Mohon tunggu...
Nazhifa Rizkania Putri
Nazhifa Rizkania Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Politik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengurai Benang Merah Kekerasan Politik di Indonesia

5 Juni 2024   20:25 Diperbarui: 5 Juni 2024   20:52 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mengurai benang merah kekerasan politik di Indonesia memerlukan pemahaman yang mendalam tentang sejarah dan asal-usul fenomena ini. Kekerasan politik di Indonesia memiliki akar yang sangat dalam dan kompleks, dimulai dari masa kolonial yang diwarnai oleh perlawanan terhadap penjajah.

Fenomena ini terus berkembang melalui era kemerdekaan, mencapai puncaknya pada masa Orde Baru, dan masih terlihat jelas hingga era reformasi yang penuh gejolak.

Pada setiap periode, perjuangan untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan sering kali diiringi oleh tindakan kekerasan dan represif yang tidak pandang bulu.

Seperti yang dikatakan oleh Benedict Anderson, seorang pengamat politik terkenal, "Di Indonesia, sejarah kekerasan politik adalah cerminan dari perjuangan untuk kekuasaan dan pengaruh yang tidak pernah berakhir".

Motivasi dibalik kekerasan politik ini sangat beragam. Ini mencakup ambisi pribadi yang tak terbatas, kepentingan kelompok elit yang mendalam, serta sentimen etnis dan agama yang menimbulkan konflik berkepanjangan. Aktor-aktor yang terlibat juga bervariasi, mulai dari militer san paramiliter yang kuat, politisi yang licik, hingga kelompok radikal yang ekstremis.

Dampak sosial dan politik kekerasan ini sangat signifikan dan meluas. Kekerasan menciptakan trauma kolektif yang mendalam, merusak kepercayaan publik terhadap institusi negara, memperparah segregasi sosial, dan menghambat proses demokratisasi yang seharusnya inklusif.

Menurut sebuah laporan dari Human Rights Watch, "Kekerasan politik di Indonesia telah meninggalkan luka mendalam pada struktur sosial dan kepercayaan publik yang tidak mudah sembuh".

Tanggapan pemerintah dan masyarakat sipil sering kali masih jauh dari memadai, cenderung reaktif daripada preventif. Ada kebutuhan mendesak untuk strategi yang komprehensif dan berkelanjutan dalam mengurangi kekerasan politik, termasuk upaya pendidikan yang mendalam, reformasi kebijakan yang melibatkan semua pemangku kepentingan, dan peningkatan dialog antar kelompok yang berkesinambungan.

Studi kasus seperti tragedi Mei 1998 dan konflik Sampit memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana kekerasan politik dapat meletus dengan dahsyat dan apa yang diperlukan untuk mengatasinya secara efektif. Menguak akar dan dinamika kekerasan politik ini adalah langkah penting menuju Indonesia yang lebih damai dan stabil, menjadikan masa lalu sebagai pelajaran untuk masa depan. Sebagaimana yang dinyatakan oleh tokoh perdamaian, Desmond Tutu, "Kita belajar dari tragedi masa lalu untuk membangun masa depan yang lebih baik dan bermartabat".

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun