PDIP merupakan salah satu partai politik terbesar di Indonesia yang memiliki ciri khas yaitu "wong cilik". Diambil dari bahasa Jawa, di mana basis dukungan dari PDIP ini memang berada di tanah Jawa. Wong cilik sendiri memiliki makna yaitu memprioritaskan dan memperjuangkan hak rakyat terutama rakyat kelas menengah ke bawah. Dalam hal ini PDIP sebisa mungkin akan memperjuangkan mereka agar memiliki kehidupan yang lebih berkualitas, sehingga hal ini akan berdampak terhadap perekonomian negara dan meningkatkan kualitas masyarakat jika dilakukan secara konsisten dan terus menerus. Seperti halnya yang telah ditegaskan oleh Megawati selaku ketua umum dari partai tersebut, menginstruksikan kepada seluruh kader-kader dari PDIP untuk terjun langsung ke arena masyarakat agar menyatu dengan rakyat dan mendapatkan suara mereka. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Megawati setelah Ganjar Pranowo diumumkan sebagai calon presiden (capres) yang diusung PDI Perjuangan.
Jika dikaitkan dengan teori semiotika yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure seorang ahli bahasa berkebangsaan Swiss, terdapat dua spesifikasi yang ada dalam bahasa. Pertama yaitu signifier atau penanda, dalam konteks ini artinya simbol wong cilik itu sendiri sebagai penanda yang dipresentasikan oleh PDI Perjuangan kepada masyarakat. Kedua yaitu signified atau petanda, yang berarti PDI Perjuangan menggunakan simbol wong cilik untuk memberikan image kepada masyarakat bahwa PDI Perjuangan berkontribusi untuk memprioritaskan dan memperjuangkan hak masyarakat kecil, dengan memberikan bantuan dana dan program-program demi keberlangsungan kehidupan mereka.
Dari teori ini dapat dilihat bahwa PDIP ingin dilihat oleh masyarakat sebagai partai yang pro terhadap masyarakat kecil, yang nantinya ini akan menguntungkan mereka jika pemilu sudah tiba. Jika dilihat dari kacamata masyarakat perlu diketahui apakah PDIP sebagai partai yang memprioritaskan wong cilik ini sudah berjalan dengan baik atau tidak? Apakah masyarakat sendiri mengetahui mengenai slogan wong cilik tersebut? Berdasarkan riset yang penulis lakukan dengan melakukan wawancara kepada masyarakat di sekitar jalan Cihideung, Kota Tasikmalaya. Kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui terkait slogan wong cilik yang menjadi ciri khas PDIP, mereka juga tidak tahu apa makna dari wong cilik itu. Pernyataan tersebut membuktikan bahwa kinerja PDI Perjuangan yang mendeklarasikan sebagai parpol yang pro terhadap rakyat kecil belum sepenuhnya berhasil. Para pedagang kali lima yang ada di sekitar sana menyebutkan bahwa saya tidak tahu mengenai wong cilik dan saya tidak merasakan kinerja dari simbol tersebut. Dalam hal ini tidak ada sinkronisasi antara PDIP dan masyarakat. PDIP yang menyatakan dirinya adalah partai yang dekat dengan rakyat, namun fakta di lapangan mengatakan sebagian besar dari mereka tidak merasakan kedekatannya dengan partai tersebut. Dapat diartikan itu hanyalah trik atau marketing dari PDIP untuk mendapatkan suara dengan alih-alih mendekatkan diri kepada masyarakat kecil.
Perlu adanya evaluasi dari PDI Perjuangan terkait pengimplementasian dari "wong cilik" tersebut. Agar seluruh elemen masyarakat dapat merasakan kinerja yang dilakukan PDI Perjuangan untuk membantu rakyat-rakyat kecil, meskipun faktanya pasti ingin mendapatkan suara mereka dalam pemilihan presiden maupun legislatif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H