Akhir-akhir ini Surabaya tengah dihujani dengan maraknya kasus kenakalan yang dilakukan oleh remaja-remaja bau kencur yang mayoritas berdomisili dari Surabaya sendiri. Kenakalan yang melibatkan segelintir remaja ini pun bermacam-macam rupanya, mulai dari tawuran, balap liar, pesta miras, seks bebas, hingga mencoba barang haram yang kita kenal dengan nama narkoba. Dari semua hal yang telah disebut, yang paling favorit dijadikan pilihan remaja-remaja usia tanggung ini adalah balapan liar. Tentu balapan liar bukan sekadar balapan, mestinya dengan kecepatan tinggi, khususnya di waktu malam, bonus suasana jalanan yang remang-remang tanpa penerangan yang memadai—jangan lupakan alat pengaman berkendara yang seadanya. Hal-hal ini tentu dapat berpotensi mencelakai sesama pengguna jalan, baik sesama pengendara maupun pejalan kaki.
Mengutip dari laman berita Detik https://www.detik.com/tag/balap-liar-di-surabaya, “Puluhan remaja yang hendak balap liar diamankan Polsek Sawahan. Mereka diamankan pada Sabtu (16/3) sekitar pukul 22.45 WIB di Jalan Argopuro, Surabaya. Kapolsek Sawahan mengatakan total remaja yang diamankan sebanyak 62. Mereka kemudian dibawa untuk bermalam di Mapolsek Sawahan dan dilakukan pembinaan sebagai sanksinya, para remaja ini diminta untuk meminta maaf kepada orang tuanya serta membuat surat pernyataan agar tidak mengulangi perbuatannya kembali.”
Aktivitas balap liar telah lama membuat warga Surabaya merasa resah dan waspada. Pasalnya hal tersebut seringkali mengundang bahaya hingga maut yang tak terduga, bahkan warga yang tidak turut serta dalam kegiatan yang nirfaedah itu pun juga berisiko menjadi korban yang dirugikan. Bukan hanya sekali atau dua kali saja polisi atau pihak berwenang menindak dan mengamankan para pelaku yang melakukan balap liar, namun berkali-kali dan tetapi nampaknya para pelaku ini tidak mengenal rasa jera. Selalu ada kejadian yang berulang dan tak jarang menyebabkan nyawa orang tidak bersalah melayang.
Esensi yang dirasakan oleh para pelaku balap liar ini adalah hanya supaya terlihat keren—ajang mencari jati diri katanya. Namun dari hasil pemikiran pendek mereka inilah yang menjadi keresahan warga serta keluarga mereka. Mereka yang melakukan hal ini cenderung tidak berpikir akan efek yang terjadi pada mereka di masa depan. Yang mereka pikirkan hanya sebatas kesenangan belaka.
Tidak bisa dipungkiri bahwa perilaku kenakalan remaja, khususnya balap liar—yang menjadi topik perbincangan kali ini sedikit banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pelaku yang semula berjumlah satu lama kelamaan bisa berubah menjadi dua, tiga, empat, dan akhirnya menjadi sebuah komunitas besar. Hal itu merupakan awal terjadinya sebuah malapetaka. Sifat remaja yang masih labil belum berpendirian menjadi alasan mengapa mereka mudah sekali terpengaruh satu sama lain.
Faktor pendidikan yang kurang cukup pun menjadi alasan kedua mengapa remaja-remaja ini dapat terjerumus dalam praktik balap liar. Melihat dari pelaku kejadian balap liar, tidak sedikit dari mereka yang termasuk dalam golongan “kurang” berpendidikan. Mereka akhirnya kurang bisa memahami arti bahaya dan apa saja yang sudah mereka langgar dari sisi kacamata hukum. Oleh sebab itu penting bagi remaja untuk mendapat pendidikan yang cukup serta bekal ilmu untuk menentukan apakah hal yang mereka lakukan ada dampak baik atau justru lebih banyak buruknya.
Semua ini tentu tidak lepas dari peran orang tua di rumah sebagai ‘madrasah pertama’ bagi setiap anak-anak—termasuk yang beranjak remaja. Orang tua harus mampu mengarahkan anak-anak mereka untuk meniti jalan yang baik, jalan yang jangan sampai merugikan orang lain apabila mereka meniti jalan tersebut. Peran Pemerintah selaku pemangku kebijakan tentulah juga diperlukan dalam mengatasi semua ini. Pemerintah harus sedemikian rupa mengetatkan keamanan, salah satunya dengan mengajak kerja sama aparat berwajib untuk rutin melakukan patroli memberantas balap liar serta mengedukasi atau bahkan memberi sanksi bagi pelaku supaya mereka jera. Langkah pencegahan seperti penyuluhan ke sekolah-sekolah tentang bahaya balap liar dan kenakalan remaja lainnya juga perlu digalakkan.
Dari semua aspek penting yang sudah disebutkan, poin paling penting adalah bagaimana usaha dari tiap individu sendiri untuk mau berubah dan belajar menentukan mana yang baik dan buruk. Balap liar tidak lain hanya ajang kesenangan semata, tentu hanya pelakunya yang merasa senang. Tetapi ketika akhirnya balap liar berubah menjadi ajang perenggutan nyawa, maka siapa yang senang?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H