Mohon tunggu...
Nazaruddin S.PdI
Nazaruddin S.PdI Mohon Tunggu... -

seorang kepala sekolah penggiat pendidikan di desa terpencil

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

#AksiBarengLazismu Perjuangan Tanpa Henti demi Mencerdaskan Anak Bangsa

15 November 2014   20:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:44 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : NAZARUDDIN S.PdI

Saya, Nazaruddin, lahir pada tanggal 1 Desember 1985, putra ke 6 dari Bapak H.Masdar yang pernah menjabat Kepala Desa di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Berandan Barat selama lebih kurang 17 tahun.Sekarang beliau telah berhenti menjadi kepala desa sejak 32 tahun yang lalu, tepatnya sekitar tahun 1982.Beliaulah yang telah berkorban demi menyekolahkan saya, mulai dari SD hingga saya mendapat gelar Sarjana Pendidikan Islam di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara, dengan hanya bekerja sebagai petani. Sedangkan ibu saya telah meninggal dunia sejak 9 tahun yang lalu karena sakit.

Sebelum saya di wisuda, pada awal tahun 2009, saya telah memulai pengabdian saya sebagai guru honor pada sebuah Madrasah Tsanawiyah, lengkapnya Madrasah Tsanawiyah Al-Wasliyah Desa Lubuk Kasih Kec.Berandan Barat yang berjarak lebih kurang 15 kmdari rumah orang tua saya di Jln.Paluh Tabuhan Dusun 1 Janggus Desa Lubuk Kertang Kec.Berandan Barat. Saya mengajar sebagai guru Mulok Pengembangan Diri. Dengan jumlah murid yang tidak terlalu banyak, yaitu 75 orang dibagi menjadi 3 kelas. Dengan honor hanya Rp 250.000 perbulan. Walaupun begitu, saya tetap semangat demi mencerdaskan anak bangsa dan demi kemajuan pendidikan.

Setiap pukul 6.30 pagi, saya mulai menyalakan sahabat setia saya, yaitu sepeda motor saya, si Yamaha Vega Merah keluaran tahun 2004, yang dihadiahkan ayah saya setelah saya memulai memasuki semester 7, untuk menemani saya pergi ketempat saya mengajar. Bukan hanya tempat saya mengajar, bahkan kemana saja saya pergi melakukan aktivitas sehari-hari. Dengan kondisinya yang sudah hampir tak layak pakai karena dimakan usia, ia tetap setia bersama saya hingga tahun 2012 lalu.

Tepat Pukul 07.00 pagi saya sudah sampai tujuan, bertemu dengan murid-murid saya yang ceria dan rekan-rekan kerja saya yang ramah tamah dan bersahabat. Merekalah yang sama-sama berjuang demi memajukan anak bangsa terutama dibidang pendidikan. Seolah tak mengenal lelah, kami mendidik murid-murid dengan penuh rasa yakin, yakin bahwa merekalah yang nantinya kelak akan menjadi generasi penerus kami yang membawa perubahan bagi Indonesia tercinta menjadi lebih baik lagi.

Selama lebih kurang 2 bulan mengajar di Madrasah Tsanawiyah Al-Wasliyah, saya mencoba melamar di Madrasah Tsanawiyah tempat saya tinggal, yang bernama Madrasah Tsanawiyah Swasta Al-Habieb namanya.Sekolah yang sama-sama dibawah naungan Kementerian Agama Republik Indonesia ini berdiri pada tahun ajaran 2007/2008, dan pada saat itu hanya baru terdapat 2 kelas saja. Yaitu kelas VII-VIII dengan jumlah murid 45 orang. Saya diterima sebagai guru bidang studi B.Arab, sesuai dengan jurusan yang saya jalani pada waktu saya kuliah.

Madrasah Tsanawiyah Swasta Al-Habieb ini mengadakan kegiatan belajar mengajar di bangunansekolah hasil swadaya masyarakat desa. Pada awalnya bangunan itu hanya digunakan untuk Madrasah Diniyah Awaliyah saja, tetapi pada saat MTs S Al- Habieb berdiri, MTs S Al-habieb tidak mempunyai bangunan sekolah sendiri, tepatnya murid-murid Al-Habieb menumpang tempat belajar dengan Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) untuk waktu yang tidak dapat ditentukam lamanya. Dengan keadaan bangunan yang sudah terlihat berlubang dinding-dinding papannya karena telah berdiri sejak tahun 1975.Walaupun telah beberapa kali diadakan perehapan dan itu pun dengan hasil swadaya masyarakat pula, Madrasah Tsanawiyah Al-Habieb berjalan lancar selama 2 tahun terakhir hingga tahun ajaran 2009-2010.

Selama 6 bulan saya mengajar di MTs S Al-habieb, MTs S Al-habieb inibelum memiliki izin operasional.Orang tua murid mulai gusar mengetahui hal itu, gusar akan nasib pendidikan anaknya kelak, karena jika sekolah belum mempunyai izin operasional, maka sekolah tersebut tidak diperkenankan mengikutsertakan siswanya dalam Ujian Akhir Nasional. Satu persatu orang tua murid mulai memindahkan anaknya kesekolah lain, walau tidak sampai semua murid mengambil keputusan untuk pindah sekolah, tapi MTs S Al-Habieb mengalami penurunan jumlah murid yang sangat drastis, dari 45 orang menjadi hanya tinggal 30 orang saja.

Dengan berat hati, pada tanggal 29 April 2009 Kepala Sekolah MTs S Al-Habieb, Bapak M.Darwis Siagian S.Pd menyerahkan jabatannya dikarenakan beliau mempunyai kegaiatan lain, yang menurutnya lebih penting.Bagai disambar petir disiang hari rasanya hati saya, karena beliau menyerahkan jabatannya kepada saya.

Beliau menganggap bahwa saya adalah orang yang tepat untuk meneruskan Perkembangan MTs S Al-Habieb untuk kedepannya, menurut beliau karena saya menjadi Ketua Dewan Pimpinan Kecamatan dalam suatu organisasi yaitu Badan Komunikasi Pemuda Remaja Mesjid Indonesia (BKPRMI). Hal inilah yang beliau anggap suatu modal diri untuk saya dalam menjalankan amanah selaku Kepala MTs S Al-Habieb.

Kini tanggung jawab yang amat besar ada dipundak saya. Sederetan tugas menanti didepan mata. Tetapi saya tetap tabah, besar hati, dan saya menganggap bahwa ketika seorang telahmemberikan kepercayaan kepada kita, maka menurut saya itu adalah suatu amanah akan tetapi saya optimis pasti bisa menjalankan amanah itu untuk menjadi seorang kepala sekolah dan saya bertekad tidak akan menyia-nyiakan kepercayaan itu, padahal pada saat itu saya belum menyandang gelar sarjana masih berusia 24 Tahun

Tapi saya tidak menyerah dan putus asa saya pun dan dewan guru mengadakan sosialisasi ke SD/MI dan MDA Sekitar serta pengajian ibu-ibu,agar kiranya puta/putrid mereka tidak lagi harus menempuh jarak jarak berkilo-kilo meter demi melanjutkan sekolahlanjutan cukup hanya dengan bersekolah di Mts Madinatul Ilmi

Gunjingan ditengah masyarakat semakin marak tentang keadaan MTs S Al-Habieb. Maka dari itu, saya inisiatif untuk mengganti nama sekolah tersebut menjadi Madrasah Tsanawiyah Swasta Madinatul Ilmi sesuai saran, kritik dan arahan dari teman-teman. Bergantinya Kepala Sekolahnya, berganti pula ketua lembaganya. Itulah yang terjadi pada MTs S Al-Habieb, dan yang menjabat sebagai Ketua Lembaga Pendidikan Islam Madinatul Ilmi adalah ayahanda saya. Beliau pun menerbitkan Surat Keputusan bahwa saya telah diputuskan menjadi Kepala Sekolah Madrasah Tsanawiyah Swasta Madinatul Ilmi sejak tanggal29 April 2009. Bermulai dari surat Keputusan tersebut, saya terus menyiapkan berkas-berkas lain yang harus disiapkan untuk memohon diterbitkannya Surat Izin Operasional Madrasah yang telah saya pimpin.

Dengan keterbatasan dana dan ketiadaan komputer, saya dan istri saya, Milda Rizki, yang saya nikahi pada tanggal 20 Mei 2009, 1 minggu sebelum saya wisuda, harus rela berkorban waktu dan tenaga untuk menyelesaikan semua berkas-berkas yang harus diselesaikan.Berkali-kali kami harus ke rental komputer dan pergi kerumah guru saya sewaktu menimba ilmu di Pondok Pesantren tepat nya di PPM.Al-Yusriyah yang terletak di Kecamatan Pangkalan Susu, beliaulahyang telah lebih dahulu menjalani apa yang saya jalani, dan saya ingin meminta pendapat, kritik dan saran. Lebih kurang 10 km jarak yang kami tempuh untuk sampai kerumahnya. Bermodalkan dengan kepercayaan saya meminjam uang dari teman saya untuk menyelesaikan berkas, pada akhirnya berkas-berkas pun selesai. Tanpa menunggu lama, berselang hanya 1 hari, beliau pun mengantarkan permohonan tersebut ke Departemen Agama Wilayah Sumatera Utara, dan pada tanggal 18 Agustus 2009 Surat Izin Operasional Madinatul Ilmi pun akhirnya terbit. Bagai mendapat bulan jatuh rasa bahagianya hati ini, karena tugas awal terberat sudah saya lalui. Saya pun langsung memberitahukan kepada orang tua murid dan masyarakat, bahwa Izin Operasional Madrasah Tsanawiyah Swasta Madinatul Ilmi telah terbit, dan mereka semua tidak perlu gelisah lagi tentang kelanjutan pendidikan anak-anak mereka.

Bagi masyarakat jangan lagi menyimpan ragu untukmenyekolahkan putra putri mereka di MTs S Madinatul Ilmi, karena MTs S Madinatul Ilmi telah menjadi sekolah yang sah di Pemerintah dan memiliki guru-guru berpendidikan tinggi juga berkualitas dalam mendidik anak-anak mereka.

Pada tahun ajaran berikutnya, kami hanya menerima 8 murid saja di kelas VII, dikarenakan pada penerimaan murid baru, Izin Operasional MTs S Madinatul Ilmi belum terbit, baru terbit satu bulan setelahnya, jadi masyarakat belum banyak yang mengetahui tentang status Izin Operasional MTs S Madinatul Ilmi. Tapi saya tidak menyerah dan putus asa, saya pun mengadakan sosialisasi ke sekolah Sekolah Dasar seperti Sekolah Dasar Negeri, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Diniyah Awaliyah dan perkumpulan ibu-ibu Perwiritan dan Pengajian didesa saya, agar putra putri mereka tidak lagi harus menempuh jarak berkilo-kilo meter demi melanjutkan kesekolah lanjutan, cukup di Madrasah yang dekat saja yaitu di MTs Swasta Madinatul Ilmi.

Dengan murid yang saat itu hanya 38 orang, saya pun mempunyai tugas baru yaitu menyiapkan berkas untuk memohon dana bantuan pemerintah yang disebut Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), untuk kelangsungan kegiatan belajar mengajar di MTs S Madinatul Ilmi. Membayar honor dan membeli kebutuhan sekolah seperti kapur tulis, penghapus dan lain-lainnya. Dan lagi-lagi saya harus dibantu oleh istri saya, kami mulai menyiapkan data-data MTs S Madinatul Ilmi, mengonsepnya dan mengetiknya dirental komputer.Dengan keadaannya yang sedang hamil 2 bulan, ia tidak mengenal lelah dalam membantu saya berjam-jam berada dirental komputer, pulang malam hari bahkan ia harus ikut ke Kantor Kementerian Agama karena ialah yang saya libatkan menjadi bendahara Madrasah dalam mengelola Dana BOS karena ia lulusan Sekolah Menengah Kejuruan jurusan Akutansi Keuangan. Walaupun begitu, semua harus kami jalani, dengan keadaan istri saya yang sangat rentan, saya tetap menjaga kondisinya dengan memberikan vitamin dan selalu rutin mengantarnya ke dokter untuk memeriksa kehamilan anak pertama kami.

Waktu terus berjalan, kegiatan belajar mengajar di MTs S Madinatul Ilmi pun terus berlangsung dengan baik. dibantu dengan 13 orang guru, saya mengelola MTs Swasta Madinatul Ilmi dengan sangat besar hati. Saya yakin MTs S Madinatul Ilmi akan menjadi sekolah yang maju dan berkualitas di tahun-tahun berikutnya karena kami menerapkan motto “ Biar Sekolah Biasa, Tapi Prestasi Luar Biasa”

Dengan kesibukan saya yang telah menjadi guru sekaligus Mendapat tugas Tambahan yakni Kepala Sekolah di MTs S Madinatul Ilmi, saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari MTs.Al-Wasliyah Lubuk Kasih, agar saya lebih fokus di MTs S Madinatul Ilmi sehingga segala visi, misi, dan tujuan MTs. S Madinatul Ilmi dapat tercapai dengan efektif dan efisian dengan konsep 3T, yaitu Terencana, Terarah dan Terukur. Akan tetapi saya merasa mendapat tantangan baru, tantangan yang harus saya lalui seperti beliau sewaktu merintis Madrasah Tsanawiyah Al-Wasliyah dahulu. Berselang waktu 1 bulan Madinatul Ilmi mendapat kabar gembira, Madinatul Ilmi mendapat Dana BOS dari pemerintah, tepatnya pada ajaran baru tahun 2009/2010.

Dana tersebut pun saya ambil bersama bendahara ke Bank SUMUT cabang Pangkalan Berandan yang terjarak 25 km dari rumah saya.Betapa gembiranya dewan guru menerima honorer pertama yang diberikan oleh pemerintah. Walaupun pada saat itu mereka hanya terhitung Rp.10.000 perjam mata pelajaran. Sungguh itu jumlah yang sangat kecil, bahkan sangat jauh dari harapan karena Dana BOS yang kami terima sesuai dengan jumlah murid yang kami miliki. Tetapi saya salut dengan seluruh guru, mereka masih tetap bertahan walaupun dengan gaji yang sangat jauh dari harapan. Terima kasih atas pengertian dari dewan guru semua, Semoga Allah tetap terus memberikan keberkahan-Nya untuk kita.

Bulan demi bulan berlalu, hingga sampai pada hari yang sangat saya nantikan, yaitu hari kelahiran anak pertama saya. Tanggal 13 April 2010pada hari Selasa pukul 04.30. dini hari, anak saya lahir. Saya telah menjadi seorang ayah, dan saya di karuniai putri yang sangat cantik dan sehat. Dengan berat badan 3.2 kg dan panjang 48 cm, betapa bahagianya hati saya menerima rezeki yang tak terhingga dari Allah. Ia saya beri nama Nazkia Fazarina Hafidz, karena saya ingin ia menjadi Hafidzah Al-Qur’an kelak.

Belum sirna kebahagiaan saya, saya dihadapkan lagi dengan tantangan baru. Saya mendapatkan surat dari Departemen Agama untuk menghadiri rapat Kepala Sekolah di Kabupaten. Kepala Seksi Mapendamengatakan pada rapatnya, bahwa bagi sekolah-sekolah yang masih menumpang di suatu lembaga pendidikan lain, harus segera mendirikan bangunan sendiri. Jika dalam kurun waktu yang ditentukan sekolah tersebut belum memiliki bangunan sendiri, maka izin Operasional Sekolah tersebut akan dicabut dan tidak berhak lagi melakukan kegiatan belajar mengajar.

Sepulang dari rapat saya merasa hampir putus asa, bingung dan disertai rasa takut. Bingung dimana mendapatkan lahan untuk membangun, bingung dari mana mendapatkan uang untuk mendirikan bangunan sekolah, dan bagaimana jika saya tidak dapat melakukannya, Madinatul Ilmi akan ditutup. Lalu saya menceritakan rasa khawatir saya kepada orang terdekat saya, dan ia menyarankan untuk memusyawarahkannya dengan ayah saya selaku ketua lembaga yang sampai saat ini kami masih tinggal bersama beliau dalam satu atap.

Seperti melihat secerah cahaya di gua yang gelap, ayah berkata “ya sudah…., jangan bingung sekolah ayah yang lama kan masih ada, walaupun bangunannya sudah rusak, tapi kalian telah mempunyai lahan untuk membangunnya kembali”. Alhamdulillah….ucap saya

Memang, sewaktu ayah menjabat Kepala Desa, beliau sempat mendirikan sebuah sekolah yang berjarak 1 km dari Madinatul Ilmi. Sekolah itu bernama SMP Swasta Permata Indah, beliaulah yang menjadi pendiri dan ketua Yayasannya pula. dan yang menjadi Kepala Sekolahnya adalah Bapak Alm.Sahlan, sahabat karib beliau. Kemudian di lanjutkan oleh Bapak Saudi, yang merupakan teman ayah juga. Selama 3 tahun Permata Indah berjalan dan sempat meluluskan 1 angkatan muridnya, tetapi di sebabkan keminiman murid pada tahun-tahun selanjutnya, sekolah itu pun tutup pada tahun 1987. Karena pada saat itu belum banyak penduduk yang bertempat tinggal disekitar Permata Indah berdiri.

Saya dan ayah saya pun bergegas untuk melihat kondisi sekolah itu, hanya dengan waktu beberapa menit kami telah sampai ditujuan diantar oleh si merah Yamaha Vega, memang sungguh sangat memprihatinkan, dari jauh hanya terlihat rumpun-rumpun semak belukar yang menghalangi pandangan. Lalu kami mulai mendekatinya dan terlihatlah tembok-tembok bangunan yang telah retak disana sini, dengan lantainya yang pecah-pecah, kamar mandi yang telah hancur bahkan telah ditumbuhi pohon akasia setinggi lebih kurang 3 meter karena telah lebih 20 tahun tidak ada yang mengurusnya. Ayah mengatakan, bahwa meja, kursi, kayu-kayu kusen dan seng yang dahulu ada, telah lapuk dimakan usia dan telah diberikan Kepadawarga yang membutuhkan.

Saya mulai berfikir, kail dan mata pancing telah dihibahkan ayah, yaitu tanah seluas ±2.400m2 dan bangunan sekolah yang lama, sekarang bagaimana caranya saya harus berjuang demi kelangsungan MTs S Madinatul Ilmi.Bertanya kepada orang yang berpengalaman di bidang bangunan, tidak sedikit dana yang dibutuhkan untuk merehap bangunan itu menjadi layak huni kembali. anya gedung MTs S Madinatul Ilmi dapat selesai seperti sekolah-sekolah lain.

Alhamdulilah, harapan saya mulai menemui jalan lagi. Proposal sekolah yang saya antar bersama istri saya ke PT.PLN Cabang Binjai pada awal tahun 2010 lalu, mendapat jawaban. PT.PLN Cabang Binjai mengutus Tim Surveinya untuk mensurvei MTs S Madinatul Ilmi. Sekali lagi saya tadahkan tangan mengucap syukur kepada Allah swt, karena mereka bersedia membantu 100 sak semen untuk pembangunan dan semen itu saya gunakan untuk melantai semen halus lantai ruang kelas yang semula hanya disemen kasar oleh pekerja bangunan.

Satu-persatu teman, saya hubungi, dan menanyakan kepada siapa saya harus mengajukan proposal dan memohon bantuan untuk menyelesaikan bangunan Madinatul Ilmi. Hingga salah satu teman senior saya, yaitu Pak Marjuki, beliau bekerja di Kemenag Kabupaten Langkat bidang Mapenda. Beliau pun memberi informasi tentang bagaimana caranya Madinatul Ilmi mengajukan Permohonan untuk Program Block Grand Kemenag Republik Indonesia tahun 2012 di Jakarta. Tak hanya info ini yang saya peroleh dari beliau, jauh sebelum itu, beliau juga yang memberi segala info untuk kemajuan MTs S Madinatul Ilmi, baik itu Dana BOS, Sertifikasi Guru, Fungsional Guru, Pelatihan-pelatihan untuk guru-guru, dan banyak info-info lain yang beliau berikan demi kemajuan MTs S Madinatul Ilmi, agar menjadi lebih baik dan terbaik untuk ke depannya. ”Terima kasih Pak, semoga amal baik Bapak mendapat ridho dan balasan yang berlipat dari Nya, Amin…”

Berbulan-bulan saya menunggu dan tenyata permohonan saya diterima dan dikabulkan. Terima kasih ya Allah…Engkau telah membuka jalan untuk kami…. MTs S Madinatul Ilmi mendapat bantuan yang cukup besar dari Kemenag RI, yaitu Rp. 95.200.000,.Saya merasa sudah tidak sabar ingin melanjutkan pembangunan hingga selesai. Catatan bahan-bahan bangunan yang ingin dibeli sudah saya peroleh dari tukang bangunan, setelah bahan-bahan bangunan terbeli, pembangunan Madinatul Ilmi pun dilanjutkan kembali. Mulai dari membuat koridor atau teras, memasang plafon asbes, pemasangan aliran listrk PLN, memasang keramik lantai ruang kelas, dan mengecat indah MTs Swasta Madinatul Ilmi. Keadaan MTs S Madinatul Ilmi telah tampak selesai dan indah bila di lihat dari luar, tapi sayang, hingga saat ini ruang kantor guru belum terpasang keramik, karena dana tersebut telah habis.Kantor guru hanya berlantaikan semen halus, semen yang kami dapat dari bantuan PT.PLN Cabang Binjai yang lalu.

Namun, guru-guru tetap semangat , mereka berkata, “ Tidak apa-apa pak kantor kita belum dikeramik, yang penting ruang kelas anak-anak yang kita dahulukan, agar mereka bisa nyaman untuk belajar, kami semua yakin bahwa bapak akan terus berjuang demi MTs ini”. Berkat semangat dan dorongan mereka , murid-murid dan orang terdekat saya, yaitu istri dan ayahanda serta dukungan keluarga saya, yang membuat saya kuat dan akan terus berjuang , akan tetapi dengan kondisi Madinatul Ilmi yang tinggal lebih kurang 5% lagi akan selesai, saya sudah merasa sedikit lega.

Kini MTs S Madinatul Ilmi telah indah dipandang mata, masyarakat pun mulai memperhatikan hal ini. Pada tahun ajaran baru, mereka mulai mendaftar putra-putri mereka. Karena selain ilmu umum dan agama, saya juga menerapkan berbagai kegiatan ekstrakurikuler.

Saya bersama guru-guru membentuk Grup Nasyid dan Marhaban yang bernama El-Hijri, Rumah Tahfidz Al-Qur’an Nurul Ilmi, Kelompok Kader Dakwah, Kader Bela Negara, Kader Pecinta Lingkungan, Kelompok Ilmiah Remaja, Kelompok tari daerah. Tidak hanya ekstrakurikuler dalam bidang seni dan agama saja, ada pula ekstrakurikuler bidang olah raga, seperti sepak bola, bola Volly, Badminton dan sepak takraw, dan ilmu bela diri yaitu Taekondo.

Berkat kerja keras guru-guru, siswa-siswi, MTs S Madinatul Ilmi telah banyak memenangkan berbagai lomba, diantaranya Juara I Vokalis Nasyid terbaik se Teluk Aru, Juara I Nasyid di Pangkalan Berandan, dan dua kali diberi kesempatan dan di utus mewakili Kecamatan Berandan Barat untuk lomba di Kabupaten.Walaupun belum mendapat juara, tapi saya bangga pada mereka, yang tidak letih-letihnya untuk berlatih bahkan sampai pukul 23.00 Wib malam.Dan dalam bidang olah raga, siswa-siswi Madinatul Ilmi pernah mengantongi Juara II Volly Putri se Teluk Aru dan Juara II Lomba Lari 100M Putra se Teluk Aru pula. Terima kasih semua anak didikku,jika bukan karena kalian Berlatih dengan tekun dan bersungguh-sungguh mustahil semua ini dapat terwujud.

Begitu banyak PR yang harus saya kerjakan untuk kemajuan MTs S Madinatul Ilmi. Tapi seiring berjalannya waktu, insya Allah, Allah akan selalu membantu serta membuka jalan buat saya dan saya sudah mulai menyelesaikan satu-persatu PR yang banyak tersebut, mulai dari pembangunan, peningkatan pengajaran dan peningkatan mutu guru-guru. Sekarang guru-guru MTs S Madinatul Ilmi sudah 16 orang dan 7 orang diantaranya telah lulus program setifikasi, dan kini tersisa 6 orang lagi yang akan di usulkan untuk mengikuti program pemerintah tersebut. Diantara 16 orang guru-guru, kami hanya mempunyai 3 orang guru yang belum menyandang S1, itu sebabnya mereka tidak mengikuti program sertifikasi guru. 2 diantaranya hanya lulusan SMA dan SMK, tapi mereka berdua adalah pelengkap yang paling penting di MTs S Madinatul Ilmi, yaitu Guru Ektrakurikuler Nasyid dan Marhaban, dan satu orang lagi adalah istri saya yang menjabat sebagai penanggung jawab keuangan sekolah. 1 orang lagi masih dalam masa pendidikan di salah satu Sekolah Tinggi yaitu Sekolah Tinggi Agama Islam Jami’atul Mahmudiyah (STAI JM) Tanjung Pura.

Meningkatnya mutu pengajaran dan mutu guru pendidik, maka mulai meningkat pula jumlah siswa yang mendaftar dan masuk ke MTs S Madinatul Ilmi, yaitu pada tahun ajaran 2013-2014 jumlah siswa yang masuk adalah 38 orang, padahal dulu, jumlah itu adalah jumlah siswa untuk seluruh kelas. Jumlah itu harus dibagi menjadi 2 rombel, karena batas maximal 1 kelas adalah 30 orang. Jadi pada tahun ajaran 2013-2014 ini, jumlah siswa kami sudah mencapai 75 orang, jauh lebih banyak dari jumlah pada saat 3 atau 4 tahun lalu, yaitu 38 orang. Saya pun kembali mempunyai tugas lagi, yaitu memikirkan ruang kelas baru untuk anak-anak didik saya yang baru.

Walaupun mempunyai tugas baru untuk memikirkan ruang kelas, tapi saya sangat bersyukur kepada Allah atas keberkahan yang Ia beri, karena jumlah siswa yang masuk ke MTs S Madinatul Ilmi sudah banyak meningkat. Hal ini juga dikarenakan faktor sosialisasi saya dan guru-guru yang tidak mengenal lelah. Dibantu oleh istri dan guru-guru, kami mengadakan sosialisasi melalui Pengajian ibu-ibu dan Pengajian Bapak-bapak disekitar Kecamatan Berandan Barat dan Pangkalan Susu.

Bahkan untuk tahun pelajaran 2014-2015 yang baru saja dimulai, MTs S Madinatul Ilmi sudah menerima 70 orang calon siswa yang telah mengembalikan formulir, namun yang telah pasti masuk dan mengikuti pelajaran saat ini adalah 58 orang, mungkin calon siswa yang lain berubah fikiran disebabkan oleh jarak yang ditempuh cukup jauh dari rumah mereka dan ketiadaan angkutan umum, karena kabar tentang kemajuan MTs S Madinatul Ilmi telah beredar luas dimasyarakat, bahkan hingga keluar Kecamatan Berandan Barat, oleh sebab itu mungkin mereka lebih memilih untuk bersekolah di sekolah lain yang mempunyai akses angkutan umum. Berdasarkan alasan-alasan yang saya terima ini, saya pun merekrut tetangga dan teman-teman yang mempunyai becak motor untuk mengangkut siswa-siswa yang tidak mempunyai kendaraan kesekolah, namun berkeinginan untuk bersekolah di MTs S Madinatul Ilmi dengan angkutan becak motor dari rumah menuju MTs S Madinatul Ilmi. Dengan cukup hanya membayar Rp.2000,-/orang/hari mereka bisa sampai disekolah tepat waktu. Namun ongkos tersebut tidak cukup untuk menutupi tarif yang layak diterima oleh sang abang becak, saya harus mengeluarkan lagi Rp2000,-/orang/hari dari Dana BOS yang kami terima untuk membantu biaya transport mereka.

Dalam sosialisasi ke masyarakat, seluruh dewan guru sangat gigih menemani saya dalam program memajukan MTs S Madinatul Ilmi. Termasuk mempromosikan perkembangan siswa MTs S Madinatul Ilmi yang sangat signifikan. Yaitu terpilih dan lulusnya salah satu alumni MTs S Madinatul Ilmi pada tahun pelajaran 2013-2014 yang bernama Muhammad Maulana Syahputra sebagai perserta Program Beasiswa Tahfizh Al-Qur’an (PBTQ) Direktorat Jenderal Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama bekerja sama dengan Yayasan Pusat Perstuan Kebudayaan Islam Indonesia – Turki ( UICCI-United Islamic Cultural Centre of Indonesia-Turkey ).

Kembali ke persoalan 38 orang dan 58 orang siswa baru dan ruang kelas untuk mereka. Dengan jumlah tersebut, saya harus menyediakan dua ruang kelas lagi, karena total ruang kelas yang MTs S Madinatul Ilmi butuhkan adalah 5 ruang,sedangkan yang tersedia hanya 4 ruang itupun termasuk ruang guru yang dialih fungsikan menjadi ruang kelas. Terpaksa 38 orang siswa yang sekarang telah duduk dikelas VIII saya jadikan satu rombel, padahal pada awal tahun pelajaran mereka masuk MTs S Madinatul Ilmi, mereka dibagi menjadi dua rombel. Hingga sampai saat ini saya belum menemui jalan untuk ruang kelas baru yang dibutuhkan. Dengan berat hati, terpaksa ruang kantor guru-gurulah yang untuk sementara waktu telah digunakan menjadi ruang kelas sementara untuk kelas IX, hingga saya bisa membangun ruang kelas baru untuk mereka. Lagi-lagi guru-guru ikhlas menerima keadaan sulit ini. Saya sangat salut pada mereka, karena mereka sanggup bertahan bersama saya dalam kondisi MTs S Madinatul Ilmi seperti ini. Dan dengan peningkatan jumlah siswa, guru-guru kini mengalami kenaikan honor, namun MTs S Madinatul Ilmi hanya sanggup menaikkan honor mereka menjadi Rp. 15.000,- saja per jam mata pelajaran, sungguh masih jauh dari yang mereka butuhkan. Dan yang membuat hati saya sedikit miris, kini mereka hanya berruangkan koridor sekolah untuk tempat istirahat mereka pada jam istirahat tiba. “Sabar ya dewan guru semua, saya akan berusaha demi kalian, karena kalian semua adalah bagian dari keluarga besar MTs S Madinatul Ilmi”.

Suatu hari, pada tahun 2012, saya membeli salah satu koran yang cukup terkenal di daerah saya untukmelihat berbagai informasi, tapi tidak disengaja saya menemui berita yang sangat menarik. Ada info tentang Pemilihan Pemuda Pelopor untuk Pejuang Pendidikan dan Kemanusiaan yang diadakan oleh Frans Seda Award 2014 yang dilaksanakan oleh Kampus Atma Jaya di Jakarta dengan mengirimkan Narasi. Namun sebelum saya mengikutinya, terlebih dahulu saya pelajari data-datanya di internet, setelah saya yakin, segera saya beri tahu berita bagus ini kepada istri saya, bahwa saya ingin mengikutinya, dan istri saya menanggapi dengan positif dan tenang. “Ya sudah, nanti umi buatin narasinya…” begitu katanya. Sebutan “umi”kami gunakan setelah kami mempunyai buah hati, yang artinya adalah ibu, sedangkan saya dipanggil “abi” yang artinya adalah ayah.

Kata demi kata telah tersusun, bait demi bait telah ditata membentuk paragraph, hingga narasi pun selesai, saya membacanya dengan seksama sebelum kami kirimkan melalui Kantor Pos terdekat, yaitu di Pangkalan Susu, lebih kurang 10 Km dari rumah ayah saya. Di dalam hati kami berdua berkata, “ Kami hanya mencoba dan tidak berharap lebih “. Beberapa bulan berlalu,waktu dan tanggal yang telah ditentukan untuk pengumuman telah tiba.

Saya pun pergi ke warnet, dan mencari informasi, siapa yang menjadi juaranya. Tapi saya tidak menemui nama saya tertera dalam daftar pemenang lomba tersebut. “ Ya sudah…mungkin belum rezeki…” saya dan istri saya memberi pengertian pada hati kami masing-masing.

Kita tinggalkan sejenak mengenai lomba itu. Karena tahun pelajaran 2013-2014 ini, saya dinantikan lagi dengan permasalahan baru, MTs S Madinatul Ilmi belum terakreditasi, masih mengambang. Saya bingung, namun saya kembali menghubungi dan meminta arahan,bimbingan serta petunjukPak Marjuki.Beliaupun mengarahkan saya untuk mempersiapkan segala yang berhubungan dengan akreditasi sekolah dan membuat permohonan untuk segera diadakan survey akreditasi.Permohonan akreditasi saya diterima oleh Badan Akreditasi Provinsi, pada bulan Oktober 2013 mereka melakukan Penilaian ke MTs S Madinatul Ilmi untuk memeriksa segala keadaaan, mulai dari pemberkasan sekolah, pemberkasan guru-guru dan siswa, fasilitas, sarana dan prasarana hingga luas gedung dan halaman. Dalam suasana hati yang harap-harap cemas, saya dan guru-guru menantikan keputusan apa yang akan diberi oleh Tim Akreditasi tersebut. 1 bulanmenunggu, tepatnya tanggal 01 November 2013, keluarlah Sertifikat Akreditasi MTs S Madinatul Ilmi, dan hasilnya adalah “B”. Syukur saya, guru-guru dan keluarga yang tidak terkira. Tim Akreditasi mengatakan, bahwa MTs S Madinatul Ilmi berhak menerima akreditas “B” karena berkas-berkas kami lengkap, sistem pengajaran yang sangat baik, manajemen program yang bagus dan sarana prasarana yang cukup memadai. Saya pun mempunyai nazar, yaitu, jika MTs S Madinatul Ilmi memperoleh akreditas “B” maka saya akan mendirikan satu satuan pendidikan lagi setingkat SMA yaitu Sekolah Menengah Kejuruan Berbasis Keislaman yaitu “ SMK Plus Bina SDM “, yang Insya Allah akan saya buka pada awal tahun pelajaran 2015-2016 mendatang.

Dengan terbitnya Akreditas “B” MTs S Madinatul Ilmi, ini sungguh merupakan suatu Rahmat dan rezeki terbesar kedua dari Allah pada saat ini, karena yang pertama adalah bulan depan istri saya akan melahirkan anak kedua kami. Walaupun kali ini ia divonis melahirkan dengan cara caesar, karena ada sdikit masalah, namun saya dan istri saya sangat bahagia, karena anak kedua kami adalah seorang bayi laki-laki yang kelak akan saya bimbing untuk meneruskan perjuangan ayahnya.

Hingga saat itu tiba, bayi kami lahir pada tanggal 21 Desember 2013, tepatnya Sabtu pukul 20.40 wib. Ia hanya memiliki bobot 2,5 Kg, sesaat hati saya terenyuh melihat keadaan putra kami. Memang pada saat ia lahir, ia dalam keadaan yang sehat, bahkan suara tangisannya terdengar lantang dari ruang operasi. Setelah ia dibersihkan, ia pun saya azankan dan dilektakkan diruang perawatan bayi normal. Namun setelah hari ke dua dirumah sakit, dokter memutuskan untuk memindahkannya, dari ruang perawatan bayi normal ke ruang isolasi dan didalam tabung inkobator, Tindakan itu dilakukan dokter mengingat bobot anak kami yang kecil dan ia mengalamilemah daya hisap untuk menyusui. Pada saat suster memberikan susu melalui botol susu, bahkan ia tidak bisa menghisap dan menelan susu yang diberikan itu. Tindakan kedua diambil oleh dokter, yaitu memasukkan selang yang sangat kecil, bahkan lebih kecil dari sedotan air minum gelasan kedalam mulutnya, untuk mengalirkan air susu yang diberikan langsung kelambungnya, agar ia bisa segera mendapat asupan susu untuk pertumbuhannya walaupun itu bukan asi ibunya, karena air susu ibunya belum keluar.

Batas waktu 4 hari Jaminan Persalinan gratis yang diberikan pemerintah telah habis, waktunya istri saya harus pulang pada hari Selasa, tapi tidak dengan putra kami. Ia masih harus dirawat disana hingga kondisinya normal seperti bayi-bayi pada umumnya. Sesaat sebelum kami beranjak pulang, istri saya meminta kepada saya agar ia diperbolehkan melihat putra kami. Saya pun memberi pengertian kepadanya untuk tetap kuat dan berdo’a demi kesehatan putra kami. Melihat raut wajah istri saya yang menitiskan air mata, saya pun terasa ingin ikut menangis, selang yang berada dimulutnya, membuat ia sulit untuk menggerakkan bibirnya, bahkan ia pun sulit untuk menangis, menyampaikan bahwa ia haus.

Sampai anak kedua kami lahir, kami belum juga memiliki tempat berteduh sendiri. Segala perjuangan saya, saya utamakan untuk MTs S Madinatul Ilmi terlebih dahulu. Oleh sebab itu, istri saya tidak ikut pulang bersama saya, melainkan ikut pulang bersama ibu mertua saya yang pada saat kami berada dirumah sakit, beliaulah yang membantu saya menjaga istri dan anak pertama kami dirumah sakit. Beliau meminta kepada saya agar diizinkan merawat anak pertamanya, sampai luka operasinya sembuh.

Setelah dua hari istri saya kembali dari rumah sakit, pihak rumah sakit pun menelfon dan memberi kabar, bahwa putra kami sudah bisa dijemput pulang. Saya pun menjemputnya bersama ibu mertua saya. Sesampainya dirumah, ia pun sudah bisa menyusu layaknya bayi-bayi yang normal, bahkan daya hisapnya sangat kuat, seperti bayi yang sangat kehausan, semangat sekali. Tertumpah senyum dan rasa bahagia saya, istri dan orang-orang disekeliling kami, begitu pula dengan Nazkia kakaknya, dia seperti tidak percaya bahwa telah mempunyai seorang adik, berkali-kali ia bertanya, “umi, abi, ini adek Kia ya? Kia gendong ya umi?”Kami hanya tersenyum melihat ia berkata seperti itu, sambil menjawab “ iya…nanti ya…tunggu adeknya besar, baru kak Kia gendong…”. Putra kedua kami, kami beri namaAflaha Fikri Nugraha yang artinya anugerah fikiran yang sangat beruntung. Sekarang Aflaha sudah berumur sembilan bulan, dengan berat tubuh mencapai 8 Kg, ia tumbuh sangat sehat dan menggemaskan.

Setelah lebih kurang 1 bulan istri dan anak-anak saya tinggal dirumah neneknya, mereka pun saya jemput. Namun selang beberapa hari kami tinggal bersama lagi, saya mendapat kabar yang sangat mengejutkan, bahkan sampai membuat nafas saya tertahan sejenak. Melalui telepon saya dihubungi oleh Tim Penilai dari Frans Seda Award. Mereka mengatakan bahwa mereka akan berkunjung ke Madinatul Ilmi dan rumah dimana tempat kami tinggal.

Pada pertengahan bulan Maret 2014, mereka pun sampai di tanah Sumatera Utara, tepatnya di Bandara Internasional Kuala Namu Medan. Kami langsung menuju pulang, dan sampai hampir menjelang magrib, jadi mereka saya arahkan untuk menginap di salah satu wisma yang ada di Pangkalan Susu sembari melakukan wawancara singkat pada malam harinya.

Keesokan harinya mereka saya jemput untuk mensurvei MTs S Madinatul Ilmi dan melanjutkan wawancara yang tadi malam sempat kami hentikan sementara, karena mereka harus beristirahat. Saya dan guru-guru menyambut mereka dengan senang dan gembira.Tim Frans Seda yang datang ke Madinatul Ilmi ada 3 orang, yaitu :

1.Prof.Dr. Paul Suparno, SJ, MST sebagai Wakil Ketua Dewan Juri,

2.Totok A.Soefianto, Ed.D sebagai Anggota,

3.Willem L Turpijn sebagai Sekretaris.

Dari survey dan wawancara yang mereka lakukan, tanggapan mereka sangat positif. Mereka bilang, mereka salut kepada saya, “Dengan usia pak nazar yang masih sangat muda, yaitu 29 tahun, dan dengan keterbatasan materi , pak nazar bisa berbuat sampai sejauh ini” ucap mereka. Tapi yang saya sayangkan, mereka tidak bisa berlama-lama berada disini, karena masih banyak hal yang ingin saya sampaikan pada mereka. “Masih banyak tugas pak “, jawab mereka setelah saya meminta mereka tinggal beberapa hari lagi.

Kabar kedatangan mereka saya sebar luaskan kepada kawan-kawan, sanak family, dan rekan-rekan kerja saya. Saya meminta do’a mereka, agar kiranya saya bisa terpilih. Namun, lagi-lagi tanpa saya duga, pada tanggal 25 Mei 2014 yang lalu, Frans Seda kembali mengutus seseorang untuk datang ke MTs S Madinatul Ilmi. “Kami akan datang ke Madinatul Ilmi lagi pak Nazar”, mereka mengatakannya lewat telepon.

Tapi untuk kali ini hanya satu orang saja, yaitu Okki Sutanto S.Psi, saya pun menyambutnya dengan senang hati. Beliau kembali mewawancara saya, tapi tidak se intensif pada saat kunjungan pertama. Dan lagi-lagi beliau tidak tinggal lama di sini, hanya satu hari, beliaupun kembali ke penginapan di kota Medan, dan melanjutkan perjalanan pada esok harinya dari Bandara Kuala Namu Medan.

Hingga tiba pada hari penentuan, tanggal 03 Juni 3014 saya di telepon pada pukul 5 sore dan mendapat kabar bahwa saya meraih Juara I kategori Pemuda Peduli Pendidikan tahun 2014 se Indonesia. Sungguh Rahmat Allah yang tak terhingga bagi saya, inilah rezeki dari Allah pada saat anak kedua saya lahir, “ Rezeki anak ya Pak Nazar…”, kata orang-orang dikampung saya setelah saya kabarkan bahwa saya telah terpilih. Alhamdulillah…

Sebelum saya dinobatkan menjadi Juara I se Indonesia oleh Frans Seda Award, terlebih dahulu saya telah dinobatkan sebagai Pemuda PeloporDalam Bidang Pendidikan oleh Bapak Bupati Langkat H.Ngogesa Sitepu,SH pada hari Sumpah Pemuda yaitu tanggal 28 Oktober 2010 lalu di Alun-alun Bupati Kota Stabat Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.

Pihak Frans Seda mengundang saya untuk ke Jakarta pada tanggal 26 September 2014 mendatang untuk menerima penghargaan dan uang senilai Rp 50.000.000,-. Uang tersebut sudah saya niatkan 50% untuk membangun ruang kelas seadanya, yang penting anak-anak MTs S Madinatul Ilmi tidak kepanasan dan tidak kehujanan pada saat belajar. Insya Allah, setelah rung kelas ini selesai, guru-guru akan kembali menempati ruang kantor guru. Saya tanyakan hal ini pada seorang ahli bangunan, mereka menyampaiakan bahwa dengan uang Rp.25.000.000,- tersebut, mungkin hanya dapat membangun 1 ruangan belajar yang berdinding batu bata tanpa plaster, dengan seng tanpa asbes.

Tapi tidak mengapa, untuk sementara, karena siswa MTs S Madinatul Ilmi sangat membutuhkan ruang belajar. Dan uang yang sebagian lagi, akan saya gunakan untuk membangun sebuah pondok kecil tempat bernaung anak dan istri saya, karena sudah lebih kurang 6 tahun kami tinggal menumpang dengan orang tua saya.

Saya sadar, perjuangan saya tidak cukup berhenti sampai disini, saya masih harus memikirkan kemajuan pendidikan siswa-siswi kami dan kesejahteraaan guru-guru di Lembaga Pendidikan Islam Madinatul Ilmi pada masa yang akan datang. Juga merencanakan pendidikan bagi buah hati-buah hati kami agar kelak bisa menjadiorang yang lebih baik dari kami orang tuanya.

Kepada semua pihak, saya ucapkan terima kasih banyak yang tidak terhingga atas do’a, dukungan, serta supportnya untuk saya agar terus berjuang demi kemajuan pendidikan didesa dan daerah yang kami cintai ini, saya juga mohon do’a restu dan dukungan untuk saya agar saya bisa menjadi orang yang lebih baik dan lebih berguna lagi, bagi keluarga, masyarakat dan Negara. Do’akan pula perjananan saya ke Jakarta nanti lancar dan tidak ada halangan apapun, begitu pula dengan perjalanan perjuangan saya untuk mencerdaskan generasi muda anak bangsa Indonesia. Amin…

Mudah-mudahan pengalaman saya yang tertuang dalam narasi ini, bisa menjadi motivasi saya, serta menjadi motivasi dan insprasi bagi generasi muda bangsa Indonesia, bahwa “Tidak ada yang tidak mungkin jika kita ingin mencobaserta bersungguh –sungguh didalam mencapai cita-cita serta menorehkan prestasi yang gemilang” .

Desa Lubuk Kertang

Kab.Langkat

Jum’at, 19 September 2014

Hormat saya,

NAZARUDDIN S.PdI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun