Platform sosial media seperti, Instagram dan Twitter kerap kali digunakan sebagai ajang adu kesenangan antara pengguna satu dengan pengguna lainnya. Terlihat dari postingan yang ada selalu berkaitan dengan hal-hal yang menyenangkan dan versi terbaik pemilik akunnya. Hal ini tercermin salah satunya dari cara berpakaian mereka. Tak terelakkan bahwa tiap postingan, mereka selalu mengenakan pakaian terbaik mereka agar terlihat sesuai dengan identitas yang mereka suguhkan dalam postingan.Â
Bahkan memang ada akun yang berfokus pada postingan inspirasi berpakaian bagi pengikutnya. Akun ini biasa disebut akun OOTD Inspo, atau Outfit Of The Day Inspo. Pemilik akunnya akan memposting foto-foto inspirasi menggunakan pakaian dengan berbagai tema. Mulai dari tema klasik, monokrom, chic, kasual, hingga saat ini muncul istilah tema cewe/cowo bumi, kue, dan mamba.
Hingga tak jarang pemilik akun pun memberi nama merk dari tiap pakaian yang dipakainya. Misal dari istilah yang sedang ramai sekarang, tema cewe/cowo bumi memiliki ciri khas outfit dengan warna netral yakni warna coklat, abu-abu, krem, hijau tua, terakota, maupun oranye. Sedangkan tema cewe/cowo kue berhubungan dengan warna hijau, pink, kuning, fuschia, dan warna lain yang mencolok pada pakaian mereka. Yang terakhir outfit cewe/cowo mamba berkaitan dengan warna gelap dan hitam.Â
Outfit yang dikenakan memiliki bermacam macam mode yang sesuai dengan tren yang sekarang viral. Dengan demikian, pengikutnya pun dengan mudah mengakses toko yang menjual pakaian tersebut. Hal tersebut berawal pada beberapa komentar yang orang lain yang memiliki minat membeli pada beberapa item yang digunakan pemilik akun.Â
Namun, lama kelamaan semua item yang digunakan memiliki deskripsi tautan yang mengarah pada toko yang menjual item tersebut. Secara tidak sadar, kemudahan kita dalam mendapatkan item tersebut lebih besar tanpa menengok prinsip butuh atau ingin dalam konsep konsumsi kita. Ditambah dengan timbulnya perasaan ingin menjadi yang terbaik saat dilihat seseorang dalam media sosial maupun secara langsung, maka tidak sulit bagi mereka untuk segera membeli barang yang sama dengan pemilik akun yang memberi deskripsi tautan toko pada item yang digunakan.
Dalam konteks diatas telah menjelaskan bentuk konsumtif para pengikut akun ootd untuk melakukan kegiatan konsumsi berdasarkan kemudahan informasi yang beredar di sosial media. Hal ini membentuk tidak hanya membentuk sebuah kegiatan konsumsi namun telah menjadi budaya konsumsi pada masyarakat urban.Â
Salah satu penyebab berkembangnya budaya konsumen terjadi karena manipulasi ruang dan waktu melalui media periklanan (Lury, 1996). Media ini berkaitan salah satunya dengan media sosial yang dengan mudah diakses oleh semua orang yang setelahnya menghadirkan citra yang untuk mengkonsumsi barang tersebut yang diinginkan. Menurut Kozinet (Arnould & Thompson, 2005, 868-882), budaya konsumen yang membuat konsep keterhubungan gambar, teks, dan objek komersial yang digunakan kelompok tertentu dengan konstruksi praktek, identitas, dan makna.
Maraknya postingan yang melihatkan ootd dengan mode pakaian paling trendy, menimbulkan sugesti pada pengikutnya untuk ikut menggunakan item tersebut. Selain menjadi bentuk kebebasan berekspresi, kenyataannya tren ootd ini juga mengarah pada budaya konsumtif yang tidak terkendali. Mereka berpikir, pakaian lama mereka tidak bisa bersaing atau tidak bisa dipadukan dengan tema yang ingin mereka kreasikan.Â
Dari sana, pembelian item untuk memenuhi tema tren tersebut sering terjadi. Hal tersebut terjadi berulang kali, bahkan terjadi setiap hari jika mereka ingin melakukan tren ootd dan memposting di media sosial. Ditambah dengan cepatnya perubahan tren dan cepatnya perubahan mode pakaian yang terjadi.
Sikap ini biasa disebut FOMO atau Fear Of Missing Out, takut kehilangan momen. Karena cepatnya perubahan tren dan perubahan mode pakaian, mereka harus terus mengikuti dan mencoba tren tersebut agar mengalibikan sikap agar tidak menyesal.Â
Prinsipnya, lebih baik mencoba daripada tidak sama sekali. Mereka yang melakukan hal tersebut biasanya tidak mau menjadi individu yang ketinggalan jaman atau ketinggalan tren. Hal ini akan menjadikan mereka susah untuk menggapai validasi dari kelompok lain yang mengikuti tren yang ada. Jika orang lain menggunakan item yang sangat menarik, maka mereka pun juga mengikuti hal tersebut untuk membeli dan memiliki item tersebut.Â