Penyanyi latar yang diperankan para santri kemudian membenarkan pelafalan dari kesalahan ejaan oleh penyanyi. Tapi penyayi justru ngotot melafalkan diksi dalam bahasa Inggris tersebut menggunakan ejaan bahasa Indonesia. Konsep tersebut yang membuat lagu Coca Cola mengocok perut.
Namun dalam lirik lagu Coca Cola terdapat sajak yang cenderung etnosentrisme. Ketika penyanyi sulit membaca diksi bahasa Inggris dengan benar, terdapat sajak di mana penyanyi justru membandingkan dua bahasa yaitu Inggris dengan Arab. Padahal konteks dalam konsep lirik yang digambarkan di atas tidak ada hubungan sama sekali dengan bahasa Arab.
Terdapat makna etnosentris dalam lirik lagu Coca Cola yang jika diartikan sebagai berikut. "Bahasa Inggris sungguh merepotkan, bacaan dan tulisan tidak sama. Tidak seperti bahasa Arab yang lebih gampang dibaca, karena menggunakan ilmu tajwid jika dibaca jelas tekniknya jadi tidak akan salah." Kurang lebih seperti itu makna yang dikandung yang tersemat dalam lirik lagu Coca Cola.
Makna di atas menunjukkan bahwa terdapat suatu bandingan antara dua bahasa yaitu Arab dan Inggris. Terdapat pandangan etnosentrisme dalam bahasa Inggris yang sulit dipahami. Ada pula pandangan xenosentrisme terhadap bahasa Arab yang jelas dan patut untuk dipelajari.
Ternyata masih banyak di antara kita yang mempunyai sudut pandang berpikir, bersikap, bercanda, dan berperilaku etnosentris. Dalam buku The Authoritarian Personality, Andorno (1950) menemukan bahwa orang-orang etnosentris cenderung kurang terpelajar, kurang bergaul, dan pemeluk agama yang fanatik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H