Di era digital yang semakin maju banyak istilah atau kata populer yang berkembang di kalangan masyarakat salah satunya FOMO atau Fear of Missing Out. Istilah ini digunakan untuk menunjukan kecemasan atau ketakutan tentang ketinggalan informasi, pengalaman, atau kegiatan yang dilakukan oleh orang lain terutama yang terlihat di media sosial. FOMO menjadi fenomena yang sangat terasa di kalangan generasi Z (Gen Z). Generasi Z adalah generasi peralihan yang berbeda dari Generasi Milenial. Gen Z merupakan individu yang lahir dari rentang tahun 1996 sampai dengan tahun 2012, yang dalam kehidupan sehari -- hari tumbuh dengan kecanggihan serta kemajuan teknologi dan media sosial (Hastini & Lukito, 2020). Media sosial yang memiliki segala keseruan dan konten yang menarik secara langsung seringkali menjadi sumber utama timbulnya perasaan FOMO. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mendapatkan pemahaman tentang fenomena FOMO di kalangan Gen Z, menganalisis bagaimana dampaknya terhadap kesejahteraan mental dan sosial serta memberikan solusi untuk mengatasi perasaan ini.
FOMO atau Fear of Missing Out adalah perasaan cemas atau takut kehilangan pengalaman dan kesempatan yang dilihat oleh orang lain baik dalam bentuk pengalaman pribadi, kegiatan sosial, ataupun informasi yang tersebar di seluruh platform media sosial (Aisafitri & Yusriyah, 2020). Fenomena ini semakin berkembang seiring dengan penggunaan teknologi dan media sosial yang kian meluas, terutama di kalangan gen Z. Media sosial menjadi platform utama bagi banyak orang untuk berbagi pengalaman baik itu kegiatan sehari-hari, liburan, sosial, bahkan pencapaian pribadi. Hal ini membuat seseorang percaya atau memiliki persepsi bahwa orang lain menjalani kehidupan yang lebih menyenangkan dan lebih sukses serta merasa tetinggal atau tidak cukup baik.
Gen Z sangat dipengaruhi oleh norma sosial dan harapan yang dibentuk oleh media sosial. Mereka cenderung merasa perlu untuk selalu terhubung dengan apa yang sedang tren atau diperbincangkan di dunia maya, agar tidak dianggap tertinggal. Perasaan ini seringkali diperburuk oleh ambisi untuk membangun citra diri yang positif dan diterima dalam lingkungan sosial mereka. Akses yang mudah ke media sosial, aplikasi pesan instan, dan berbagai platform komunikasi lainnya memudahkan Gen Z untuk terus mengikuti perkembangan dan aktivitas orang lain. Keterhubungan yang terus-menerus ini membuat mereka merasa harus selalu terlibat dalam setiap percakapan atau aktivitas yang sedang terjadi.
FOMO memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap kesehatan mental dan sosial gen Z. Penelitian dengan judul "Dampak Sindrom Fear Of Missing Out (Fomo) Terhadap Pola Pencarian Informasi Mahasiswa Dalam Perspektif Krikelas" menyatakan bahwa perilaku pencarian informmasi dipengaruhi oleh dampak psikologisnya. Penderita ini selalu mencari informasi baru untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya (Fuadiyah, Valentino, & Samosir, 2023). Perasaan ketinggalan yang sering muncul akibat FOMO dapat memicu stres dan kecemasan. Gen Z yang merasa tertekan karena melihat kehidupan orang lain yang terlihat lebih menarik atau lebih sukses dapat mengalami perasaan tidak puas terhadap diri sendiri. Kondisi ini dapat mengarah pada penurunan tingkat kebahagiaan dan kesejahteraan mental. Ketergantungan pada media sosial seringkali mengurangi interaksi tatap muka yang lebih mendalam. Meskipun sangat terhubung secara digital terkadang Gen Z merasa kesulitan membangun hubungan sosial yang tulus. Karena lebih fokus pada upaya untuk menunjukkan kehidupan mereka yang sempurna di media sosial dari pada menjalani hubungan nyata yang berarti. Hal ini dapat menyebabkan perasaan kesepian meskipun memiliki banyak teman online. FOMO dapat memengaruhi pola konsumsi dan perilaku sosial. Untuk menghindari perasaan tertinggal banyak individu dari Gen Z merasa terpaksa untuk mengikuti tren atau melakukan kegiatan tertentu, meskipun mereka tidak benar-benar tertarik. Ini seringkali berhubungan dengan tekanan untuk membeli barang tertentu, pergi ke acara sosial, atau mengikuti gaya hidup yang tidak sesuai dengan minat pribadi mereka.
Meski FOMO menjadi tantangan, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengatasinya. Salah satu cara terbaik untuk mengatasinya adalah dengan meningkatkan kesadaran diri. Gen Z perlu mengingatkan diri mereka bahwa apa yang mereka lihat di media sosial seringkali bukan gambaran lengkap dari kehidupan orang lain. Media sosial cenderung menunjukkan hanya sisi positif, dan tidak mencerminkan kesulitan atau tantangan yang dihadapi oleh individu tersebut. Menyadari hal ini dapat mengurangi perasaan cemas dan membuat mereka lebih fokus pada pencapaian dan kebahagiaan diri sendiri. Mengatur waktu penggunaan media sosial sangat penting untuk menghindari perasaan FOMO. Dengan membatasi durasi penggunaan media sosial dan fokus pada kegiatan offline dapat menciptakan ruang untuk mengeksplorasi minat dan kegiatan yang lebih sehat. Hal ini juga memberi kesempatan untuk membangun hubungan sosial yang lebih bermakna di dunia nyata. Menjaga kesehatan mental sangat penting dalam mengatasi hal ini. Gen Z perlu belajar untuk tidak membandingkan diri mereka dengan orang lain. Menggunakan media sosial untuk hiburan atau informasi yang positif, dan bukan untuk membandingkan diri atau merasa cemas adalah langkah penting dalam melindungi kesejahteraan mental mereka. Selain itu, berbicara dengan seseorang yang dapat dipercaya atau mengikuti terapi juga bisa membantu mengurangi dampak negatif FOMO. Alih-alih membiarkan diri terjebak dalam rasa cemas tentang apa yang hilang Gen Z bisa berfokus pada kegiatan yang memberi makna seperti berolahraga, membaca, atau terlibat dalam kegiatan sosial yang membangun. Dengan menumbuhkan kebiasaan positif yang tidak bergantung pada teknologi, mereka dapat mengurangi ketergantungan pada media sosial dan menciptakan keseimbangan dalam hidup mereka.
FOMO di kalangan Gen Z merupakan fenomena yang tidak bisa diabaikan terutama dengan pesatnya perkembangan teknologi dan media sosial. Meskipun begitu dengan kesadaran diri yang tinggi, pengelolaan penggunaan media sosial yang bijak, serta menjaga keseimbangan dalam kehidupan, generasi Z dapat mengurangi dampak negatif dari FOMO. Mereka perlu memahami bahwa hidup yang bahagia dan sukses tidak hanya diukur dari apa yang terlihat di media sosial, tetapi juga dari kesejahteraan mental, hubungan sosial yang sehat, dan pencapaian pribadi yang lebih bermakna.
Â
DAFTAR PUSTAKA
Aisafitri, L., & Yusrifah, K. (2020). Sindrom fear of missing out sebagai gaya hidup milenial di Kota Depok. Jurnal Riset Mahasiswa Dakwah Dan Komunikasi, 2(4), 166-177.
Fuadiyah, J., Valentino, R. A., & Samosir, F. T. (2023). Dampak Sindrom Fear of Missing Out (FoMO) Terhadap Pola Pencarian Informasi Mahasiswa Dalam Prespektif Krikelas. JIPI (Jurnal Ilmu Perpustakaan dan Informasi), 8(2), 385-395.
Hastini, L., Fahmi, R., & Lukito, H. (2020). Apakah Pembelajaran Menggunakan Teknologi dapat Meningkatkan Literasi Manusia pada Generasi Z di Indonesia?. Jurnal Manajemen Informatika (JAMIKA), 10(1), 12-28. https://doi.org/10.34010/jamika.v10i1.2678
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H