Mohon tunggu...
Nazil Using
Nazil Using Mohon Tunggu... -

percayalah akan tetap kurengkuh kesaksian di sepertiga malam _SaniZah

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sajak-Sajak Nazil Osing

16 Juni 2012   16:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:54 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Jogja Senjakala

Penghidupan awal rantau, diantara kehidupan

Antara mbok-mbok bakul dan laki-laki tanpa kelamin

Dikost impian, kota harapan

Musim kemarau dan hujan saling memacuku untuk terus bertahan hidup

Diantara jalan panjang berkelokan, memberanikan diri untuk mulai menari

Gedung-gedung dan tangan mengabur dalam senja

Jogja dan imaji membara dilangit timur daya

Oh..kota harapan

Aku akan mulai bertahan

Di tengah-tengah kesibukandan penderitaan

Seperti mimpi, bertemu dengan nama-nama yang kutemui dimedia massa

Kesenangan kala kecil yang tanggal

Menyeret pada tempat yang mempertemukan saya dan dia

Dan kita saling berbincang tentang kesenangan dan kebutuhan

Menunggu waktu senja

Diluar yang sederhana, aku asing

Nyanyian-nyanyian melankolis yang bercandu curahan

Aku mulai memahami kata demi kata

Dari penyair-penyair yang kutemui, di Jogja memulai hidup dengan hobi

Sederhana, mengajak khayalku melayang pada perbatasan derita

Musim bergantian menelan asa

Memahat keresahan panjang, bahwa hidup adalah berbuat

Tanpa harus mengenal keluh, bahwa hidup dinikmati

Di bawah bayangan samar istana sultan

Layung-layung senja mempertegas keadaan

Dalam merah menjulur tegas

Jogja mengajariku berani

Jogja melatihku menulis

Jogja menjaga tinggi darahku

Tempat harapan mengukir cita

Senjakala menggeserku dari mimpi pada kehidupan

Yogyakarta, 6 Februari 2011

Belajar di Kota rantau

Aku tulis puisi ini

Karena proses mengajari tentang kesabaran

Menderita untuk menjalani hidup

dan keluh dibuang dari diri

Menjadi konsultan diri

Tempat yang membuatku asing

Kini menjadi teman kesendirian

Frandebug, aku dan dirimu bertemu

Menuai cerita tentang kehidupan di Jogja

Merajut anyaman untuk kelangsungan hidup

Aku tulis puisi ini

Karenan puisi bukan tabu

Lalu patung-patung di dalam ruangan itu bercerita

Nenek moyang kita ditelan senjata

Dijogja aku dan dirimu bertemu pada satu ruang tak terbatas

Senjata menjadikanku melata pada altar harapan

Aku ingin memainkan patung-patung di dalam kaca

Aku ingin membuat isyarat asap kaum buruh

Yang tegar, bersahajamenjalani hidup

Di Jogja aku menjadi buruh tukang masak

Tapi bukan buruh katanya

“masakanmu ketimur, dan lidahku ada ditengah”

Aku tidak menemukan alasan

Kenapa harus manis

Aku ingin secara wajar kita bertukar rasa.
Masak sama, sambil mengatakan ini rasaku dan ini rasamu

Kita akan bertemu dalam rasa-rasa kita masing-masing

yang congkak bagai sampah
Kegamangan. Kecurigaan.
Ketakutan.
Kelesuan.

Rasa kita ternyata saling memberi kenikmatan

Yogyakarta,2 Juli 2011

Penghujung April

Diam memberi isyaratyang menandai ingatan

Pada ujung percakapan menyertakan bara harapan

Menyelindap diantara cemas dan optimis

Disetiap pertemuan aku menari pada mimpi

Menyelimuti musim dimana kamu dipertemukan

Kau mengirimkan lukisan tentangku dan mimpiku

Barangkali akan mewakili senja yang bercerita tentang perbincangan hangat tentang aku dan kamu

Mimpimu akan kau jumpai, Sayang . . .

Dan mimpiku akan ku jumpai bersama nada-nada Beo yang tak pernah mengeluh

Dan kita masih dalam pertemuan

Penghujung April kita menanggalkan cerita kegagalan

Mengukir imaji menjadi ada

Dan disetiap lukisan-lukisan itu akan mengamini mimpi-mimpi besar kita.

18 April 2012

Sebaris Mimpi

Mencintamu adalah sakit

Merindukanmu adalah air mata

Mimpi itu isyarat juga tanda, bahwa aku mencintaimu dengan tulus

Kenyataan yang berbalik memberi isyarat lain bahwa sakit adalah mencintamu

Bahwa air mata ketika merindukanmu

Sanizah, disetiap jengkal nadiku ada harapan bersamamu

Aku memang bukan yang pertama yang hadir, begitu juga kau

Kedua yang hadir setelah rembulan lalu purnama adalah kau

Inginku pertama bagimu. Namun percayalah kau masih ada di hati

Sanizah, bila waktu tak memihak pada mimpi.

Percayalah akan tetap ku rengkuh kesaksian diatas sepertiga malam

Karena cinta memang perjuangan melawan kenyataan

5 Juni 2012

Yogyakarta sebatas pagi yang senantiasa merindu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun