Mohon tunggu...
Nauvalia Reswara
Nauvalia Reswara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemanfaatan Pajak Rokok dan Bea Cukai untuk Penambahan Pembiayaan Kesehatan

23 Agustus 2023   00:09 Diperbarui: 23 Agustus 2023   00:27 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Rokok merupakan salah satu benda yang membuat sebagian besar masyarakat Indonesia mengalami kecanduan. Bahkan tak jarang kehadiran rokok kian mengganti kebutuhan primer yakni sandang, pangan, dan papan. Tak jarang di temukan masyarakat yang lebih mementingkan rokok mereka daripada kebutuhan lainnya. Misalnya seorang kepala keluarga yang memiliki kekurangan secara finansial dan butuh untuk memberikan makanan kepada anggota keluarganya malah memilih untuk membeli rokok untuk kebutuhan pribadinya. Itu sama saja ia meninggalkan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga untuk menghidupi anggota keluarganya. Sehingga pemerintah perlu memikirkan cara agar masyarakat Indonesia mengurangi kecanduan terhadap rokok.

Sedangkan pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah daerah. Tujuannya adalah untuk melindungi masyarakat terhadap bahaya rokok. Sedangkan bea cukai berarti pajak/ongkos yang dikenakan pada barang impor dan barang konsumsi. Dari dua hal tersebut, pemerintah tentunya menargetkan jika masyarakat akan mengurangi penggunaan rokok dan perilaku konsumtif setelah muncul kebijakan membayar pajak rokok dan bea cukai.

Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS), proporsi penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yang merokok mencapai 28,26% pada Maret 2022, turun tipis dari tahun sebelumnya 28,96%. Dengan begitu, pemerintah akan semakin gencar dalam menaikkan pajak terhadap rokok juga bea cukai. Langkah tersebut dinilai cukup tepat mengingat masih banyak aspek di berbagai bidang yang memerlukan banyak dana untuk meningkatkan pemerataan di Indonesia.

Salah satu pengalokasian hasil pajak rokok dan bea cukai adalah untuk penambahan biaya di bidang kesehatan. Pemerintah telah menetapkan aturan tersebut pada Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pasal 31 "Penerimaan Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang". Pergerakan pemerintah dalam hal tersebut patut diapresiasi mengingat di Indonesia sendiri masih banyaknya unit kesehatan yang tidak tersebar secara merata. Bahkan banyak di antaranya memiliki fasilitas yang kurang memadai terutama di daerah yang terpencil. Sudah menjadi tugas pemerintah jika mereka harus turut mempedulikan keadaan masyarakat yang berasal dari daerah terpencil juga, bukan hanya dari kota-kota besar saja.

Pemerintah berharap dengan begitu masyarakat akan mengurangi konsumsi rokok serta pemerataan di bidang kesehatan seperti pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan, penyediaan smoking area, kegiatan memasyarakatkan tentang bahaya merokok, dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok. Selain itu, pemerintah akan melakukan penegakan hukum mengenai pemberantasan peredaran rokok ilegal, penegakan aturan mengenai larangan merokok sesuai dengan peraturan perundang-undangan juga penegakan Kawasan Tanpa Rokok.

Pemanfaatan pajak rokok dan bea cukai untuk penambahan pembiayaan kesehatan dapat diwujudkan melalui BPJS Kesehatan. Pemerintah provinsi/kabupaten/kota melakukan rekonsiliasi pelaksanaan program Jaminan Kesehatan dengan BPJS Kesehatan (PMK 128/2018 Pasal 9). Rekonsiliasi dilakukan untuk mendapatkan besaran kewajiban 37,5% penerimaan dari PR dan realisasi jaminan kesehatan daerah yang terintegrasi dengan program jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan selama 1 tahun, Nilai kewajiban daerah minimal 37,5% realisasi penerimaan dari pajak rokok, termasuk pemotongan yang telah dilakukan dan disetorkan ke rekening BPJS Kesehatan, Apabila realisasi Jamkesda masih dibawah nilai kewajiban daerah, maka selisih tersebut merupakan kekurangan kewajiban daerah yang akan dipotong langsung pada tahun berikutnya (dituangkan dalam BAK sebagai kekurangan tahun sebelumnya).

Besar harapan pemerintah agar masyarakat dapat mengurangi penggunaan rokok dengan meningkatkan jumlah biaya pajak rokok juga masyarakat mendapatkan jaminan kesehatan. Dengan begitu, masyarakat Indonesia akan mencapai Indonesia Emas 2045 dengan bebas tanpa rokok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun