Sebagai negara kepulauan yang menjadi negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia sudah sepatutnya menjaga sumber daya laut dan bagaimana bekerja untuk menciptakan kedaulatan pangan laut di Negeri sendiri. Pemerintah Indonesia harus menjadikan nelayan sebagai pilar utama yang wajib dilibatkan dalam upaya mewujudkan dua hal tersebut. Presiden Joko Widodo sendiri menyebut profesi nelayan dalam Poros Maritim sebagai pilar utama menjaga kedaulatan di laut dan kedaulatan pangan laut.
Indonesia memiliki 2.7 juta jiwa nelayan, baik mereka yang beroperasi di laut maupun perairan umum. Dari jumlah tersebut, sekitar 556.349 unit kapal sedang beroperasi dan 95,6 persen di antaranya adalah kapal skala kecil yang beroperasi di sekitar pesisir pantai atau beberapa mil dari pantai. Kapal-kapal tersebut memiliki spesifikasi perahu tanpa motor sebanyak 170.938 unit, kapal motor tempel sebanyak 225.786 unit, kapal motor di bawah 5 GT sebanyak 123.748 unit, dan kapal motor ukuran 5GT s.d 10 GT mencapai 35.877 unit. Badan Pusat Statistik (BPS) Menyebutkan ada 63,47 persen dari jumlah nelayan tersebut  tercatat sebagai penduduk miskin dan hidup di kawasan pesisir dan pedesaan. Mereka yang disebut miskin yaitu berpenghasilan Rp1,2 juta per bulan.
Kebijakan Subsidi untuk Nelayan
Persoalan yang selalu dihadapi nelayan adalah alat dan kapal penangkapan, biaya operasional untuk melaut, seperti: subsidi BBM, skema permodalan dan asuransi untuk nelayan, serta Pembebasan pajak dan retribusi; sarana dan prasana pendukung hasil tangkapan; Informasi yang tepat terkait daerah peangkapan dan cuaca sehingga memudahkan nelayan dalam melakukan operasi penangkapan sehingga lebih efektif dan efisien, dan bantuan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan perikanan.
Berdasarkan data tersebut maka pemberian subsidi bagi nelayan masih sangat diperlukan oleh karena itu diharapkan pemerintah bisa menetapkan kebijakan subsidi perikanan lebih tepat sasaran dan tepat guna. Subsidi untuk nelayan adalah amanat Konstitusi. Karena faktanya, hingga saat ini nelayan Indonesia masih sangat membutuhkan dukungan pemerintah terkait berbagai persoalan yang dihadapi nelayan.
Tiga kebijakan nasional yaitu Undang-Undang Perikanan, UU Kelautan dan UU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, terdapat sedikitnya 24 bentuk tindakan kebijakan subsidi yang diamanatkan. Kebijakan undang-undang tersebut mewajibkan Negara hadir untuk memenuhi kebutuhan dasar pelaku kegiatan perikanan nelayan tradisional skala kecil. Hal itu, sesuai dengan komitmen Pemerintah Indonesia untuk melindungi perikanan skala kecil sesuai Pedoman FAO Mengenai Perlindungan Perikanan Skala Kecil dalam Konteks Mengurangi Kemiskinan dan Ketahanan Pangan Tahun 2014.
Problematika Subsidi untuk Nelayan
Permasalahan terkait subsidi yang masih menjadi dilema dan polemik adalah fakta dilapangan, hanya sekitar 16 persen dari total subsidi perikanan dari Pemerintah Indonesia yang sampai pada nelayan tradisional skala kecil. Sebaliknya, sekitar 90 persen subsidi perikanan diberikan secara eksklusif pada industri perikanan skala besar yang berkontribusi pada penangkapan ikan berlebih.
Fenomena terkait subsidi diatas memiliki dampak pada stock ikan nasional, hal ini senada dengan data badan pangan dunia (FAO) menyebutkan bahwa subsidi perikanan dunia diperkirakan mencapai USD35 miliar, dimana sekitar USD20 miliar di antaranya adalah subsidi yang berkontribusi secara langsung terhadap aktivitas penangkapan ikan yang berlebih dan berdampak langsung pada keberlanjutan sumber daya perikanan. Hal ini berdampak terhadap pangsa stok ikan yang terus menurun sepanjang tahun. FAO mencatat adanya penurunan stok ikan yang yang cukup signifikan, dari sekitar adanya 90 persen stok ikan di tahun 1974 dan menurun hingga 69 persen di tahun 2013.
Permasalahan terus berlangsungnya praktik penangkapan berlebih (overfishing) dan penangkapan illegal (IUU Fishing), di seluruh perairan dunia salah satunya disebabkan oleh adanya pemberian subsidi di bidang perikanan berlebih pada industri penangkapan ikan berskala besar, dan secara khusus subsidi di negara-negara industri. Subsidi perikanan perlu dievaluasi dan jika memang banyak diserap oleh pengusaha skala besar perlu segera dihentikan, kebijakan tersebut bisa membantu untuk memerangi praktek Illegal fishing. Praktik IUU Fishing di Indonesia adalah praktik yang melibatkan banyak korporasi besar, baik dalam maupun luar negeri.
Penindakan illegal fishing oleh Pemerintah Indonesia tidak cukup hanya dengan melakukan penenggelaman kapal saja. Akan tetapi, bagaimana dilaksanakan penegakan hukum terhadap perusahaan pemilik kapal yang menjadi kunci utamanya. Dengan mengejar perusahaan pemilik kapal, dinilai pelacakan akan lebih mudah dilakukan dan penindakan IUU Fishing bisa lebih tepat karena tertuju pada kuncinya. Jika itu terjadi, maka efek jera bisa dirasakan pelaku. Karena penindakan hukum hanya sebatas pada Nakhoda kapal tidaklah cukup membuat efek jera perusahaan pemilik kapal. Selain itu, penegakan hukum terhadap illegal fishing harus menyentuh pada praktik-praktik pencurian ikan di perbatasan seperti double flagging, mematikan alat VMS, dan transshipment di tengah laut.