Standar kecantikan pada perempuan mengalami perubahan secara global, di tengah derasnya arus media sosial dan budaya populer yang seringkali menonjolkan standar kecantikan yang sempit dan tak realistis, gerakan body positivity muncul sebagai sebuah perlawanan untuk merayakan keragaman tubuh manusia.Â
Gerakan ini mengajarkan kita bahwa setiap tubuh, apa pun bentuk, ukuran, warna kulit, atau kondisi fisiknya, memiliki nilai, keindahan, dan hak untuk diterima tanpa syarat. Dengan memahami pentingnya mencintai diri sendiri, body positivity tidak hanya menjadi sekadar tren, tetapi sebuah ajakan untuk membangun dunia yang lebih inklusif dan penuh kasih, media sosial sangat berperan penting dalam pembentukan body positivity.
Salah satu influencer yang mendukung serta mempromosikan gerakan ini adalah Lize Dzjabrailova atau yang biasa dikenal dengan Thewizardliz. Liz adalah seorang influencer dengan 6,82 juta subscriber. Lewat platform-platform seperti YouTube dan Instagram, TheWizardLiz membagikan wawasan, cerita, serta nasihat yang kerap mengangkat isu-isu terkait kepercayaan diri, pengembangan diri, serta kesehatan mental.Â
Konten body positivity yang dipromosikan oleh Thewizardliz berhubungan erat dengan teori pengaruh sosial. Menurut Rezeki, A. A. dalam Raditya (2022), Teori pengaruh sosial memiliki dua tingkatan, yaitu:Â
- Acceptance, keadaan dimana suatu individu mengalami perubahan setelah menerima pengaruh sosial dari individu atau kelompok lain. Tingkat acceptance memiliki dua bentuk. Bentuk pertama  adalah identifikasi, terjadi ketika seseorang menerima pengaruh sosial karena adanya keterikatan, kesukaan, atau dukungan terhadap suatu kelompok, individu, atau karena alasan tertentu. Bentuk kedua adalah internalisasi, terjadi ketika seseorang menerima pengaruh sosial karena merasa percaya terhadap pengaruh yang diberikan oleh kelompok atau individu.
- Compliance, keadaan di mana seseorang tidak mengalami perubahan sepenuhnya setelah menerima pengaruh sosial dari individu atau kelompok lain
Penerapan teori pengaruh sosial pada konten Thewizardliz dalam mempromosikan body positivity dapat terlihat pada beberapa mahasiswa yang terpengaruh oleh kedua tingkatan pengaruh sosial tersebut. Beberapa mahasiswa, seperti R.P.A (19 tahun) dan N.N.S (19 tahun), berpendapat bahwa konten Thewizardliz membantu mereka untuk lebih mencintai diri mereka sendiri karena mereka merasa memiliki kepercayaan diri yang rendah.
 Sementara yang lain, seperti A.O.P (20 tahun) mengatakan bahwa karena ia memiliki kepercayaan diri yang tinggi sehingga berpengaruh pada bagaimana dia mencintai dirinya sendiri, merasa bahwa konten Thewizardliz tidak sepenuhnya berpengaruh pada dirinya.
Dengan demikian, R.P.A dan N.N.S termasuk tingkatan acceptance dalam teori pengaruh sosial karena mereka menerima pengaruh sosial dari konten Thewizardliz. Sebaliknya, A.O.P, termasuk tingkatan compliance karena tidak mengalami perubahan sepenuhnya setelah menerima pengaruh sosial dari konten Thewizardliz.
Teori pengaruh sosial dan materi body positivity yang dipromosikan oleh Thewizardliz sangat berkaitan, terutama dalam hal dampak normatif dan informasi. Thewizardliz memberikan contoh nyata tentang bagaimana orang dapat merasa lebih nyaman dengan tubuh mereka tanpa dibatasi oleh standar kecantikan yang kaku dengan berbagi kisah nyata dan pesan penerimaan diri.Â
Ia mendorong penonton untuk mengadopsi konsep kecantikan yang lebih inklusif dengan menyoroti nilai keragaman tubuh dan memuji berbagai bentuk tubuh. Mengenai dampak normatif, penonton terinspirasi untuk menerima diri mereka sendiri karena mereka mengamati bahwa gerakan body positivity merangkul berbagai jenis tubuh.
Sementara itu, dampak informatif terjadi ketika penonton mendapat informasi bahwa cita-cita kecantikan yang selama ini mereka anut tidak sehat dan tidak realistis. Dampak informasi terjadi ketika audiens terpapar dengan pesan-pesan yang membantu mereka menyadari bahwa standar kecantikan yang selama ini mereka anut tidak sehat dan tidak realistis, yang mengarah pada apresiasi baru terhadap nilai menerima diri sendiri.Â
Bersama-sama, kedua bentuk pengaruh ini bertujuan untuk mengubah persepsi orang tentang tubuh mereka, mengurangi batasan sosial yang sudah ada, dan mendorong penerimaan yang lebih besar terhadap keragaman tubuh di dunia.