Mohon tunggu...
Nayla Salsabila
Nayla Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa ilmu hukum universitas katolik parahyangan

saya seorang mahasiwa ilmu hukum tetapi saya memiliki kepribadian yang introvert

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sikap Batin Dalam Penilaian Tindak Pidana Penganiayaan

18 Desember 2023   02:55 Diperbarui: 18 Desember 2023   05:02 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak dasar yang melekat pada setiap manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Salah satu HAM yang dilindungi adalah hak atas rasa aman dan bebas dari kekerasan. Tindak pidana penganiayaan merupakan salah satu bentuk kekerasan yang dapat menimbulkan kerugian fisik dan psikis bagi korban. Dalam hukum pidana Indonesia, tindak pidana penganiayaan diatur dalam Pasal 351 KUHP. Pasal ini menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak memukul, menendang, meludahi, atau dengan cara lain menyakiti orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan. Penilaian tindak pidana penganiayaan tidak hanya didasarkan pada unsur-unsur fisiknya, tetapi juga pada unsur sikap batin pelaku. Unsur sikap batin pelaku merupakan unsur yang bersifat subjektif dan sulit dibuktikan. Namun, unsur ini penting untuk dipertimbangkan dalam penilaian tindak pidana penganiayaan, karena dapat berpengaruh pada penerapan pidana yang tepat.

sikap batin merupakan suatu yang subyektif, ada pada diri seseorang. Orang lain tidak dapat mengetahui bagimana sikap batin seseorang. Walaupun demikian, tidak berarti bahwa sikap batin manusia sama sekali tidak diperhitungkan, sebab pada dasarnya perilaku manusia mencerminkan sikap batin manusia yang bersangkutan. Bahkan dapat dikatakan, bahwa sikap batin adalah aspek subjektif dari perbuatan manusia. Sedangkan perilaku adalah aspek obyektifnya. Karena itu, hukum harus memberi tempat yang wajar pada sikap batin. Artinya, hukum juga harus memperhitungkan sikap batin dalam menilai perbuatan manusia.
Sikap batin, yang mencakup aspek psikologis dan emosional seseorang, memiliki relevansi yang signifikan dalam konteks penilaian tindak pidana penganiayaan. Seperti pemahaman motivasi dan latar belakang pelaku, sikap batin membantu mengidentifikasi faktor-faktor psikologis yang mendasari perilaku agresif pelaku. Pengetahuan ini penting untuk memahami apa yang mendorong seseorang untuk melakukan tindak pidana penganiayaan. Sikap batin juga dapat menilai keparahan perbuatan, pemaham tentang apakah perbuatan tersebut dipicu oleh kemarahan,kebencian, atau faktor lain dapat mempengaruhi penetapan hukuman yang sesuai dan memberikan keadilan. Selain itu sikap batin juga penting untuk menilai dampak psikologis yang di alami korban, dengan mengetahui faktor pemicu  dan emosional pelaku. Dan yang paling penting sikap batin dapat menjadi faktor pendekatan keadilan restorative. Dengan melibatkan pelaku dan korban dalam proses rekonsiliasi.

Pelaku penganiayaan memiliki berbagai faktor yang mempengaruhi sikap batinnya beberapa antara lainnya yaitu dimana pelaku memiliki pengalaman trauma atau terpapar pada kekerasan dalam hidup mereka yang dapat mengembangkan sikap batin yang cenderung agresif. Keberadaan gangguan mental, seperti gangguan kepribadian atau depresi, dapat menjadi faktor yang signifikan dalam membentuk sikap batin pelaku penganiayaan. Ketidakmampuan mengelola stress juga dapat membuat pelaku melakukan tindak penganiayaan sebagai pelampiasan emosional. Dan faktor terakhir yaitu keterlibatan pelaku dengan zat adiktif. Penyalahgunaan zat adiktif atau alkohol dapat memainkan peran dalam memperburuk sikap batin pelaku penganiayaan.

Dari faktor-faktor tersebut sikap batin pelaku juga memiliki dampak yang signifikan terhadap Tindakan penganiayaan. Seperti sikap batin yang tidak seimbang atau tidak terkendali dapat menyebabkan kurangnya kemampuan untuk mengendalikan diri. Siklus kekerasan juga merupakan dampak dari sikap batin terhadap tindak penganiayaan, pelaku yang mengalami ketidakpuasan atau frustasi terus-menerus mungkin cenderung mengulangi perilaku penganiayaan sebagai bentuk pelepasan emosi negatif mereka. Namun ada satu hal yang menjadi motivator utama bagi tindak penganiayaan yaitu Ketika sikap batin dipenuhi dengan kemarahan, frustasi,atau rasa tidak puas. Dampak terakhir yang tidak kalah penting yaitu dampak pada korban, Tindakan penganiayaan yang dipicu oleh sikap batin negatif dapat menyebabkan luka fisik,emosional,dan psikologis yang serius pada korban.

Sikap batin pelaku dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap penilaian hukum terkait tindak pidana penganiayaan. Pemahaman mendalam terhadap sikap batin menjadi kunci untuk memahami motivasi, niat, dan faktor psikologis lainnya yang mempengaruhi tindakan pelaku. Dalam beberapa sistem hukum, sikap batin pelaku dapat dianggap sebagai faktor yang memperhitungkan dalam menentukan pembenaran arau provokasi. Penilaian terhadap sikap batin juga dapat membantu pengadilan memahami motif pelaku di balik Tindakan penagniayaan. Sikap batin yang mencerminkan dendam,kebencian,atau keinginan untuk mengontrol dapat memberikan wawasan tambahan tentang alasan di balik perbuatan tersebut. Dalam sistem hukum yang melibatkan juri atau hakim, sikap batin dapat memengaruhi persepsi mereka terhadap kasus.

Pertanggungjawaban pidana memiliki kaitan yang kompleks dengan sikap batin pelaku. Pertanggungjawaban pidana mencakup tanggung jawab hukum pelaku terhadap Tindakan criminal yang dilakukannya. Kaitan antara sikap batin dan hukuman adalah aspek penting dalam pertanggungjawaban pidana. Hukuman yang diterapkan oleh sistem peradilan sering kal mencerminkan penilaian terhadap keadaan batin dan niat pelaku. Pada dasarnya, sistem peradilan berusaha untuk memberikan hukuman yang adil dan seimbang. Sikap batin menjadi faktor yang penting dalam menentukan sejauh mana hukuman yang diberikan.

Salah satu kasus penganiayaan yang sering terjadi adalah kasus penganiayaan yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya. Kasus ini sering disebut sebagai kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dalam kasus KDRT, pelaku biasanya memiliki sikap batin yang buruk, yaitu sikap batin yang otoriter, dominan, dan agresif. Pelaku merasa berhak untuk menguasai istri dan istri harus mematuhi segala perintahnya. Jika istri tidak mematuhi perintahnya, maka pelaku akan melakukan kekerasan untuk memaksa istri mematuhinya. Kasus KDRT dapat menimbulkan dampak yang sangat buruk bagi korban. Korban dapat mengalami luka fisik, trauma psikis, dan bahkan kematian. Oleh karena itu, kasus KDRT harus ditangani secara serius dan korban harus mendapatkan perlindungan yang memadai. Penilaian Tindak Pidana Penganiayaan dalam Kasus KDRT, hakim perlu mempertimbangkan unsur sikap batin pelaku dalam menilai tindak pidana penganiayaan. Jika hakim menilai bahwa pelaku memiliki sikap batin yang buruk, maka pidana yang dijatuhkan kepada pelaku dapat lebih berat.

Pentingnya mempertimbangkan sikap batin dalam penilaian tindak pidana penganiayaan menyoroti implikasi hukum dan sosial yang signifikan. Sikap batin pelaku mencakup aspek psikologis dan emosional yang memengaruhi motivasi dan perilaku kekerasan. Dalam konteks hukum,memperhitungkan sikap batin dapat menilai niat dan pertanggungjawaban pidana,memahami motif dan keparahan hukuman,menilai ancaman dan keamanan masyarakat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun