Abita Larasati itu namaku. Yah, 5 tahun lalu aku  dengan Surai hitam panjang bergerak indah di punggungku.Â
Aku Memakai seragam sekolah putih abu, juga sepatu Ventela hitam mengkilat di kaki ku dan tas hitam yang selalu tampak baru.
"Bita!jadi kan ngerjain tugas kelompoknya..? Jangan numpang nama aja!" . Teriak Bagas.
"Iyaa.. bentar Gas, buku Bita ketinggalan di kelas! Halah biasanya juga kamu yang numpang nama!". Sahutku lalu berlari dari gerbang sekolah menuju kelas.
Bagas Gamali itu temanku. Ia selalu memakai kalung logam yang berpeluit di lehernya yang kerap ia gunakan saat di atas kapal.
Memakai seragam yang sama dengan Abita walau seragam Bagas sedikit lebih lusuh, dan kekuningan. Juga sepatu robek yang identik dengannya. Bagas memang orang yang sangat sederhana.
Hari itu aku pulang sekolah lebih cepat dari biasanya. Aku akan mengerjakan tugas dengan Bagas teman sejatiku kala itu. Ralat tak hanya kali itu Bagas akan selalu dinanti olehku.
"Yok Bagas" . Ujarku saat sudah menaiki sepeda itu.Â
"Lama banget kamu! tuh sampai memutih rambutku..". Candaan Bagas yang akhirnya dibalaskan toyoran di kepalanya. Kami pun berboncengan sepeda ontel yang berkarat karena sudah dimakan waktu milik Bagas.
Abita sangat menikmati perjalanan itu. Angin pantai berhembus tenang seirama dengan suara hitamnya.
"Gas! Rumah kamu masih jauh..? Nanti aku lompat nih!" .Ujarku