Konflik Israel-Palestina merupakan konflik militer dan politik yang sudah berlangsung sejak lama antara abad ke-19 hingga abad ke-21. Konflik ini menjadi salah satu konflik terpanjang yang masih berlangsung di dunia. Akhir-akhir ini tepatnya 7 Oktober 2023, Hamas yang merupakan kelompok perjuangan kemerdekaan rakyat Palestina melancarkan serangan kepada militer Israel, diketahui sebanyak 5.000 rudal menghujani langit Israel, penyerangan ini bertepatan dengan perayaan Sukkot (perayaan pengucapan syukur bagi Israel atas hasil panen yang dirayakan pada bulan purnama diantara bulan September dan Oktober) yang berlangsung selama 7 hari dan menewaskan sekitar 1.400 warga Israel. Serangan ini merupakan bentuk respon atas kekejaman yang dilakukan militer Israel terhadap rakyat sipil di jalur Gaza.
Tidak tinggal diam militer Israel juga melancarkan serangan balik berupa serangan rudal ke wilayah Gaza secara membabi buta. Dikutip dari databoks, Jum’at (03/10/23), selama periode 7 Oktober – 2 November, lebih dari 9.100 warga Palestisa tewas, sementara 22.911 mengalami luka-luka akibat serangan ini. Israel mengincar tempat-tempat umum seperti, sekolah, kampus bahkan rumah sakit. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan telah terjadinya Genosida di Jalur Gaza. Genosida sendiri merupakan kejahatan internasional yang berkaitan dengan pembantaian sebuah etnis. Genosida merupakan salah satu dari empat pelanggaran ham berat yang berada dalam yuridiksi Mahkamah Pidana Internasional.
Konflik ini tentu melanggar Hukum Internasional yang telah ditetapkan. Adapun norma Hukum Internasional yang berlaku sejak Perang Dunia ke 2 yang relevan dengan konflik ini adalah
- Norma self determination, yang memberikan hak kepada wilayah yang masih berada dalam penguasaan kolonial untuk dimerdekakan.
- Norma uti possidetis juris, yaitu batas-batas wilayah yang dimerdekakan itu harus identic dengan batas wilayah colonial. Prinsip ini diperkuat oleh pendapat Mahkamah Internasional (ICJ) dalam Advisory Opinion on Legal Consequences of the Separation of the Chagos Archipelago from Mauritus in 1965 (2019). Menurut ICJ, norma self determination mengharuskan wilayah koloni dimerdekakan secara utuh dan tidak bleh terpecah-pecah.
- Norma non-use of force, yaitu penggunaan kekerasan telah diharamkan untuk memperoleh wilayah. Larangan ini telah berlaku sejak ditetapkannya Piagam PBB pada tahun 1945 dan ditegaskan melalui Declaration on Principles of International Law Concerning Friendly Relations and Cooperation Among States in Accordance with the Charter of the United Nations
Selanjutnya norma-norma diatas diimplementasikan dalam berbagai Resolusi PBB dan perjanjian-perjanjian internasional seperti pada perjanjian Olso Accords 1993, pada perjanjian ini Israel telah mengakui kekuasaan Palestina atas wilayah Gaza.
Hukum internasional sendiri tidak memiliki badan penegak hukum layaknya hukum nasional. Oleh karena itu, penegakkan hukum atas pelanggaran hukum internasional sepenuhnya diserahkan kepada negara-negara dalam bentuk respon atau reaksi baik secara sendiri-sendiri maupun kolektif melalui PBB. Akan tetapi, PBB dan negara-negara barat cenderung memiliki standar ganda dalam merespon konflik antara Palestina dan Israel. Negara-negara barat cenderung pasif dalam merespon konflik Israel dan Palestina, coba bandingkan dengan respon negara-negara barat terkait invasi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina yang sangat massif, bahkan badan sepakbola dunia (FIFA) dan badan sepakbola eropa (UEFA) memberikan sanksi terhadap Timnas Rusia berupa larangan bermain dalam laga internasional dalam naungan FIFA dan UEFA.
PBB sebagai  badan dunia seharusnya bersikap objektif  dan menegakkan hukum internasinal secara adil. Namun realitanya dalam konflik ini, PBB kerap mendapat kritik karena dinilai gagal dalam mengatasi perang berkepanjangan antara Israel-Palestina dan dinilai tidak dapat melindungi hak-hak rakyat Palestina. Meski telah banyak resolusi PBB  yang telah dicetuskan mengenai pelanggaran ham di Palestina, tapi tindakan nyata untuk menghentikan pelanggaran tersebut belum terlihat jelas.
Lalu apa yang bisa kita lakukan terkait konflik pelanggaran ham di Palestina?, karena rasanya apa yang kita lakukan tidak akan berpengaruh dan tidak mampu membantu saudara-saudara kita yang ada di sana. Kita sebagai mahasiswa jangan sekali-kali berpikir seperti itu, nyatanya banyak sekali hal-hal kecil yang bisa kita lakukan. Kadang kita merasa putus asa dengan banyaknya informasi dari media-media nasional maupun internasional terkait keadaan di Palestina, tapi perang masih saja terus berlanjut. Kita dapat membantu mereka dengan cara menyuarakan fakta-fakta lapangan yang terjadi di Jalur Gaza yang dapat membuka mata dunia atas pelanggaran ham yang telah terjadi di Palestina.
Dan sebagai manusia yang penuh dengan keterbatasan, tentu jalan terakhir kita adalah dengan berdoa, meminta kepada Allah SWT. yang maha kuasa untuk menyelamatkan saudara-saudara kita di Palestina yang menjadi korban atas kebiadaban Zionis Israel. Kita berdoa supaya saudara-saudara kita dapat selamat dari konflik yang terjadi dan semoga meraka yang gugur dalam mempertahankan tanah air mereka dapat diterima di jalan Allah, dijanjikan surganya dan meninggal dalam keadaan syahid. Aamiin…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H