Mohon tunggu...
Naya Maylla Faiza
Naya Maylla Faiza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/UIN Walisongo Semarang

enjoy the process^^

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menyoroti Ketimpangan Pembangunan di Tanah Papua: Analisis dari Perspektif YouTuber Bobon Santoso

10 Mei 2024   23:29 Diperbarui: 10 Mei 2024   23:33 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Provinsi Papua dan Papua Barat memperoleh status otonomi khusus, memberikan wewenang yang lebih besar kepada pemerintah daerah setempat. Konsep otonomi khusus di Papua didasarkan pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008. Langkah ini merupakan hasil dari perundingan politik antara masyarakat Papua dan pemerintah pusat, bertujuan untuk menyelesaikan konflik yang telah berlangsung sejak tahun 1962. Otonomi khusus ini memberikan landasan hukum yang kuat bagi pembangunan dan pengelolaan sumber daya di wilayah tersebut, dengan harapan dapat meningkatkan kesejahteraan dan mengatasi ketimpangan yang terjadi.

Otonomi Khusus di Provinsi Papua dan Papua Barat diharapkan dapat mempercepat pembangunan, meningkatkan pelayanan publik, mengurangi tingkat kemiskinan, dan menghargai keanekaragaman budaya di Papua. Namun, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), kedua provinsi tersebut masuk dalam 10 provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia. Bahkan, Provinsi Papua dan Papua Barat menempati peringkat pertama dan kedua dalam daftar tersebut.

Dalam artikel ini, akan disorot tentang kurangnya kemajuan pembangunan di Papua. Dalam video YouTube Bobon Santoso, dia sedang melaksanakan program "Matangkan" di mana dia memasak dan berbagi dengan masyarakat di daerah terpencil di Indonesia, termasuk di Papua.

Video berjudul "Kuali Merah Putih 03: KEADILAN TIDAK ADA DISINI! MERAH PUTIH SUKU MUYU, BOVEN DIGOEL" menyoroti sulitnya akses infrastruktur di daerah Boven Digoel, Papua Selatan. Jalan sepanjang sekitar 30 km masih berupa tanah tidak bertambal atau diaspal, menunjukkan kekurangan pembangunan di Papua. Di distrik Kombur, listrik hanya tersedia dari jam 6 sore hingga jam 12 malam. Bahkan, jembatan di daerah tersebut terbuat dari kayu dan rusak sehingga tidak bisa dilalui oleh mobil aparat.

Kepala suku Muyu menekankan perlunya pengawasan dari pemerintah pusat saat pembangunan dilakukan oleh pemerintah daerah.

Dalam video lain yang berjudul "Kuali Merah Putih 06: EMAS KAWIN SENJ*TA API, SUKU ARFAK SANG PENGUASA PAPUA BARAT, MANOKWARI", perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini di distrik Waris hanya ditandai dengan gapura dan sangat berbeda dengan perbatasan di SKOUW. Distrik Waris hanya dijaga oleh satu petugas, dan yang mengkhawatirkan, gaji petugas hanya dibayar setiap 3 bulan sekali.

Kedua video tersebut menunjukkan bahwa Papua masih menghadapi tantangan dalam pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakatnya. Otonomi khusus di Papua seharusnya dapat meningkatkan kesejahteraan, mengurangi kemiskinan, dan menghormati hak-hak masyarakat setempat, tetapi pembangunan infrastruktur yang merata masih menjadi masalah. Pemerintah daerah perlu memperbaiki infrastruktur untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Papua. Terima kasih kepada Bobon Santoso yang telah memberikan kontribusi di Papua dan membantu menyebarkan kesadaran bahwa Indonesia bersama Papua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun