Mohon tunggu...
machrus muafi
machrus muafi Mohon Tunggu... -

Navyk (baca: nafi’) berasal dari bahasa arab Nafi’ yang artinya bermanfaat. Saya lebih suka dipanggil dengan nick name itu daripada nama panjang saya, Machrus Muafi. Almarhum Ibu saya yang menamai saya, beliau juga yang menciptakan nama panggilan itu. Saya ingat betul tulisan tangannya di sebuah album foto lawas kami. Suka menulis dan melepasliarkan ide. http://navyk.web.id http://blog.navyk.web.id http://rekamjakarta.tumblr.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Berternak Musang

19 Juli 2010   10:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:45 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Aku ini berternak ayam atau  musang?” kata Uconk, bos saya sambil terbahak. Menenteng tas punggung dan duduk di samping saya. Langsung bercerita tentang tujuh dari sepuluh anak ayam yang baru dibelinya, habis dimakan musang. Dirinya tidak berkeluh kesah. Ia belajar banyak.

Banyak aktivitas yang bisa dilakukan di halaman belakang rumahnya yang luas. Saya kurang tahu pasti ukurannya. Dua anaknya punya kolam renang pribadi, meski hanya dari batako yang ditutupi terpal. Berbagai jenis ikan dipelihara di beberapa kolam. Terakhir ia ingin memelihara ayam. 10 ayam itu dibelinya. Tiap sore ayam-ayam itu dikandangkan.

Musang sepertinya dapat menu baru. Hewan itu masih banyak  itu berkeliaran. Tiap malam musang berpesta, satu ayam pasti jadi korban di kandang. Itu berlangsung beberapa malam. “Gubrak!” Uconk yang saat itu masih bekerja di depan laptopnya, lari ke kandang ayam. Depan matanya seekor musang asyik memangsa ayam.“Kepalanya putus, kayak disembelih. Jangan-jangan musangnya juga baca bismillah juga,” ceritanya sembari terbahak.

Sambil menyeruput kopi buatan Soleh, office boy kantor kami, ia melanjutkan cerita. Tanpa senyum dan tawa. “Aku sadar karena aku tidak memelihara ayamku dengan baik, seharusnya aku tiap pagi memberi makan dan memerhatikan mereka. Aku biasa bangun siang dan langsung ngantor,” tutur dia. “Seharusnya saat ayam kedua atau ketiga aku sadar bahwa ayam tidak bisa lari saat di kandang. Ini menunggu tujuh untuk menyadarkanku,” tambahnya.

Sejak saat itu, tiga ayam yang tersisa tidak ia kandangkan. Tiap sore ayam-ayam itu mencari tempat paling aman di dahan-dahan pohon. “Mereka survive, apalagi ada satu ayam jago. Kalau ayam jago itu dimakan musang aku sembelih semua ayamku. Buat apa, mereka tidak bisa berkembang biak,” tegasnya.  Sejak saat itu juga ia tiap pagi memberi ayamnya. “Sesuatu yang dirawat sungguh-sungguh itu pasti bertumbuh, Vyk. Dalam hal apapun,” kata dia kepada saya.

Saya mengamini hal itu. Membuat atau membeli sesuatu itu mudah, merawatnya itu yang jauh lebih sulit.

Ssst, barusan ia cerita. Ayamnya bertelur enam butir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun