Mohon tunggu...
Ella Nurhayati
Ella Nurhayati Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

“Ya ALLAH, jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidaktahuan mereka”,(Abu Bakar As-Shiddiq ra)"

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ngaku Gaul, Tapi Nggak Zakat!

20 Mei 2014   13:39 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:20 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Zakat, tentu di kalangan umat Islam amalan ini sudah tak asing lagi. Karena Zakat adalah bagian dari rukun Islam. Dalam kalimat cinta-Nya pun Allah banyak menyinggung soal Zakat. Salah satunya QS At-Taubah ayat 11 “Apabila mereka, kaum musyrik, bertobat, mendirikan shalat, menunaikan zakat, maka mereka adalah saudara-saudara seagama.” Bagi kita yang sudah berpenghasilan cukup alias memenuhi nishab, maka kita harus mengeluarkan zakat itu. Nishab adalah kadar penghasilan yang jumlahnya sudah memenuhi aturan zakat. Entah itu zakat penghasilan, zakat pertanian atau zakat perniagaan.

Gunanya membayar zakat apa sih? Zakat itu berguna untuk membersihkan jiwa kita dari rasa kikir dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta. Sesuai dengan surat At-Taubah ayat 103 “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Nah dari pengertian “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,” mengapa adanya sebuah lembaga amil? salah satunya adalah lembaga amil berkewajiban mengambil secara ‘paksa’ kepada siapa saja yang sudah wajib zakat. So, jangan ngambek jika kita dipaksa untuk membayar zakat. Sudah jelas kok dengan firman-Nya.

Menurut beberapa ahli zakat, diutamakan membayarnya melalui amil zakat. Ini sebabkan oleh banyak hal. Salah satunya adalah berzakat langsung dari muzakki (orang yang berzakat) ke mustahik (orang yang menerima zakat) tidak pernah ada contohnya di zaman rasul dan sahabat. Zakat selalu dikumpulkan oleh baitul maal. Hingga pada masa Abu Bakar orang-orang yang tidak mau membayar zakat akan diperangi karena dianggap musyrik. Selain itu jikazakat diberikan langsung kepada penerimanya tidak akan memberikan dampak ekonomi yang signifikan. Maka tujuan zakat sebagai alat untuk mengentaskan kemiskinan akan sulit tercapai. Jika zakat ditunaikan kepada lembaga amil, Insya Allah akan lebih produktif. Sebagai contoh, di lembaga amil zakat PMA Al-Bunyan Kota Bogor; di lembaga ini ada semacam program pemberdayaan ekonomi. Masyarakat yang tidak mampu bukan hanya diberikan dana untuk konsumsi tapi diberikan modal usaha beserta pembinaannya untuk pemberdayaan ekonomi jangka panjang. Itu sebabnya berzakat melalui amil kekuatannya luar biasa besar untuk pengentasan kemiskinan.



Zakat mengajarkanku arti kesucian, karena di dalam zakat ada fungsi mensucikan jiwa. Zakat mengajarkanku arti berbagi, karena di dalam zakat ada fungsi menebar kebaikan lewat berbagi. Zakat mengajarkanku arti bertakwa, karena di dalam zakat ada fungsi mendekatkan diri pada-Nya. So, masih mikir-mikir lagi untuk membayar zakat? Kalau kata anak-anak abege zaman sekarang “Hari gini nggak bayar zakat? Ngaku gaul, tapi nggak zakat!”



---------------------------------------------

Untuk konsultasi zakat, bisa hubungi:

PMA Al-Bunyan

0251 719 2005

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun