Mohon tunggu...
Moh Nauval Karim Al Alawi
Moh Nauval Karim Al Alawi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Nama saya Moh Nauval Karim Al Alawi. Lahir dan besar di Lamongan, Jawa Timur, dan sedang menempuh pendidikan S1 di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang pada jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Syariah.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Membuka Pintu Nepotisme atau Demokrasi? Kritik atas Putusan Mahkamah Agung terkait Batas Usia Calon Kepala Daerah

6 Juni 2024   19:33 Diperbarui: 6 Juni 2024   19:46 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Putusan Mahkamah Agung (MA) yang membolehkan calon kepala daerah berusia di bawah 25 tahun menjadi kontroversi yang hangat diperdebatkan. Putusan ini berpotensi membuka peluang bagi putra presiden, Kaesang Pangarep, untuk maju dalam Pilkada mendatang. Meskipun putusan tersebut dapat dianggap sebagai langkah progresif dalam memberikan kesempatan kepada generasi muda untuk terlibat dalam kepemimpinan daerah, namun terdapat sejumlah kritik yang perlu dipertimbangkan secara saksama.

Pertama, putusan MA ini berpotensi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, yang secara eksplisit menetapkan batas usia minimum 25 tahun untuk calon kepala daerah. Hal ini dapat menimbulkan konflik norma dan ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan Pilkada. Konsistensi dan kepatuhan terhadap undang-undang yang berlaku merupakan prinsip utama dalam negara hukum. Jika terdapat kebutuhan untuk mengubah batas usia calon kepala daerah, seharusnya dilakukan melalui proses legislasi yang tepat, bukan melalui putusan pengadilan yang dapat menimbulkan pertentangan dengan undang-undang yang ada.

Kedua, usia muda seringkali dikaitkan dengan kurangnya pengalaman dan kematangan dalam memimpin. Calon kepala daerah yang terlalu muda dapat dipertanyakan kapasitas dan kredibilitasnya dalam mengelola pemerintahan daerah yang kompleks dan menuntut kebijaksanaan tinggi. Pengalaman hidup dan karier yang masih terbatas dapat menjadi kendala dalam menghadapi tantangan kepemimpinan di daerah. Kepemimpinan yang efektif membutuhkan pemahaman mendalam tentang dinamika sosial, ekonomi, dan politik daerah, serta kemampuan untuk membangun kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan. Pengalaman yang memadai sangat penting untuk memastikan calon kepala daerah memiliki kapasitas yang diperlukan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

Ketiga, kekhawatiran muncul bahwa putusan ini dapat membuka peluang bagi calon kepala daerah yang memiliki hubungan dekat dengan petinggi politik atau pejabat negara untuk mengambil keuntungan dari posisi tersebut. Hal ini dapat menimbulkan potensi konflik kepentingan dan praktik nepotisme dalam proses pemilihan, di mana calon tertentu mendapat keistimewaan karena faktor hubungan keluarga atau politik. Dalam demokrasi yang sehat, proses pemilihan kepala daerah seharusnya didasarkan pada kapasitas, integritas, dan program kerja yang ditawarkan oleh calon, bukan pada kedekatan dengan pejabat atau elit politik. Nepotisme dapat merusak legitimasi proses pemilihan dan menghambat terwujudnya pemerintahan yang bersih dan akuntabel.

Keempat, usia muda juga seringkali diasosiasikan dengan kedewasaan berpikir yang belum matang. Calon kepala daerah yang terlalu muda dapat diragukan kemampuannya dalam mengambil keputusan strategis, mengelola konflik dengan bijaksana, dan memahami kompleksitas masalah daerah secara mendalam. Kedewasaan berpikir dan kemampuan pengambilan keputusan yang bijak sangat penting dalam memimpin daerah, terutama dalam menghadapi situasi kritis dan menantang. Kepala daerah harus mampu memprioritaskan kepentingan masyarakat, bukan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Kelima, terdapat kekhawatiran bahwa calon kepala daerah yang terlalu muda dapat menghadapi tantangan legitimasi dan kurangnya kepercayaan dari masyarakat, yang dapat menghambat efektivitas kepemimpinan mereka. Masyarakat mungkin lebih cenderung memilih calon yang lebih berpengalaman dan matang dalam memimpin daerah. Legitimasi dan kepercayaan masyarakat merupakan faktor penting dalam menjamin keberhasilan kepemimpinan kepala daerah. Tanpa dukungan dan kepercayaan masyarakat, kepala daerah akan menghadapi tantangan besar dalam mengimplementasikan kebijakan dan program kerja yang dicanangkan.

Di sisi lain, terdapat argumen bahwa usia muda tidak selalu menjadi indikator kekurangan kapasitas kepemimpinan. Beberapa individu muda telah menunjukkan potensi dan kemampuan luar biasa dalam memimpin, baik di sektor publik maupun swasta. Namun, dalam konteks kepemimpinan daerah, pengalaman dan kematangan tetap menjadi pertimbangan penting untuk memastikan kepentingan terbaik masyarakat terwakili.

Perdebatan ini menunjukkan perlunya tinjauan ulang yang mendalam terhadap undang-undang dan peraturan terkait, dengan mempertimbangkan berbagai aspek, seperti pengalaman, kematangan, kapasitas kepemimpinan, serta menjaga legitimasi dan kepercayaan masyarakat dalam proses pemilihan kepala daerah. Pemerintah dan lembaga terkait perlu mengkaji ulang putusan ini secara seksama untuk memastikan keputusan yang diambil sejalan dengan prinsip demokrasi, kepentingan masyarakat, dan tata kelola pemerintahan yang baik.

Masyarakat juga perlu terlibat dalam diskusi ini, menyuarakan aspirasi dan pandangan mereka terkait kriteria yang ideal bagi calon kepala daerah. Partisipasi aktif masyarakat dalam proses pemilihan dan pengawasan kepemimpinan daerah menjadi kunci untuk menjamin terpilihnya pemimpin yang berintegritas, kompeten, dan mampu memperjuangkan kepentingan masyarakat luas.

Pada akhirnya, perdebatan ini mengingatkan kita bahwa kepemimpinan daerah bukanlah sekedar jabatan, melainkan tanggung jawab besar dalam memajukan kesejahteraan dan pembangunan daerah. Oleh karena itu, kriteria yang ketat dan pertimbangan yang matang harus dilakukan dalam memilih pemimpin daerah yang akan memikul tanggung jawab tersebut. Hanya dengan memastikan proses pemilihan yang adil, transparan, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat, kita dapat mewujudkan pemerintahan daerah yang efektif, akuntabel, dan sejahtera bagi seluruh warga negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun