Sebagian besar populasi di seluruh dunia mengalami trauma emosional saat masih anak-anak. Beberapa individu berhasil pulih dari luka tersebut. Namun, ada juga yang masih membawa luka tersebut tanpa disadarinya, hingga tumbuh dewasa dengan sikap ego. Seumpama energi, merawat diri dan mental bagaikan mengisi bahan bakar. Dapat memberikan kekuatan yang cukup untuk menjalani kehidupan dengan lebih baik. Jika tidak diisi ulang, energi dalam diri akan habis. Oleh karena itu, penting menjaga kesehatan fisik maupun mental. Ketika tidak dalam kondisi yang baik, kita tidak dapat memberikan bantuan kepada orang lain atau melindungi mereka saat merasa terancam.
Pengalaman masa kecil yang pahit akan membekas dan menimbulkan luka serius yang harus ditanggungnya pada masa mendatang. Seseorang bangun lagi di dunia dan menghadapi masalah yang sama entah sampai kapan selama sisa hidupnya. Berharap tidak melakukan kesalahan baru dan dapat melalui hari dengan cepat. Biarkan orang lain menghadapi liku kehidupannya sebelum pada akhirnya menemukan sebuah kedamaian. Berapapun lamanya waktu yang harus dibutuhkan. Berdamai dengan diri di masa lalu. Maafkan. Terima dan jadilah utuh kembali.
Meyakinkan diri seolah akan baik-baik saja, padahal dalam hati, tidak ada yang baik-baik saja. Seberapa pun usaha yang dilakukan, tetap saja, akan ada waktu yang tidak mengerti permasalahan hidup yang dijalani. Hal penting yang dilakukan, selamatkan diri dengan dialog rasa yang melekat pada tubuh. Luka batin tak pernah disembuhkan, yang ada hanya terus dialihkan. Pikiran dan emosi yang terlupakan di dalam pikiran bawah sadar akan selalu menggangu kesadaran manusia, dan tanpa disadari, mereka akan muncul kembali dalam bentuk mimpi atau termanifestasi dalam tubuh sebagai rasa sakit pada beberapa bagian tubuh, atau dalam perilaku yang berulang tanpa henti.
Masalah yang mendasari orang dewasa sering kali berakar pada inner child yang mengalami luka. Setiap orang membutuhkan cinta, kasih sayang, penerimaan, perhatian, dan pemahaman dari orang lain sebagai bagian penting dari inner child mereka yang perlu dipenuhi (Diamond, 2008). Interpretasi pengalaman yang dialami oleh setiap individu pada dasarnya bersifat subjektif. Hal ini disebabkan oleh tiga faktor, yaitu perbedaan dalam fokus permasalahan, sifat rekonstruktif dari ingatan, dan kecenderungan selektif terhadap ingatan (Weiten, 1995).
Dialog rasa perlu dilakukan terhadap hal-hal yang telah dilalui. Layaknya inner child dalam diri. Komunikasi dihadirkan untuk merangkai sebuah emosi lama yang telah terpendam. Berbisik di antara ragamnya jendela metafora dengan berbagai kemungkinan yang bisa terjadi, jika masa lalu dapat diulang tanpa adanya kesalahan. Berkeluh pada keadaan depresi yang sulit dan rentan dengan menampung serta menahan semua akibat yang kemudian terus menumpuk. Dan berayal, menjadi dialog rasa terakhir dalam komunikasi antar diri sendiri.
Becerita memang tidak semudah yang dibayangkan. Kebanyakan terlalu takut dengan penghakiman, sehingga memilih untuk menyimpan erat kisah yang dialaminya. Namun, pada kenyataannya, bercerita melalui dialog rasa antara diri dan jiwa adalah hal terbaik yang dapat membangkitkan karakter positif guna berdamai dengan kelamnya masa kecil (inner child). Jika masalah disimpan sendiri, akan menguras pikiran dan membuat hidup seolah-olah tertuju pada masalah tersebut. Akibatnya, dapat berujung pada stress.
Character strange “Love” dalam inner child berguna untuk mengeksplorasi dan penyembuhan lebih lanjut untuk memperbaiki pola cinta yang tidak sehat. Pikiran dan pengalaman yang tersembunyi, lambat laun bertransformasi menjadi memori yang tercatat. Seperti fosil, mereka akan menjadi artefak berharga yang seharusnya tidak ditinggalkan. Kelak kau akan berdamai dengan inner child yang sering kau sebut belenggu.
Referensi :
Diamond, S. A. (2008). Essential Secrets of Psychotherapy: The Inner Child. Retrieved from https://www.psychologytoday.com/intl/blog/evil-deeds/200806/essential-secrets-psychotherapy-the-inner-child
Weiten, W. (1995). Psychology: Themes and Variations. Pacific Grove: Cole Publishing Company.