Sehingga, sebagian besar hasil tangkapan, dibuang ke laut dalam kondisi mati. Penggunaan pukat dengan pengerukan bagian bawah air merusak habitat dan penggunaan jaring kecil juga menyebabkan penangkapan berbagai jenis biota yang masih remaja atau belum matang gonad. Limbah sumber daya ini telah berlangsung sejak alat tangkap ini mulai banyak digunakan pada tahun 1960-an.
Trawl dan cantrang tidak selektif dengan komposisi tangkapan yang menangkap semua ukuran ikan, udang, kepiting, dan biota lainnya. Biota belum matang dan belum bertelur yang tertangkap tidak dapat menghasilkan individu baru.
Kondisi ini menyebabkan menipisnya stok atau berkurangnya stok sumber daya ikan, hasil tangkapan akan berkurang, ini adalah dampak pertama yang merusak.Â
Kedua, biota yang ikan yang tertangkap sejak kecil akan mengganggu data perikanan karena tidak dicatat sebagai hasil dari produksi perikanan.
Analisis stok sumber daya perikanan juga menjadi tidak akurat, menyebabkan kebijakan manajemen yang tidak sesuai dan kenyataan kondisi sumber daya perikanan. Pengoperasian trawl dan cantrang yang mengeruk dasar perairan dalam dan pesisir tanpa terkecuali terumbu karang dan merusak lokasi pemijahan biota laut.
Meskipun, Cantrang menghindari terumbu karang, sekelompok kecil karang hidup di dasar air akan tersapu.
Dampak ketiga adalah mengganggu dan merusak produktivitas dan habitat biota di dasar air di mana dasar air merupakan habitat penting di laut karena terdiri dari ekosistem terumbu karang, padang lamun, dan substrat pasir atau lumpur dengan aktifitas trawl dan cantrang yang beroperasi dengan cara memngeruk dasar laut maka hal ini berakibat rusaknya ekosistem dasar laut.
Keempat, sumber daya ikan di perairan Laut Jawa telah mengalami degradasi akibat aktivitas penangkapan ikan yang padat dari berbagai daerah termasuk penggunaan alat pukat dan alat tangkap ikan cantrang.
Daerah penangkapan ikan atau Fishing Ground nelayan juga akan bergerak semakin menjauh karena rusaknya ekosistem perairan sehingga ikan-ikan mengalami migrasi ke wilayah perairan yang masih layak untuk dihuni dan semakin menjauh dari pantai hal ini dapat berakibat pada besarnya biaya operasional penangkapan Ikan.
Kebijakan Cantrang
Persoalan alat tangkap Cantrang di Indonesia sebenarnya sudah muncul sejak era Presiden Soeharto. Pada tahun 1980, para nelayan kecil menuntut agar pukat harimau (trawl) dilarang beroperasi karena dianggap membahayakan mereka.