Mohon tunggu...
Nawal Nandita
Nawal Nandita Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya Mahasiswa Semester 2 di IAIN PONOROGO Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pola Asuh Terhadap Perkembangan Emosional Anak

17 Mei 2024   13:50 Diperbarui: 17 Mei 2024   13:52 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, anak usia dini merujuk kepada anak-anak dalam rentang usia 0 hingga 6 tahun. Pada fase ini, perkembangan anak dianggap sebagai periode "Golden Age" atau masa keemasan di mana kemampuan intelektualnya berkembang dengan cepat, mencapai hingga 80 persen tingkat perkembangan. (Susanto Ahmad, 2017, hlm. 22).

Pada rentang usia tersebut, otak anak memiliki kemampuan yang sangat baik dalam menerima dan mengolah berbagai informasi tanpa membedakan antara yang baik dan buruk. Anak-anak pada periode ini cenderung meniru dengan sangat baik, mampu menirukan segala hal yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Hal ini membuat mereka menjadi individu yang unik, kreatif, dan penuh imajinasi, berada dalam fase perkembangan yang sangat cepat dan menjadi dasar untuk kehidupan mereka di masa depan.

Oleh karena itu, rangsangan yang tepat bagi perkembangan anak usia dini yang sedang berkembang pesat sangat penting untuk merangsang produksi hormon-hormon yang dibutuhkan oleh otak anak. Rangsangan tersebut dapat berasal dari hal-hal sederhana seperti kasih sayang dan perhatian dari orang tua. Oleh karena itu, pada tahap ini, penting bagi orang tua untuk terus memantau dan mendampingi perkembangan anak mereka.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola asuh merujuk pada model atau sistem yang digunakan dalam merawat, mengasuh, menjaga, dan mendidik anak agar dapat mandiri. Kata "pola asuh" terdiri dari dua suku kata, yaitu "pola" yang berarti model, dan "asuh" yang mengacu pada tindakan menjaga, merawat, dan mendidik anak untuk mencapai kemandirian. Webster's mendefinisikan istilah "asuh" dalam bahasa Inggris sebagai "nurture" yang mencakup serangkaian perubahan ekspresi yang dapat memengaruhi potensi genetik yang dimiliki oleh individu. (Siti Anisah, 2011, hlm. 14).

Pola asuh dapat dikatakan pula sebagai interaksi antara orang tua dengan Dini anak yang mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan anak menuju kedewasaan berdasarkan norma-norma yang ada di masyarakat (Edward, 2006, p. 22). Dengan demikian, pola asuh mencakup interaksi antara orang tua dan anak dalam proses merawat, membimbing, dan mendidik anak sehari-hari agar dapat beradaptasi dan diterima dengan baik di lingkungannya. Menurut Hurlock (2016), pola asuh orang tua merupakan metode disiplin yang diterapkan terhadap anak. Metode disiplin ini terdiri dari dua konsep, yaitu konsep negatif yang melibatkan pengekangan melalui cara yang tidak disukai dan menyakitkan, serta konsep positif yang menekankan pendidikan, bimbingan, disiplin, dan pengendalian diri. Pola pengasuhan orang tua dipengaruhi oleh konsep pengasuhan, harapan terhadap anak, serta pengalaman orang tua dalam peran sebagai orang tua.

Tipe pengasuhan  oleh  Hurlock  dibagi menjadi  3  jenis,  yaitu

  • Pola asuh otoriter, yang merupakan cara mendisiplinkan melalui peraturan dan pengaturan yang  keras  dan  kaku  serta  tidak  adanya  kesempatan  untuk  mengemukakan pendapat, anak harus mematuhi segala peraturan yang dibuat oleh orang tua serta minimya hadiah ataupun penghargaan.
  • Pola asuh permisif, yang berarti sedikit disiplin atau kurang disiplin. Pola asuh ini tidak membimbing  anak  dengan  menggunakan  hukuman.  Anak  diberikan  kebebasan penuh tanpa ada batasan ataupun aturan dari orang tua. Pada tipe ini, tidak ada hadiah maupun penghargaan meski anak telah berperilaku sosial sesuai harapan dan tidak  adanya  hukumanmeski  anak  melanggar  peraturan.
  • Pola asuh demokratis melibatkan penggunaan penjelasan, diskusi, dan penalaran untuk membantu anak memahami alasan di balik harapan-harapan yang diberikan kepada mereka untuk berperilaku tertentu. Pendekatan ini lebih menekankan pada upaya edukatif dalam penerapan disiplin.

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh dan menekankan pada seluruh aspek perkembangan sesuai dengan minat dan bakat anak. Berdasarkan Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem  Pendidikan  Nasional,  pendidikan  anak  usia  dini  adalah  suatu  upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan  melalui  pemberian  rangsangan  pendidikan  untuk  membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Perkembangan sosial dan emosional anak saling terkait dan saling berpengaruh. Kematangan emosional anak yang terjaga akan mempermudah interaksi sosialnya dalam lingkungan sekitarnya. Sebaliknya, kurangnya kemampuan dalam mengendalikan emosi dapat menghambat anak dalam beradaptasi dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan tempatnya berada.

Pola Asuh Otoriter

  • Dampak positif, anak akan lebih disiplin karena orang tua bersikap tegas dan memerintahb.
  • Dampak negatif, anak sering terlihat tidak bahagia, dan cemas kurang percaya diri, kurang inisiatif kegiatan dan lemah dalam kemampuan sosial.

Pola Asuh Demokratis

  • Dampak positif, anak umumnya terlihat ceria, memiliki pengendalian diri dan kepercayaan  diri, kompeten  dalam  bersosialisasi,  berprestasi,  mampu mempertahankan hubungan yang ramah, bekerja sama dengan orang dewasa, dan mampu mengendalikan diri dengan baik.
  • Dampak  negatif,  jika  komunikasi  dengan  anak  kurang  lancar,  maka  akam menghambat keberhasilan dari pola asuh ini.

Pola Asuh Permisif

  • Dampak positif, Orang tua akan lebih mudah mengasuh anak karena kurangnya kontrol terhadap anak. Bila anak mampu mengatur seluruh pemikiran, sikap, dan tindakannya dengan baik, kemungkinan kebebasan yang diberikan olehorang tua  dapat  dipergunakan  untuk  mengembangkan  kreatifitas  dan  bakatnya, sehingga ia menjadi seorang individu yang mandiri, dewasa, penuh inisiatif, dan kreatif.
  • Dampak  negatif,  anak  mengembangkan  perasaan  bahwa  orang  tua  lebih mementingkan hal lain dalam kehidupan daripada anaknya. Oleh karenanya, anak meerasa kurang dicintai, tidak diinginkan, banyak yang kurang memiliki kontrol diri dan tidak dapat mengatasi kemandirian secara baik. Mereka memiliki harga diri yang rendah, tidak matang, dan mungkin terisolasi dari keluarga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun