Mohon tunggu...
Navila Camelia
Navila Camelia Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hobi suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ketika rahayu menjelma sumpah dalam nafas perempuan

19 Maret 2025   00:17 Diperbarui: 19 Maret 2025   00:17 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di pagi yang basah oleh luka,
ada nama yang terucap tanpa jeda---
Rahayu, sebutir mantra yang tak pudar,
seuntai sumpah di bibir perempuan yang tak gentar.

Kami lahir dari rahim perlawanan,
dari tangan yang tak henti menggenggam nyala,
dari dada yang menyimpan badai,
dan kaki yang menjejak sejarah tanpa tunduk.

Kami adalah sunyi yang menjadi suara,
jerit yang enggan terpasung waktu,
doa yang mengalir di sungai ibu,
menyusuri batu-batu ketidakadilan,
menghapus debu penindasan yang diwariskan.

Rahayu bukan sekadar nama,
ia menjelma nyala di mata yang letih,
ia berdenyut dalam nadi yang berani,
ia adalah janji yang kami ikat di pergelangan tangan,
agar tak ada lagi tubuh yang ditundukkan,
tak ada lagi suara yang dibungkam. Dan tak ada lagi apresiasi yang tertunda karena patriaki.


Maka kami bersumpah di bawah langit ini,
di antara sisa-sisa rantai yang telah patah,
perempuan tak akan lagi menjadi bayang,
kami adalah cahaya---menyala, membakar, menerangi.

Salam Rahayu, Salam Perjuangan!,

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun