Obligasi Pemerintah Daerah atau biasa disingkat dengan istilah OBDA merupakan salah satu instrumen keuangan yang berfungsi membiayai investasi pembangunan sektor publik yang dilakukan suatu wilayah agar bisa berjalan dengan lancar tanpa adanya kendala biaya, sehingga masyarakat dapat merasakan dampak yang positif atas dibangunnya sektor publik tersebut. Obligasi Pemerintah Daerah diterbitkan oleh Pemerintah Daerah dengan tujuan-tujuan tertentu yang bersifat khusus dan hanya dapat dilakukan di pasar modal domestik. Obligasi Pemerintah Daerah memiliki tingkat risiko yang terbilang minim, karena berupa surat utang jangka menengah atau panjang yang bersumber dari masyarakat dan tidak ada keterlibatan pemerintah pusat di dalamnya. Kalaupun ada, maka segala risiko yang timbul akibat dari penerbitan obligasi pemerintah daerah tersebut akan ditanggung oleh Pemerintah Daerah. Maka dari itu, Pemerintah Daerah hanya bisa menerbitkan obligasi pendapatan (income bond), yaitu obligasi yang bunganya dibayar apabila pihak yang bersangkutan telah menerima atau memperoleh laba, bunga tersebut lazimnya dibayar mendahului pembayaran dividen kepada pemegang saham.
Menerbitkan Obligasi Pemerintah Daerah merupakan hal yang tak mudah untuk dilakukan. Bahkan, tak sedikit Obligasi Pemerintah Daerah yang pada akhirnya gagal diterbitkan karena mengalami berbagi kendala selama proses pengajuannya. Biasanya, yang menjadi hambatan umum bagi gagal terbitnya Obligasi Pemerintah Daerah adalah kondisi pasar modal Indonesia yang kurang siap, kredit Pemerintah Daerah yang masih terhitung kurang layak, dan rendahnya tingkat kapasitas manajemen finansial yang beroperasi di Pemerintah Daerah. Tak berhenti sampai situ, biaya untuk melakukan studi kelayakan pemeringkatan daerah yang menjadi salah satu syarat disetujuinya Obligasi Pemerintah Daerah juga termasuk dalam hambatan yang seringkali dihadapi. Terkait hal ini, pemerintah pusat telah bekerja sama dengan lembaga donor. Sehingga, Pemerintah Daerah yang ingin melakukan studi kelayakan pemeringkatan daerah tak perlu lagi merogoh kocek yang dalam, karena telah disediakan solusi berupa bantuan studi kelayakan dan pendampingan dalam penerbitan Obligasi Pemerintah Daerah.
Sebelum menerbitkan suatu obligasi, terdapat beberapa prosedur penerbitan yang wajib diikuti dan dipenuhi oleh Pemerintah Daerah. Langkah pertama, yaitu Pemerintah Daerah wajib membuat rencana atau rancangan penerbitan Obligasi Pemerintah Daerah yang nantinya akan diajukan kepada Menteri Keuangan. Setelah melalui proses pengecekan, maka usulan rencana atau rancangan tersebut kemudian akan dinilai dan disetujui oleh Dirjen Perimbangan Keuangan apabila sudah memenuhi kriteria yang ada. Tahap kedua, yaitu Pemerintah Daerah wajib mengajukan beberapa pernyataan pendaftaran kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Apabila pertanyaan-pertanyaan tersebut diproses dan disetujui oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, maka Obligasi Pemerintah Daerah dapat diterbitkan di pasar modal domestik. Apabila kita melakukan analisis terhadap langkah-langkah penerbitan Obligasi Pemerintah Daerah, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Daerah. Syarat-syarat tersebut adalah mendapatkan pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Saat ini, Pemerintah Pusat sedang gencar-gencarnya dalam mendorong Pemerintah Daerah untuk menerbitkan Obligasi Pemerintah Daerah untuk mendukung keberlangsungan pembiayaan pembangunan yang ada. Bahkan, bisa dibilang bahwa penggunaan Obligasi Pemerintah Daerah kini seolah-olah menjadi tren. Di wilayah provinsi Jawa Timur sendiri, apakah Obligasi Pemerintah Daerah sudah saatnya untuk diterbitkan? Atau masih banyak solusi lainnya yang bisa ditempuh oleh Pemerintah Daerah agar Jawa Timur tak ikut-ikutan masuk ke lubang Obligasi Pemerintah Daerah? Pada artikel kali ini, saya akan coba mengulik dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Apabila kita amati, pembangunan infrastruktur seperti transportasi, sanitasi, dan banyak hal lain, merupakan bagian dari ikhtiar dan usaha konkret Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk melepaskan masyarakatnya dari jerat perangkap pendapatan menengah ke bawah (middle income trap). Sebagai bentuk upaya dalam mendukung pembangunan-pembangunan tersebut dapat terealisasikan dan selesai tepat waktu, maka tak bisa jika hanya mengandalkan Sumber Daya Alam (SDA) yang telah tersedia, tapi juga harus diimbangi dengan adanya pendanaan yang cukup. Saat ini, permasalahan yang berkaitan dengan air merupakan salah satu momok yang dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Bagaimana tidak? Gangguan logistik terjadi di mana-mana akibat diterjang banjir hingga adanya krisis air bersih menimbulkan dampak negatif di banyak tempat. Hal ini tentu saja membuat kita geleng-geleng kepala, di tahun 2023 yang diwarnai dengan berbagai macam ilmu dan teknologi yang maju, tetapi Pemerintah Provinsi Jawa Timur masih saja kecolongan terkait infrastruktur manajemen air.
Di Provinsi Jawa Timur, bencana yang timbul akibat adanya cacat dalam manajemen air bukanlah hal yang jarang terjadi. Pada bulan Februari hingga Maret lalu, sejumlah daerah di Jawa Timur dilanda bencana hidrometeorologi. Tak tanggung-tanggung, bencana berupa banjir, banjir bandang, dan longsor, seolah-olah datang bersamaan dan mengakibatkan dampak negatif yang tak dapat disepelekan. Daerah-daerah di Jawa Timur yang seringkali dilanda bencana tersebut, yaitu Kabupaten Malang, Blitar, Trenggalek, dan Lumajang. Hal serupa juga kerap kali terjadi di wilayah-wilayah Provinsi Jawa Timur lainnya, dengan rentan waktu yang bisa dibilang hampir bersamaan. Bahkan, krisis air bersih juga turut mewarnai hari-hari warga Provinsi Jawa Timur. Mulai dari Kabupaten Situbondo, Probolinggo, Gresik, Pacitan, hingga Bondowoso mengalami krisis air bersih yang sebenarnya telah menjadi agenda rutin sedari dulu. Lalu, apakah permasalahan-permasalahan tersebut bersifat sangat mendesak sehingga Pemerintah Provinsi Jawa Timur harus mengandalkan Obligasi Pemerintah Daerah untuk menanganinya? Jawabannya tentu saja tidak. Hingga saat ini, Pemerintah Provinsi Jawa Timur selalu berupaya dengan maksimal untuk membangun infrastruktur-infrastruktur yang diharapkan dapat membantu masyarakat dari segala macam dampak negatif akibat bencana huru-hara air, tanpa perlu menerbitkan Obligasi Pemerintah Daerah.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melakukan penanganan darurat bencana banjir di wilayah Kabupaten Malang, Blitar, Trenggalek, dan Lumajang. Sejumlah alat berat telah diturunkan ke lapangan, yaitu perahu karet bermesin sebanyak 6 unit, mobile truk pump berkapasitas 160 liter/detik sebanyak 2 unit, hingga excavator dan kawat bronjong. Tak hanya itu, Kementrian PUPR juga telah mempersiapkan penanganan dari level darurat darurat hingga level menengah, sehingga kerusakan yang terjadi akibat bencana banjir dapat segera tertangani. Untuk penanganan darurat akan dilakukan normalisasi Kali Ngasinan, Munjungan sepanjang 7 km, proteksi Bronjong sepanjang 2 km pada pertemuan kali Mbambang dan Kali Panguluran, serta normalisasi sepanjang 3 km. Akan dilakukan juga upaya proteksi sisi kanan Kali Glidik, Tanggul wareng, dan Tanggul Tegalrejo. Sebagai upaya penanganan jangka menengah akan dilakukan reboisasi dan pembuatan retensi banjir pada kawasan hulu.
Penanganan krisis air bersih di tiap daerah cenderung berbeda dan beraneka ragam, hal ini diakibatkan dari faktor penyebab dan kondisi eksisting setiap daerah. Upaya-upaya seperti pembangunan sumur bor dengan aliran debit air 1 liter per detik, meningkatkan intensitas pengiriman atau dropping ribuan liter air bersih, hingga penyuluhan Program Perlindungan Sumber Mata Air di Desa tak henti-hentinya dilakukan, tanpa perlu melibatkan penerbitan Obligasi Pemerintah Daerah. Pemerintah Provinsi Jawa Timur mampu memutar otak dan tidak bertindak gegabah dengan memanfaatkan dana yang ada dengan semaksimal mungkin agar masalah-masalah tersebut dapat teratasi. Walau tak instan dan prosesnya harus perlahan-lahan, tetapi Pemerintah Provinsi Jawa Timur berhasil terhindar dari tren yang bak pisau bermata dua.
Apakah di masa depan ada kemungkinan Pemerintah Provinsi Jawa Timur menerbitkan Obligasi Pemerintah Daerah? Tentu saja ada. Seiring berjalannya waktu, kebutuhan masyarakat akan adanya infrastruktur yang memadai tentu juga akan memberikan tekanan terhadap pembiayaan pembangunan suatu daerah. Maka dari itu, apabila benar-benar dibutuhkan maka Obligasi Pemerintah Daerah bisa menjadi salah satu cara agar kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Perlu diingat, Obligasi Pemerintah Daerah adalah instrumen keuangan yang sah dan tentunya layak untuk menjadi pilihan sumber pembiayaan pembangunan daerah, khususnya yang bersifat infrastruktur publik. Pilihan jenis infrastruktur daerah yang akan dibangun menggunakan biaya Obligasi Pemerintah Daerah juga harus mempertimbangkan nilai keekonomian infrastruktur tersebut agar memberikan penghasilan berupa pendapatan dan manfaat yang sepadan. Tentu saja menjadi hak penuh Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk menerbitkan Obligasi Pemerintah Daerah, hanya saja karena obligasi ini tidak dijamin oleh Pemerintah Pusat, maka apapun bentuk resiko yang timbul menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. Untuk itu diperlukan perhitungan yang seksama dan hati-hati agar Pemerintah Provinsi Jawa Timur tak jatuh ke lubang yang digali sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H