Dalam beberapa tahun terakhir, isu kesehatan mental semakin menjadi sorotan, termasuk di Indonesia, khususnya terkait dengan tekanan di tempat kerja. Pandemi COVID-19 memperburuk situasi ini, dengan banyaknya karyawan yang dipaksa beradaptasi dengan pola kerja jarak jauh, pengurangan tenaga kerja, serta ekspektasi produktivitas yang lebih tinggi.Â
Pada tahun 2024, dengan kembalinya banyak sektor ke pola kerja normal, stres akibat pekerjaan justru meningkat, dan banyak pekerja mulai merasakan dampak negatif terhadap kesejahteraan mental mereka.
Menurut WHO, depresi dan kecemasan merupakan penyebab utama ketidakhadiran karyawan di banyak perusahaan. Dampaknya bukan hanya dirasakan oleh individu, tetapi juga oleh organisasi, karena produktivitas yang menurun dan biaya kesehatan yang meningkat. Meski begitu, isu ini seringkali masih dianggap tabu, terutama di tempat kerja, di mana membicarakan kesehatan mental kerap diabaikan atau dianggap sebagai kelemahan.
Salah satu penyebab utama masalah ini adalah budaya kerja yang kompetitif dan menuntut. Banyak pekerja merasa perlu terus produktif, seringkali dengan mengorbankan kesehatan mereka.Â
Fenomena burnout, yang diakibatkan oleh stres kerja yang berkepanjangan, sudah menjadi istilah umum. Burnout tidak hanya menyebabkan kelelahan fisik tetapi juga emosional dan mental. Pekerja yang mengalami burnout cenderung merasa putus asa, kehilangan motivasi, dan lebih rentan terhadap penyakit fisik.
Tantangan kesehatan mental di tempat kerja sebenarnya dapat diatasi dengan langkah-langkah yang relatif sederhana tetapi membutuhkan komitmen dari semua pihak. Perusahaan, sebagai pemangku kepentingan utama, harus memainkan peran penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang mendukung kesehatan mental.
 Langkah-langkah yang bisa dilakukan antara lain menyediakan akses ke konseling, mendesain ulang lingkungan kerja agar lebih ergonomis dan mendukung keseimbangan kerja-hidup (work-life balance), serta memberikan fleksibilitas kepada karyawan dalam menjalankan tugas mereka.
Program Employee Assistance Program (EAP) juga bisa menjadi solusi jangka panjang bagi perusahaan untuk memberikan dukungan emosional dan psikologis.Â
Program ini memungkinkan pekerja untuk mendapatkan akses ke bantuan konseling secara profesional dan rahasia, tanpa takut akan dampak negatif terhadap karier mereka. Di beberapa negara maju, EAP sudah menjadi standar di perusahaan besar, namun di Indonesia, implementasinya masih sangat terbatas.
Tidak hanya perusahaan, pemerintah juga memiliki peran besar dalam mempromosikan kesehatan mental di lingkungan kerja. Kebijakan yang mendukung hak-hak pekerja terkait kesejahteraan mental, seperti cuti sakit untuk alasan kesehatan mental dan batasan jam kerja yang lebih fleksibel, dapat membantu mengurangi beban stres.Â
Selain itu, kampanye kesadaran publik terkait pentingnya kesehatan mental perlu lebih diintensifkan agar stigma yang melekat pada topik ini bisa berkurang.