikan inklusif bukan menyamaratakan anak berkebutuhan khusus dan anak normal dalam proses pembelajaran. Akan tetapi memberikan kebutuhan secara layak terhadap disable berupa akses pendidikan pada khususnya.

Dari sekitar 10.300 mengenyam pendidikan secara layak. Sedangkan 26.500 belum mendapatkan pendidikan layak di sekolah inklusif maupun pendidikan luar biasa[8].Dengan demikian pendidikan di Indonesia belum mencerminkan keadilan dan kesamarataan.[9] Pendapat tersebut sesuai berdasarkan data yang di peroleh. Maka terdapat persamaan yang terletak pada gagasan penulis bahwa pendidikan inklusif masih belum mendapatkan perhatian dari pemerintah. Bedanya penelitian saya adalah tidak hanya membahas pendidikan secara layak terhadap disanble. Namun lebih dulu diawalai dari permasalahan sistem pendidikan, karena sebagian besar sekolah menafsirkan pendidikan inklusif di campur antara disable dan anak normal dalam proses pembelajaran di kelas. Maka dengan demikian, masalah pendidikan inklusif di negeri ini bukan hanya karena pencapaian tujuan pendidikan inklusif undang-undang Permendiknas no 70 tahun 2009 dankurangnya perhatian pemerintah, tetapi juga karena adanya kesalahan dalam sistem pendidikan dan proses pembelajaran di lingkungan sekolah.

Vebriana Dyah. A.[10] menekankan pada permasalahan kompetensi pedagogik. Dimana guru PAI dituntut untuk mengelola model pembelajaran inklusif. Kompetensi pedagogik yang harus dimiliki oleh seorang guru, diantaranya: Pertama, kemampuan mengelola pembelajaran. Kedua, pemahaman terhadap peserta didik yang mempunyai beragam perbedaan. Ketiga, perancangan pembelajaran. Keempat, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis (bersifat terbuka dan komunikatif).

Kesimpulanya, seorang guru dalam pembelajaran inklusif lebih ditekankan pada kemampuannya dalam mengelola kelas saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Ekspektasinya agar peserta didik yang mempunyai banyak keunikan seperti IQ (intelegent quotion) rendah, tunagraita, tunanetra, tunarungu dan tunadaksa tidak terdiskriminasi.

Menurut Sulistia Rosania, jurusan PBA[11] memberikan gagasan inklusifisme sebagai paradigma baru dalam dunia pendidikan. Pendidikan Inklusif merupakan sebuah terobosan baru yang telah diusung oleh para pakar pendidikan dari Amerika Latin seperti Paulo Freire, Ivan Illich dalam skripsi yang ditulis oleh Sulistio Rosania menyatakan bahwa kedua pakar pendidikan tersebut menjadikan dunia pendidikan sebagai ruh dan upaya rekonstruksialisasi dan rekonstruksi. Pernyataan tersebut belum tepat karena tidak terdapat penjelasan dari data kajiannya. Kenyataannya pendidikan inklusif belum mampu merekonstruksi pendidikan.

Menurut saya pendidikan inkusif dapat terwujud dengan tidak hanya mendasarkan pada kompetensi pedagogik saja. Gagasan yang ditawarkan inklusifisme sebagai paradigma baru dalam dunia pendidikan untuk merekonstruksi pendidikan di Indonesia, dapat tercapai maksimal dengan pengklasifikasian dalam proses pembelajaran. Kaum disable tentu berbeda kebutuhan dengan anak normal, dengan demikian perlu adanya guru, kurikulum serta kelas khusus untuk disable, namun tetap berbaur dengan anak normal lainnya dalam satu sekolah. Dari gagasan yang ditawarkan belum mampu memberikan solusi terhadap pendidikan inklusif utamanya. Karean data yang digunakan berupa reverensi yang ditelaah oleh peneliti seharusnya, namun belum mencapai pada tahap telaah. terlihat dari kesimpulan bahwa hanya menawarkan inklusifisme sebagai paradigma baru dalam dunia pendidikan, namun belum memberikan apa saja yang harus di perbaiaki dalam dunia pendidikan.

Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang memberikan apresiasi terhadap siswa yang berkebutuhan khusus. Mereka layak mendapatkan pendidikan yang sama dengan siswa normal dan tanpa adanya segregasi (pengkelompokan). Sedangkan pendekatan yang dilakukan oleh Linda Nuria[12] dengan cara observasi di lapangan, yaitu di SD Budi Mulia Dua Yogyakarta. Dari pemaparan yang telah disampaikan oleh penulis, bahwa siswa berkebutuhan khusus mendapatkan perlakuan yang sama dengan siswa normal meski dalam proses pembelajaran siswa berkebutuhan khusus mendapatkan perlakuan khusus, akan tetapi hal itu layak didapatkan oleh mereka (siswa disable).

Dari penjelasan Linda dan Sulistio dalam skrirsinya dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusif berperan penting dalam kesejahteraan masyarakat, penegakan HAM serta demokrasi khususnya dalam dunia pendidikan. Keberhasilan dalam pendidikan inklusif, perlu adanya upaya khusus untuk menjadikan multikulturaslisme sebagai asas ideologi yang harus selalu diperjuangkan.

J. David Smith[13] menerangkan keterbatasan individu yang menekankan pada controlling dari pada kepentingan kepada disabilitty. Jurnal Kependidikan Islam dengan buku Dari Islam Inklusif ke Islam Fungsional, keduanya sama-sama menggunakan ayat Al-Qur’an sebagai dasar pentingnya pendidikan inklusif untuk diterapkan. Menurut Sangkot Sirait[14], dengan landasan QS. Al-Baqarah ayat 30 menjadi al-dalil an-nashi pendidkan inklusif. Dewi Novalia Fajriah dalam jurnal Kependidikan Islam menerangkan landasan inklusif dari QS. At-Thin 95:45 yang melihat dari sisi penciptaan manusia. Hemat saya tidak cukup dengan hanya menggunakan landasan Al-Qur’an tanpa data serta mengetahui keadaan sosial untuk menerangkan pentingnya pendidikan inklusif.

Implikasi pelaksanaan pendidikan inklusif akan layak dengan memberikan perincian lebih spesifik bagi tenaga pendidik untuk mampu memberikan pengajaran yang bernuansa multikultral, baik dalam konteks bahasa, ras, dan kemampuan. Ainul Yaqin lebih memberikan konsep secara lebih praksis di lapangan terhadap guru atau pun dosen untuk menumbuh kembangkan kesadaran multikultural. Dalam hal ini akan membantu terwujudnya pendidikan inklusif, tidak hanya dalam ruang lingkup pembahasan tentang disable. Hemat saya, hal ini sesuai dengan keadaan sosial kultur yang masih mengesampingkan kaum disable.

Azyumardi Azra lebih mengungkap civic education sebagai implikasi dari penerapan hakikat multikultural. Terdapat kesamaan dari Ainul Yaqin yang cenderung membahas tentang kesadaran multikultural denganpembahasan Azra. Bangsa Indonesia telah mengalami krisis sosio-kultural yang bisa dilihat dengan adanya konflik, mulai dari motif politik, agamadan etnis (membangun civic education untukmemberi pemahaman yang benar tentang demokrasi, HAM, pluralitas, respek dan toleransi diantara berbagai komunitas).

Menurut Zarin Ismail dan Safani Bari[15] program inklusif adalah program yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki siswa. Pendidikan khusus di Malaysia terdapat tiga kategori antara lain:pertama: program pendidikan khusus untuk anak-anak tunarungu, kedua: tunanetra, ketiga: integrasi. Ia menjelaskan bahwa kebutuhan anak-anak luar biasa berbeda dengan anak-anak normal dalam berbagai aspek dan pola perkembangan masing-masing individu. Menurut saya adanya ketiga kategori tersebut akan terdapat layanan secara khusus dalam pembelajaran. Di jelaskan oleh Sahabuddin Hashim Mahani Bazali Ramidi[16] pendidikan inklusif bertujuan mendapat kemudahan belajar dalam keadaan normal seperti belajar biasa tanpa melihat status atau latar belakang peserta didik. Anak berkebutuhan khusus mendapatkan perhatian khusus (kelas serta Guru khusus) sesuai dengan kebutuhan untuk berlangsungnya pembelajaran dalam satu sekolah umum.

Pendidikan inklusi menurut Terje Watterdal[17], seorang Pengamat program inklusi dari Norwegia, bersifat merangkul dan menerima keragaman. Terdapat toleransi tidak hanya eksistensi anak berkelainan saja, tapi juga mendorong kreativitas dengan program danmateri belajar-mengajar yang di sesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan yang di miliki anak. Sebagaimana terdapat di sekolah yayasan Lazuardi haryadi kampun Belitong Jakarta menyelenggarakan program inklusif dari TK-SMU[18]. Tersedia 25 Guru khusus yang mampu memberikan apresiasi kepada anak berkebutuhan khusus[19].

Sulung Nofrianto[20] memaparkan pendidikan inklusif telah di terapkan di beberapa sekolah unggulan saat ini bahwa anak yang memiliki kebutuhan khusus (special needs) di integrasikan ke dalam kelas regular. Sistem ini yang kemudian menjadi pertanyaan saya, apakah akan efektif dan efisien proses pembelajaran jika anak berkebutuhan khusus dangan anak normal di campur dalam satu kelas? Sedangkan kemampuan dan kebutuhan individu berbeda. Walaupun di jelaskan oleh penulis, peran guru diharapkan dapat menciptakan suasana kelas yang bersahabat dalam penyampaian materi belajar untuk saling berinteraksi, dengan demikian anak berkebutuhan khusus dapat menerima hak-hak dalam pendidikan pada umumnya. Penjelasan ini masih belum dapat di katakan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus (ABK).

Menurut Dian Purnama[21] dalam menerapkan program inklusi harus memperhatikan dua hal: pertama: sekolah siap menerima dan mengelola kelas yang heterogen dengan pengajaran dan kurikulum yang bersifat individual. Kedua: Guru harus mampu menerapkan pembelajaran yang interaktif[22]. Adanya syarat dalam penerapan pendidikan inklusif dapat diperoleh beberapa manfaat diantaranya: pertama: meningkatkan status sosial, Kedua: Tingkah laku positif yang dapat di contoh, Ketiga: Meningkatkan perkembangan bahasa, Keempat: menjadikan anak berkebutuhan khusus (ABK) lebih mandiri[23].

Pendidikan inklusif adalah sebuah caramemberikan perhatian kepada anak berkebutuhan khusus, yang beragam kemampuannya. Kurikulum dibuat secara khusus demikian pula guru-gurunya[24].Proses pembelajaran akan menjadi tolak ukur atas diterapkannya pendidikan inklusif. Karena tidak akan memberikan hasil yang maksimal tanpa menggunakan strategi pembelajaran yang tepat. Inilah yang kemudian menjadi penting untuk saya ketahui apakah ada pengaruh yang positif dari pendidikan inklusif terhadap proses pembelajaran secara efektif.

Dari beberapa literature yang diuraikan di atas, saya berpendapat bahwa pendikan inklusif akan berhasil ketika dasar keberagaman sudah menjadi pemahaman bersama antara pendidik dan peserta seluruh peserta didik. Pemahaman ini bisa terwujud dengan dasar kebersamaan dan persamaaan persepsi bahwa pendidikan bertujuan untuk memanusiakan manusia secara universal. Diskriminasi atau marginalisasi pada sebagian kelompok peserta didik disable akan berimplikasi pada kegagalan pendidikan, bahkan pendidikan akan keluar dari azas yang digariskan oleh bangsa Indonesia yakni pendidikan untuk mencerdaskan seluruh bangsa.

Proses menyatukan kelompok disable dengan orang normal harus dapat menjadi kebiasaan. Artinya jika orang normal masih berprasangka bahwa dirinya lebih baik daripada kelompok disable, maka yang terjadi adalah terputusnya hubungan keakraban dan hubungan sosial di antara mereka. Implikasinya orang normal akan terus berjalan sendiri meninggalkan kawan-kawannya yang disable. Di saat seperti ini, saya mempunyai gagasan bagaimana mempertemukan empatisme antara orang normal dan kelompok disable guna mewujudkan impian pendidikan inklusif. Ada beberapa hal yang menjadi titik fokus saya terkait dengan pembahasan penerapan pendidikan inklusif secara efektif dan efisien.

Pertama, membangun kesadaran publik (pendidik dan tenaga kependidikan) untuk memyiapkan kebutuhan infrastruktur yang terkait kemudahan akses siswa yang disable. Siapnya sarana dan prasarana akan menunjang keaktifan siswa yang bisa membawa mereka lebih kreatif dalam menghadapi suasana pembelajaran. Di antara infrastruktur yang dibutuhkan adalah sound audio bagi peserta didik yang tunarungu dsb. Kedua, menciptakan suasana relasif bagi peserta didik yang normal untuk memberikan dampingan dan bantuan ketika peserta didik kelompok disable mengalami kesulitan dalam akses pendidikannya.  Ketiga, pendidik harus terampil memberikan stimulus untuk membuka daya tanggap dan kemampuan mengelola kelompok disabel terhadap apa yang diajarkan, serta menyiapkan fedback melalui pemberian hal-hal yang menarik baginya.

IV.METODOLOGI

a.JENIS PENELITIAN

Penelitian ini akan menggunakan metode kuantitif karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah ada pengaruh pendidikan inklusif terhadap keefektifan proses pembelajaran di SMP N 11 Yogyakarta dengan mencari hubungan dan sebab akibat antara variable independent yaitu pengaruh pendidikan inklusif dan keefektifan proses pembelajran dengan variable dependent keefektifan proses pmebelajaran.

b.POPULASI/SAMPLE

Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas 8 dan 9 SMP N 11 Yogyakarta. Pengambilan sample dalam penelitian ini menggunakan tehnik random sampling yaitu tehnik pengambilan sample secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi. Maka dari total populasi yang ada di SMP N 11 Yogyakarta akan diambil sebanyak 17% dengan mengacu pada random table.

·VARIABLE

Independent variable

Dependent variable

X

Y

Pengaruh pendidikan inklusif

ØStyle/gaya mengajar

·Persamaan hak

·Keragaman

·Demokrasi

ØSikap toleransi

·Sikap menghoramti

·Tingkat toleransi

·Penerapan

ØApresiasi

·Sarana prasarana

·Beasiswa

ØPluralis

·Sikap menghormati

·Tingkat toleransi

·Penerapan

Keefektifan proses pembelajaran

ØPrestasi siswa

ØTinggal kelas

ØStrategi pembelajar

·Active learning

·Strategi pembelajaran ekspasitoro (penyampaian materi secara verbal/ceramah)

·Definisi Variable dan Penskoran

Pendidikan Inklusif

Dalam pelaksanaan pendidikan inklusif hal penting yang tidak dapat dipisahkan adalah bagaimana sistem pembelajaran yang diterapkan guru ketika proses menyampaikan materi khususnya ketika siswa disable berbaur dalam satu kelas dengan siswa normal. Maka yang menjadi suvariable adalah : gayamengajar guru. Gayamengajar guru fokus pada bagaiman gaya guru dalam menyampaikan pelajaran kepada siswa, apakah guru sudah dapat menggunakan nilai-nilai inklusif (persamaan hak, keragaman, demokrasi) kedalam proses pembelajaran. Skor 3 jika guru mampu menggunakan nilai-nilai inklusif kedalam proses pembelajaran, 2 jika guru kurang bisa menggunakan nilai-nilai pendidikan inklusif kedalam proses pembelajaran, 1 jika guru tidak mampu menggunakan nilai-nilai inklusif kedalam proses pembelajran.

Sikap Toleransi

Sikap toleransi adalah sikap menghargai dan menghormati terhadap adanya perbedaan khususnya terhadap kalangan minoritas. Sikap toleransi meliputi : menghormati, tingkat toleransi dan penerapannya. Menghormati mengacu pada bagaimana sikap respoden menghargai terhadap adanya teman yang menganut agama minoritas. Skor 2 jika menghargai, 1 jika tidak menghargai. Tingkat toleransi merujuk pada seberapa baik sikap toleransi yang dimiliki responden, maka skor 4 jika sangat baik, 3 jika baik, 2 jika sangat tidak baik, 1 jika tidak baik. Penerapan berkaitan dengan apakah responden sudah mengamalkan sikap toleransi dalam kehidupan sehari-hari. Skor 4 jika sangat sering, 3 jika sering, 2 jika kadang-kadang, 1 jika tidak pernah.

Apresiasi

Apresiasi merupakan kesadaran terhadap penilaian (penghargaan) dari kelebihan dan keterbatasan disable dalam mendapatkan pendidikan yang layak meliputi : sarana prasaran pembelajaran dan beasiswa. Sarana prasaran maksutnya alat penunjang proses pembelajaran bagi disable. Skor 2 jika ada, 1 jika tidak ada. Beasiswa adalah tunjangan yang diberikan bagi siswa sebagai bantuan biaya belajar bagi disable. Skor 2 jika ada, 1 jika tidak ada.

Sikap Pluralis

Sikap pluralis berkaitan dengan sikap bisa mengerti dan menerima terhadap adanya perbedaan agama yang meliputi : cara menyikapi dan penerapannya. Cara menyikapi maksudnya adalah bagaiman responden menyikapi teman yangberbeda agama dan kemampuan. Skor 4 jika sangat baik, 3 jika baik, 2 jika sangat tidak baik, 1 jika tidak baik. Penerapan berkaitan dengan apakah responden sudah mempraktikkan sikap pluralis dalam kehidupan sehari-hari. Skor 4 jika sangat sering, 3 jika sering, 2 jika kadang-kadang, 1 jika tidak pernah.

Keefektifan

Keefektifan proses pembelajaran merupakan keberhasilan proses pembelajaran siswa meliputi : Prestasi akademik, tinggal kelas (tidak naik kelas) dan strateg Prestasi akademik siswa mengacu pada seberapa sering siswa disable mendapat pringkat kelas. Skor 4 jika sangat sering, 3 jika sering, 2 jika kadang-kadang, 1 jika tidak pernah. Tinggal kelas mengacu pada apakah ada siswa tidak naik kelas. Skor 2 jika ada, 1 jika tidak ada. Strategi pembelajaran berkaitan dengan metode yang digunakan guru dalam mengajar apakah dalam proses pembelajaran menggunakan avtive learning dan srtategi pembelajaran ekspositori (penyampaian secara verbal). Skor 1 jika menggunakan strategi pembelajaran ekspositori dan 2 jika active learning.

Menentukan instrument penelitian untuk mengukur nilai variable yang diteliti agar valid dan reliable. Untuk variable pengaruh pendidikan inklusif dengan sub variable “ gaya mengajar” menggunakan rating scale. Variable “model pembelajaran” menggunakan skala guttman kerana untuk mengklaisfikasi model pembelajaran yang di terapkan. Pada variable sikap toleransi untuk subvariable “menghormati” menggunakan skala guttman karena untuk mengkasifikasi adanya sikap menghargai atau tidak menghargai, untuk mengukur sub variable “tingkat toleransi” dan subvariable “penerapan” menggunakan ratting scale. Variable apresiasi untuk subvariable “sarana prasarana pembelajaran” dan sub variable “beasiswa” menggunakan skala guttman. Variable “keefektifan “ untuk subvariable “prestasi akademik” menggunakan skala likert, subvariable “tinggal kelas” menggunakan skala guttman karena untuk megklasifikasikan ada dan tidaknya siswa yang tinggal kelas. Pada subvariable “strategi pembelajaran” menggunakan ratting scale.

c.HIPOTESA

Ha : Adanya hubungan positif yang signifikan antara di terapkannya pendidikan inklusif terhadap ke efektifan proses pembelajaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun