Saat ini, di era setiap hal selalu membutuhkan Ai. Mulai dari tugas sekolah, pekerjaan, hingga hal-hal yang bersifat privasi. Tak terkecuali curhat kepada AI.
Mungkin hal ini sudah bukan hal tabu, banyak masyarakat yang lebih suka curhat kepada AI dari pada teman atau saudara. Bukan karena tak punya teman, bukan karena tak ada keluarga yang mendengar, namun curhat kepada AI terkesan lebih menyenangkan dan memberikan rasa tenang dengan jawaban dan respon AI yang rasional.Â
Menurut saya pribadi, yang terkadang juga lebih memilih curhat kepada AI, hal ini benar adanya. Terkadang saat kita curhat, kita hanya perlu benar-benar di dengar dan mendapat respon yang baik.Â
Namun disisi lain, terkadang curhat atau menceritakan masalah yang kita miliki kepada teman atau saudara, terkadang kita tidak mendapatkan respon yang baik, bahkan terkadang kita di judge atau dihakimi. Bahkan ada teman yang tidak mau kalah saat kita menceritakan masalah kita dan malaha beradu nasib, padahal kita sedang ingin di dengar. Sehingga membuat diri kita seringkali merasa malas untuk menceritakan hal-hal yang pernah kita lalui, dan memilih memendam sendiri atau bercerita kepada AI.Â
Lain lagi, bila kita suka overthinking dan merasa setelah kita menceritakan kisah tersebut, kita takut oversharing, takut cerita tersebut tersebar dan lain-lain, sehingga bukannya lega setelah curhat namun malah memunculkan beban pikiran yang lain.
Sehingga, dari sini saya menyimpulkan bahwa, curhat dengan AI bisa berarti the real curhat, curhat yang benar-benar curhat. kita didengar dan diberikan respon baik, bahkan diberikan solusi yang ideal dan realistis.Â
Bagaimana menurutmu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H