Dalam penggunaan obat-obat golongan antimikroba, salah satu isu yang krusial adalah resistensi obat. Seperti kita membayangkan situasi di mana penyakit tidak dapat diobati baik pada manusia, hewan, dan tumbuhan. Situasi terburuk ini dapat terjadi karena bakteri, virus dan patogen membuat resistensi terhadap obat yang kita gunakan untuk melawannya. AMR (Antimicrobial resistance), dikenal sebagai resistensi antimikroba yang telah berkembang menjadi satu masalah kesehatan yang paling mendesak saat ini. Antimikroba membantu manusia dan hewan untuk hidup lebih lama dan sehat. Namun, sampai kapan hal ini akan berlanjut? Melihat banyak sekali obat penyelamat jiwa yang menjadi tidak efektif untuk penyembuhan dikarenakan mikroba yang sebelumnya rentan (bakteri, virus, jamur dan parasit) menjadi resisten.
Antimikroba merupakan jenis obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit menular pada manusia, hewan, dan tumbuhan. Kategori ini termasuk antibiotik, antivirus, antijamur, dan antiparasit. Kemampuan organisme untuk mentrasfer, memperoleh dan merekayasa gen yang resisten serta penekanan selektif bakteri yang disebabkan oleh penggunaan antibiotika spectrum luas secara berlebihan adalah dua faktor penting yang berkontribusi pada penyebaran resistensi. Badan World Health Organization (WHO) sudah menetapkan bahwa resistensi antimikroba termasuk dalam 10 besar masalah kesehatan global. Resistensi obat antimikroba diartikam sebagai keadaan saat bakteri, virus, jamur, dan parasit mengalami perubahan seiring dengan waktu, sehingga tidak lagi merespons obat-obatan yang dirancang untuk membunuh mikroba-mikroba tersebut (WHO, 2020). Resistensi antimikroba (AMR) terjadi ketika bakteri, virus, jamur, dan parasit tidak lagi merespons obat antimikroba. Akibat resistensi obat, penggunaan antibiotik dan obat antimikroba lainnya menjadi tidak efektif, dan infeksi pada penyakit menjadi sulit untuk diobati. Akibatnya, penyakit menjadi lebih mungkin untuk menyebar, menimbulkan kecacatan hingga skala kematian yang semakin tinggi.
Antimikroba difungsikan untuk mengobati penyakit dan penjagaan kesehatan pada manusia, hewan maupun tumbuhan. Resistensi antimikroba dapat bersifat membatasi alternatif pengobatan pada penyakit tertentu karena antibiotik yang digunakan tidak membunuh atau menghambat bakteri penyebab penyakit tersebut. Antibiotik yang efektif sangat penting untuk keberlangsungan pengobatan modern, seperti pengobatan kanker, operasi, dsb. Berdasarkan hal tersebut, Antimicrobial resistance (AMR) merupakan sebuah tantangan di dunia kesehatan yang berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Seluruh masyarakat terkena dampak dari adanya resistensi antimikroba seperti peningkatan angka kematian, waktu pemulihan yang lebih lama dan meningkatnya biaya yang dikeluarkan untuk sistem perawatan kesehatan.
Menurut data World Health Organization (WHO), terdapat 1,27 juta kematian yang disebakan oleh Antimicrobial resistance (AMR) pada tahun 2019. Angka tersebut diproyeksi akan terus meningkat hingga menyebabkan 10 juta kematian pada tahun 2050. Penyalahgunaan dan penggunaan antimikroba (antibiotik, antijamur, dsb) yang berlebihan pada manusia, hewan, dan tumbuhan adalah faktor utama yang mendorong pembentukan patogen yang resisten terhadap obat. Perlu diketahui, bahwa antibiotik dan antijamur tidak hanya membunuh kuman yang menyebabkan suatu infeksi, tetapi mereka juga membunuh kuman yang berguna dalam melindungi tubuh kita dari infeksi. Antibiotik dan antijamur bersifat menekan bakteri dan jamur untuk beradaptasi sehingga menimbulkan peningkatan terhadap resistensi antimikroba. Patogen yang tahan terhadap antimikroba dapat bertahan hidup, berkembang biak, dan menyebar ke patogen lainnya karena sifat resistensi dalam DNA mereka.Melihat permasalahan yang ada, dibutuhkan pendekatan yang tepat untuk menghentikan penyebaran bakteri penyebab infeksi yang resisten terhadap antimikroba yang ada, sehingga hal ini akan menjadi sebuah tantangan yang harus diminimalisir keberadaannya di bidang kesehatan. Resistensi antimikroba mengurangi kemampuan antibiotik untuk mengobati infeksi pada penyakit. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional dan kurangnya pengetahuan masyarakat menyebabkan munculnya asumsi bahwa semua penyakit harus disembuhkan dengan antibiotik yang dapat memperluas resistensi terhadap antibiotik.
Terdapat lima rencana aksi global (global action plant) untuk pengendalian resistensi antimikroba membentuk rencana aksi nasional untuk pengendalian resistensi antimikroba berdasarkan konsep “One Health”. (1) meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang resistensi antimikroba; (2) meningkatkan pengetahuan melalui pengawasan dan penelitian; dan (3) meningkatkan pengetahuan melalui penelitian dan pengawasan. Mengurangi jumlah infeksi; (4) mengoptimalkan penggunaan agen antimikroba; dan (5) menjamin bahwa investasi dalam melawan resistensi antimikroba akan terus dilakukan. Metode ini memungkinkan tujuan utama untuk memastikan pengobatan dan mencegah penyakit menular dengan standar yang baik serta penciptaan obat yang efektif dan aman dapat dibuat. Namun, yang perlu ditinjau juga yakni efek tidak langsung dari resistensi antimikroba berpotensi melampaui peningkatan risiko kesehatan dan memiliki banyak dampak pada kesehatan masyarakat dengan efek yang luas, seperti pembangunan. Ekonomi global menghadapi tantangan resistensi antimikroba karena penurunan produktivitas yang disebabkan oleh penyakit (manusia dan hewan) dan biaya pengobatan yang meningkat. Untuk mengatasi masalah ini, investasi jangka panjang diperlukan, seperti dukungan finansial dan teknis untuk negara berkembang dalam mengembangkan obat-obatan, alat diagnostik, vaksin, dan intervensi lainnya, serta memperkuat sistem kesehatan untuk memastikan penggunaan yang lebih luas dan akses yang lebih baik terhadap antibiotik.
Oleh karena itu kini, saatnya seluruh masyarakat berbenah dengan menggunakan antibiotik secara bijak dan bertanggung jawab demi masa depan generasi berikutnya. Sangat disarankan agar masyarakat tidak mengonsumsi antimikroba, termasuk antibiotik, kecuali telah diresepkan oleh dokter. Tidak semua penyakit membutuhkan obat antimikroba, dan pasien harus berkonsultasi dengan dokter mereka terlebih dahulu untuk menentukan antimikroba mana yang harus mereka konsumsi. Ketidaktepatan pengobatan dapat terjadi jika Anda menggunakan swamedikasi antimikroba sendiri tanpa berkonsultasi dengan dokter. Sebagai contoh, pilek dapat disebabkan oleh virus influenza atau mungkin bukan mikroba seperti alergi. Antimikroba yang salah dapat menyebabkan resistensi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H