"Yaudah lompat aja.. tuh temenan sama padi aja sana!".Jawab Bagas sambil terkekeh
"Dih! Nanti aku tenggelamin, baru tau..". Balasku
Kami berdua melewati jalanan berbatu, pasar tradisional, tepi sawah, hingga beberapa waktu lama kemudian dari kejauhan tampak gubuk kecil yang mungkin hanya sebesar kamar Abita.
Dari gubuk itu di belakangnya tampak lautan yang sangat indah bak surga. Di sana teduh, berpohon rindang, dan semilir angin laut menyapa wajahku lembut.
Rumah itu ditinggali oleh 5 orang. Abah, amak, ibu, Bira, dan Bagas. Tidak dengan bapak Bagas yang sekarang di Balikpapan. Korban pembunuhan di PT milik bapaknya. Yang menyebabkan kehidupan Bagas berubah drastis. Tragis memang.
Di halaman rumah, gadis kecil dengan baju tidur kebesarannya dan senyum terkembang berlari ke arahku. Kulit sawo matang yang persis sama dengan Bagas. Indah. Dia Malbira thory adik semata wayang Bagas.
Malbi menghampiri Bagas dan menyalaminya. Seperti biasa, mereka berbicara dengan bahasa isyarat aku hanya bisa melihat tak mengerti. Ya! Malbi memang seorang tuna wicara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H