Di tengah kegalauan masa depan, krisis moral, dan kegelapan bangsa, kita sebagai anak bangsa harus mampu menjadi lilin yang menyala memberi harapan, menjadi inspirator bangsa yang mampu menguatkan semangat dan kepercayaan diri kita bahwa hari esok itu akan menjadi milik kita bersama. Berbuat tidak saja untuk membantu meningkatkan kesejahteraan orang lain, tetapi juga memberi makna pada pembangunan bangsa  melalui karya-karya yang nyata. Kita harus mampu memberi asa menuju kebangkitan bangsa hendak yang kita capai. Kebangkitan bangsa itu artinya kita bangkit dari kemiskinan, kebodohan, dan ketergantungan pada asing untuk menjadi bangsa yang mandiri dan bermartabat.
Dalam era globalisasi dan keterbukaan informasi serta memasuki revolusi industri 4.0, setiap bangsa harus menyiapkan diri untuk menjadi pemenang. Untuk menjadi pemenang, tentu saja kita membutuhkan karya-karya yang nyata. Karena setiap karya yang nyata tidak hanya wujud dari kerja keras,tetapi yang lebih penting adalah wujud kepercayaan diri kita pada kekuatan dan kemampuan sendiri.
 Sebagaimana ungkapan Founding Father kita, Bung Karno bahwa masa depan Indonesia harus dibangun pada tiga kekuatan visi yakni berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian yang berbudaya. Namun, memang tidak mudah untuk mencapai kemajuan. Modal sumber daya alam saja tidak cukup, apalagi sekadar modal visi. Yang diperlukan sekarang adalah semangat inovasi dan daya saing. Ini yang seharusnya terus kita genjot. Ini yang perlu dijadikan sebagai modal untuk sukses berkarya bagi masyarakat dan bangsa.
Untuk bersaing di era globalisasi, tentu yang diperlukan adalah inovasi dan daya saing. Sumber daya alam bukan lagi jaminan kemajuan, melainkan penentunya adalah sumber daya manusia yang berkualitas yang punya inovasi dan daya saing. Modal tersebut kita miliki karena kita tidak hanya dikaruniai oleh sumber daya alam yang besar, tetapi juga sumber daya manusia di mana saat ini kita memiliki bonus demografi.
Dari rata-rata usia orang Indonesia saat ini, kita memiliki penduduk usia produktif yang lebih besar dari total hampir 250 juta penduduk. Ini artinya, modal untuk menjadi lebih maju ke depan semakin terbuka lebar. Bandingkan dengan negara-negara maju sekalipun, jumlah penduduk yang mereka miliki masih menumpuk pada penduduk usia lanjut. Mereka membutuhkan belanja dan pengeluaran yang besar untuk jaminan sosial.
Sementara untuk bangsa kita, kita memiliki bonus demografi usia produktif. Hanya permasalahannya, bagaimana mendorong penduduk usia produktif ini agar mampu berkarya nyata.Â
Negara memang seyogyanya harus memberikan kesempatan seluas-luasnya dengan memfasilitasi karya-karya para generasi bangsa untuk memberikan aktualisasi pembangunan peradaban bangsa lewat karya nyata.Â
Di sisi lain sebagai generasi bangsa sudah saatnya kita berpikir bukan sekedar menjadi generasi penerus tapi juga harus mampu menjadi generasi pengubah. Dan sekali lagi kontribusi kita adalah karya nyata, sebuah wujud upaya membangun peradaban bangsa. Tentunya kita berkontribusi sesuai dengan kapasitas kita, sesuai dengan bidang dan kemampuan kita, sesuai dengan pasion kita.
Bila para pendahulu kita meneladani dengan ungkapan bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya sehingga mendorong kita untuk menjadi generasi penerus bangsa, mari mulai saat ini kita memberi ungkapan untuk kontribusi kita pada pembangunan bangsa ini " Bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki individu yang berkarya nyata, individu bermental pemenang, bukan individu bermental penghujat semata " karena sekarang adalah eranya kita para generasi pengubah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI